Home > 09 Januari 2011

09 Januari 2011

Sang Pramugariku

Rabu, 12 Januari 2011 Category : , , 1

Awal mula aku mengalami Making Love dengan seorang wanita yang mengubah orientasi seksualku menjadi seorang biseksual, aku mengalami percintaan sesama jenis ketika usiaku 20 tahun dengan seorang wanita berusia 45 tahun, entah mengapa semuanya terjadi begitu saja terjadi mungkin ada dorongan libidoku yang ikut menunjang semua itu dan semua ini telah kuceritakan dalam "Rahasiaku."

Wanita itu adalah Ibu Kos-ku, ia bernama Tante Maria, suaminya seorang pedagang yang sering keluar kota. Dan akibat dari pengalaman bercinta dengannya aku mendapat pelayanan istimewa dari Ibu Kos-ku, tetapi aku tak ingin menjadi lesbian sejati, sehingga aku sering menolak bila diajak bercinta dengannya, walaupun Tante Maria sering merayuku tetapi aku dapat menolaknya dengan cara yang halus, dengan alasan ada laporan yang harus kukumpulkan besok, atau ada test esok hari sehingga aku harus konsentrasi belajar, semula aku ada niat untuk pindah kos tetapi Tante Maria memohon agar aku tidak pindah kos dengan syarat aku tidak diganggu lagi olehnya, dan ia pun setuju. Sehingga walaupun aku pernah bercinta dengannya seperti seorang suami istri tetapi aku tak ingin jatuh cinta kepadanya, kadang aku kasihan kepadanya bila ia sangat memerlukanku tetapi aku harus seolah tidak memperdulikannya. Kadang aku heran juga dengan sikapnya ketika suaminya pulang kerumah mereka seakan tidak akur, sehingga mereka berada pada kamar yang terpisah.

Hingga suatu hari ketika aku pulang malam hari setelah menonton bioskop dengan teman priaku, waktu itu jam sudah menunjukkan pukul setengah sebelas malam, karena aku mempunyai kunci sendiri maka aku membuka pintu depan, suasana amat sepi lampu depan sudah padam, kulihat lampu menyala dari balik pintu kamar kos pramugari itu,
"Hmm.. ia sudah datang," gumamku, aku langsung menuju kamarku yang letaknya bersebelahan dengan kamar pramugari itu. aku bersihkan wajahku dan berganti pakaian dengan baju piyamaku, lalu aku menuju ke pembaringan, tiba-tiba terdengar rintihan-rintihan yang aneh dari kamar sebelah. Aku jadi penasaran karena suara itu sempat membuatku takut, kucoba memberanikan diri untuk mengintip kamar sebelah karena kebetulan ada celah udara antara kamarku dengan kamar pramugari itu, walaupun ditutup triplek aku mencoba untuk melobanginya, kuambil meja agar aku dapat menjangkau lubang udara yang tertutup triplek itu.

Lalu pelan pelan kutusukan gunting tajam agar triplek itu berlobang, betapa terkejutnya aku ketika kulihat pemandangan di kamar sebelahku. Aku melihat Tante Maria menindih seorang wanita yang kelihatan lebih tinggi, berkulit putih, dan berambut panjang, mereka berdua dalam keadaan bugil, lampu kamarnya tidak dipadamkan sehingga aku dapat melihat jelas Tante Maria sedang berciuman bibir dengan wanita itu yang mungkin pramugari itu. Ketika Tante Maria menciumi lehernya, aku dapat melihat wajah pramugari itu, dan ia sangat cantik wajahnya bersih dan mempunyai ciri khas seorang keturunan ningrat. Ternyata pramugari itu juga terkena rayuan Tante Maria, ia memang sangat mahir membuat wanita takluk kepadanya, dengan sangat hati-hati Tante Maria menjilati leher dan turun terus ke bawah. Bibir pramugari itu menganga dan mengeluarkan desahan-desahan birahi yang khas, wajahnya memerah dan matanya tertutup sayu menikmati kebuasan Tante Maria menikmati tubuhnya itu. Tangan Tante Maria mulai memilin puting payudara pramugari itu, sementara bibirnya menggigit kecil puting payudara sebelahnya. Jantungku berdetak sangat kencang sekali menikmati adegan itu, belum pernah aku melihat adegan lesbianisme secara langsung, walaupun aku pernah merasakannya. Dan ini membuat libidiku naik tinggi sekali, aku tak tahan berdiri lama, kakiku gemetaran, lalu aku turun dari meja tempat aku berpijak, walau aku masih ingin menyaksikan adegan mereka berdua.

Dadaku masih bergemuru. Entah mengapa aku juga ingin mengalami seperti yang mereka lakukan. Kupegangi liang vaginaku, dan kuraba klitorisku, seiring erangan-erangan dari kamar sebelah aku bermasturbasi sendiri. Tangan kananku menjentik-jentikan klitorisku dan tangan kiriku memilin-milin payudaraku sendiri, kubayangkan Tante Maria mencumbuiku dan aku membayangkan juga wajah cantik pramugari itu menciumiku, dan tak terasa cairan membasahi tanganku, walaupun aku belum orgasme tapi tiba-tiba semua gelap dan ketika kubuka mataku, matahari pagi sudah bersinar sangat terang.

Aku mandi membersihkan diriku, karena tadi malam aku tidak sempat membersihkan diriku. Aku keluar kamar dan kulihat mereka berdua sedang bercanda di sofa. Ketika aku datang mereka berdua diam seolah kaget dengan kehadiranku. Tante Maria memperkenalkan pramugari itu kepadaku,
"Rus, kenalkan ini pramugari kamar sebelahmu."
Kusorongkan tangan kepadanya untuk berjabat tangan dan ia membalasnya,
"Hai, cantik namaku Vera, namamu aku sudah tahu dari Ibu Kos, semoga kita dapat menjadi teman yang baik."
Kulihat sinar matanya sangat agresif kepadaku, wajahnya memang sangat cantik, membuatku terpesona sekaligus iri kepadanya, ia memang sempurna. Aku menjawab dengan antusias juga,
"Hai, Kak, kamu juga cantik sekali, baru pulang tadi malam."
Dan ia mengangguk kepala saja, aku tak tahu apa lagi yang diceritakan Tante Maria kepadanya tentang diriku, tapi aku tak peduli kami beranjak ke meja makan. Di meja makan sudah tersedia semua masakan yang dihidangkan oleh Tante Maria, kami bertiga makan bersama. Kurasakan ia sering melirikku walaupun aku juga sesekali meliriknya, entah mengapa dadaku bergetar ketika tatapanku beradu dengan tatapannya.

Tiba-tiba Tante Maria memecahkan kesunyian,
"Hari ini Tante harus menjenguk saudara Tante yang sakit, dan bila ada telpon untuk Tante atau dari suami Tante, tolong katakan Tante ke rumah Tante Diana."
Kami berdua mengangguk tanda mengerti, dan selang beberapa menit kemudian Tante Maria pergi menuju rumah saudaranya. Dan tinggallah aku dan Vera sang pramugari itu, untuk memulai pembicaraan aku mengajukan pertanyaan kepadanya,
"Kak Vera, rupanya sudah kos lama disini."
Dan Vera pun menjawab, "Yah, belum terlalu lama, baru setahun, tapi aku sering bepergian, asalku sendiri dari kota "Y", aku kos disini hanya untuk beristirahat bila perusahaan mengharuskan aku untuk menunggu shift disini."
Aku mengamati gaya bicaranya yang lemah lembut menunjukan ciri khas daerahnya, tubuhnya tinggi semampai. Dari percakapan kami, kutahu ia baru berumur 26 tahun. Tiba-tiba ia menanyakan hubunganku dengan Tante Maria. Aku sempat kaget tetapi kucoba menenangkan diriku bahwa Tante Maria sangat baik kepadaku. Tetapi rasa kagetku tidak berhenti disitu saja, karena Vera mengakui hubungannya dengan Tante Maria sudah merupakan hubungan percintaan.

Aku pura-pura kaget,
"Bagaimana mungkin kakak bercinta dengannya, apakah kakak seorang lesbian," kataku.
Vera menjawab, "Entahlah, aku tak pernah berhasil dengan beberapa pria, aku sering dikhianati pria, untung aku berusaha kuat, dan ketika kos disini aku dapat merasakan kenyamanan dengan Tante Maria, walaupun Tante Maria bukan yang pertama bagiku, karena aku pertama kali bercinta dengan wanita yaitu dengan seniorku."
Kini aku baru mengerti rahasianya, tetapi mengapa ia mau membocorkan rahasianya kepadaku aku masih belum mengerti, sehingga aku mencoba bertanya kepadanya,
"Mengapa kakak membocorkan rahasia kakak kepadaku."
Dan Vera menjawab, "Karena aku mempercayaimu, aku ingin kau lebih dari seorang sahabat."
Aku sedikit kaget walaupun aku tahu isyarat itu, aku tahu ia ingin tidur denganku, tetapi dengan Vera sangat berbeda karena aku juga ingin tidur dengannya. Aku tertunduk dan berpikir untuk menjawabnya, tetapi tiba-tiba tangan kanannya sudah menyentuh daguku.

Ia tersenyum sangat manis sekali, aku membalas senyumannya. Lalu bibirnya mendekat ke bibirku dan aku menunggu saat bibirnya menyentuhku, begitu bibirnya menyentuh bibirku aku rasakan hangat dan basah, aku membalasnya. Lidahnya menyapu bibirku yang sedkit kering, sementara bibirku juga merasakan hangatnya bibirnya. Lidahnya memasuki rongga mulutku dan kami seperti saling memakan satu sama lain. Sementara aku fokus kepada pagutan bibirku, kurasakan tangannya membuka paksa baju kaosku, bahkan ia merobek baju kaosku. Walau terkejut tapi kubiarkan ia melakukan semuanya, dan aku membalasnya kubuka baju dasternya. Ciuman bibir kami tertahan sebentar karena dasternya yang kubuka harus dibuka melewati wajahnya.

Kulihat Bra hitamnya menopang payudaranya yang lumayan besar, hampir seukuran denganku tetapi payudaranya lebih besar. Ketika ia mendongakkan kepalanya tanpa menunggu, aku cium leher jenjangnya yang sexy, sementara tanggannya melepas bra-ku seraya meremas-remas payudaraku. Aku sangat bernafsu saat itu aku ingin juga merasakan kedua puting payudaranya. Kulucuti Bra hitamnya dan tersembul putingnya merah muda tampak menegang, dengan cepat kukulum putingnya yang segar itu. Kudengar ia melenguh kencang seperti seekor sapi, tapi lenguhan itu sangat indah kudengar. Kunikmati lekuk-lekuk tubuhnya, baru kurasakan saat ini seperti seorang pria, dan aku mulai tak dapat menahan diriku lalu kurebahkan Vera di sofa itu. Kujilati semua bagian tubuhnya, kulepas celana dalamnya dan lidahku mulai memainkan perannya seperti yang diajarkan Tante Maria kepadaku. Entah karena nafsuku yang menggebu sehingga aku tidak jijik untuk menjilati semua bagian analnya. Sementara tubuh Vera menegang dan Vera menjambak rambutku, ia seperti menahan kekuatan dasyat yang melingkupinya.

Ketika sedang asyik kurasakan tubuh Vera, tiba-tiba pintu depan berderit terbuka. Spontan kami berdua mengalihkan pandangan ke kamar tamu, dan Tante Maria sudah berdiri di depan pintu. Aku agak kaget tetapi matanya terbelalak melihat kami berdua berbugil. Dijatuhkannya barang bawaannya dan tanpa basa-basi ia membuka semua baju yang dikenakannya, lalu menghampiri Vera yang terbaring disofa. Diciuminya bibirnya, lalu dijilatinya leher Vera secara membabi buta, dan tanggannya yang satu mencoba meraihku. Aku tahu maksud Tante Maria, kudekatkan wajahku kepadanya, tiba-tiba wajahnya beralih ke wajahku dan bibirnya menciumi bibirku. aku membalasnya, dan Vera mencoba berdiri kurasakan payudaraku dikulum oleh lidah Vera. Aku benar-benar merasakan sensasi yang luar biasa kami bercinta bertiga. Untung waktu itu hujan mulai datang sehingga lingkungan mulai berubah menjadi dingin, dan keadaan mulai temaram. Vera kini melampiaskan nafsunya menjarah dan menikmati tubuhku, sementara aku berciuman dengan Tante Maria. Vera menghisap klitorisku, aku tak tahu perasaan apa pada saat itu. Setelah mulut Tante Maria meluncur ke leherku aku berteriak keras seakan tak peduli ada yang mendengar suaraku. Aku sangat tergetar secara jiwa dan raga oleh kenikmatan sensasi saat itu.

Kini giliranku yang dibaringkan di sofa, dan Vera masih meng-oral klitorisku, sementara Tante Maria memutar-mutarkan lidahnya di payudaraku. Akupun menjilati payudara Tante Maria yang sedikit kusut di makan usia, kurasakan lidah-lidah mereka mulai menuruni tubuhku. Lidah Vera menjelejah pahaku dan lidah Tante Maria mulai menjelajah bagian sensitifku. Pahaku dibuka lebar oleh Vera, sementara Tante Maria mengulangi apa yang telah dilakukan Vera tadi, dan kini Vera berdiri dan kulihat ia menikmati tubuh Tante Maria. Dijilatinya punggung Tante Maria yang menindihku dengan posisi 69, dan Vera menelusuri tubuh Tante Maria. Tetapi kemudian ia menatapku dan dalam keadaan setengah terbuai oleh kenikmatan lidah Tante Maria. Vera menciumi bibirku dan aku membalasnya juga, hingga tak terasa kami berjatuhan dilantai yang dingin. Aku sangat lelah sekali dikeroyok oleh mereka berdua, sehingga aku mulai pasif. Tetapi mereka masih sangat agresif sekali, seperti tidak kehabisan akal Vera mengangkatku dan mendudukan tubuhku di kedua pahanya, aku hanya pasrah. Sementara dari belakang Tante Maria menciumi leherku yang berkeringat, dan Vera dalam posisi berhadapan denganku, ia menikmatiku, menjilati leherku, dan mengulum payudaraku. Sementara tangan mereka berdua menggerayangi seluruh tubuhku, sedangkan tanganku kulingkarkan kebelakang untuk menjangkau rambut Tante Maria yang menciumi tengkuk dan seluruh punggungku.

Entah berapa banyak rintihan dan erangan yang keluar dari mulutku, tetapi seakan mereka makin buas melahap diriku. Akhirnya aku menyerah kalah aku tak kuat lagi menahan segalanya aku jatuh tertidur, tetapi sebelum aku jatuh tertidur kudengar lirih mereka masih saling menghamburkan gairahnya. Saat aku terbangun adalah ketika kudengar dentang bel jam berbunyi dua kali, ternyata sudah jam dua malam hari. Masih kurasakan dinginnya lantai dan hangatnya kedua tubuh wanita yang tertidur disampingku. Aku mencoba untuk duduk, kulihat sekelilingku sangat gelap karena tidak ada yang menyalakan lampu, dan kucoba berdiri untuk menyalakan semua lampu. Kulihat baju berserakan dimana-mana, dan tubuh telanjang dua wanita masih terbuai lemas dan tak berdaya. Kuambilkan selimut untuk mereka berdua dan aku sendiri melanjutkan tidurku di lantai bersama mereka. Kulihat wajah cantik Vera, dan wajah anggun Tante Maria, dan aku peluk mereka berdua hingga sinar matahari datang menyelinap di kamar itu.

Pagi datang dan aku harus kembali pergi kuliah, tetapi ketika mandi seseorang mengetuk pintu kamar mandi dan ketika kubuka ternyata Vera dan Tante Maria. Mereka masuk dan di dalam kamar mandi kami melakukan lagi pesta seks ala lesbi. Kini Vera yang dijadikan pusat eksplotasi, seperti biasanya Tante Maria menggarap dari belakang dan aku menggarap Vera dari depan. Semua dilakukan dalam posisi berdiri. Tubuh Vera yang tinggi semampai membuat aku tak lama-lama untuk berciuman dengannya aku lebih memfokuskan untuk melahap buah dadanya yang besar itu. Sementara tangan Tante Maria membelai-belai daerah sensitif Vera. Dan tanganku menikmati lekuk tubuh Vera yang memang sangat aduhai. Percintaan kami dikamar mandi dilanjutkan di ranjang suami Tante Maria yang memang berukuran besar, sehingga kami bertiga bebas untuk berguling, dan melakukan semua kepuasan yang ingin kami rengkuh. Hingga pada hari itu aku benar-benar membolos masuk kuliah.

Hari-hari berlalu dan kami bertiga melakukan secara berganti-ganti. Ketika Vera belum bertugas aku lebih banyak bercinta dengan Vera, tetapi setelah seminggu Vera kembali bertugas ada ketakutan kehilangan akan dia. Mungkin aku sudah jatuh cinta dengan Vera, dan ia pun merasa begitu. Malam sebelum Vera bertugas aku dan Vera menyewa kamar hotel berbintang dan kami melampiaskan perasaan kami dan benar-benar tanpa nafsu. Aku dan Vera telah menjadi kekasih sesama jenis. Malam itu seperti malam pertama bagiku dan bagi Vera, tanpa ada gangguan dari Tante Maria. Kami bercinta seperti perkelahian macan yang lapar akan kasih sayang, dan setelah malam itu Vera bertugas di perusahaan maskapai penerbangannya ke bangkok.

Entah mengapa kepergiannya ke bandara sempat membuatku menitikan air mata, dan mungkin aku telah menjadi lesbian. Karena Vera membuat hatiku dipenuhi kerinduan akan dirinya, dan aku masih menunggu Vera di kos Tante Maria. Walaupun aku selalu menolak untuk bercinta dengan Tante Maria, tetapi saat pembayaran kos, Tante Maria tak ingin dibayar dengan uang tetapi dengan kehangatan tubuhku di ranjang. Sehingga setiap satu bulan sekali aku melayaninya dengan senang hati walaupun kini aku mulai melirik wanita lainnya, dan untuk pengalamanku selanjutnya kuceritakan dalam kesempatan yang lain.

Rahasiaku

Selasa, 11 Januari 2011 Category : , , 0

Ceritaku berawal dari tahun 2000 ketika aku berkuliah di Universitas Swasta terkemuka di kota "S". Usiaku saat itu adalah 20 tahun, tapi aku belum mempunyai pacar. Bukan berarti aku tidak laku tapi aku bingung memilih pilihan yang tepat untukku. Semula aku mengontrak sebuah rumah dengan teman-teman sedaerahku, tapi setelah beberapa bulan aku tidak mengalami kecocokan dengan mereka, sehingga aku putuskan untuk mencari kos. Dengan bantuan beberapa teman yang naksir aku, aku mendapatkan kos dengan cepat dan sesuai dengan keinginanku.

Aku merasa betah di kosku yang baru, disamping ada kamar mandi dan dapur di dalam, Ibu Kosnya juga amat baik, di tempat kosku hanya ada dua orang yang kos disitu, seorang pramugari dan aku sendiri. Tempat itu seperti rumah sendiri, karena aku mendapat kebebasan untuk memanfaatkan semua fasilitas di tempat tersebut. Hal ini terjadi karena Ibu Kosku tidak mempunyai anak, dan suaminya seorang pedagang yang sering bepergian keluar kota, sedangkan penghuni kos lainnya sering tidak ada di tempat kos karena seorang pramugari yang sering keluar negeri. Sehingga di tempat tersebut hanya ada aku dan Ibu Kos, Ibu Kosku bernama Tante Maria. Menurut ceritanya ia berusia 45 tahun, walaupun begitu ia terlihat masih anggun dengan sedikit kerutan diwajahnya yang dimakan usia. Ia masih sering melakukan senam kebugaran untuk menjaga otot-ototnya, karena ia sudah mengalami obesitas dan perutnya sudah membuncit, sehingga ia rajin melakukan senam setiap pagi.

Menurutku ia begitu baik padaku, aku sering dibuatkan makanan yang enak-enak dan kebetulan sekali aku dapat mengirit keuanganku. Kami sering menonton TV bersama, bahkan ia sering memuji kecantikanku. Katanya aku mirip sekali dengan Shanen Doherti yang sering ia tonton dalam film berjudul "Charmed" tentang keluarga penyihir. Aku sangat tersanjung dengan pujiannya tetapi lama kelamaam ada suatu keanehan yang kurasakan ketika ia mulai memuji keindahan tubuhku ketika aku memakai baju ketat atau hanya memakai tank top saja. Ia juga sering memandangi tubuhku ketika aku memakai baju santai di rumah. Sering aku merasa diperhatikan ketika aku makan bersama dengannya atau menonton TV bersama dengannya.

Karena aku mulai risih aku mencoba berani bertanya walau aku juga merasa sungkan untuk melakukannya. Ketika itu aku memakai baju senamku yang baru kubeli, aku sengaja untuk memancingnya. Baju senam itu sangat sexy untukku, aku sengaja memakainya tanpa tambahan busana apapun sehingga terlihat lekuk-lekuk tubuhku. Ketika ia melihatku aku sungguh terkejut karena ia memandangku seperti pandangan seorang pria kepada wanitanya. Matanya menjelajah seluruh tubuhku, saat itulah aku ada keberanian untuk bertanya,

"Tante, mengapa memandangiku seperti itu!"

Pertanyaan itu membuatnya kaget, ia pura-pura mengerjakan sesuatu dan seolah tak mendengarkanku. Aku berjalan ke depannya dan sekali lagi ia melihatku dengan terpesona. Tapi kali ini ia mengatakan sesuatu bahwa aku sangat cantik sekali, dan ia sangat kagum dengan kecantikan dan keindahan tubuhku. Saat itu aku merasakan darahku mengumpul semua di kepalaku, entah malu atau risih, aku pun tak tahu. Ketika aku masih terbengong ia berdiri dan menghampiriku sehingga jarak kami sangat dekat sekali. Wajahnya sudah berada hanya beberapa centi di depanku. Tante Maria menatapku, matanya menusuk kedalam jiwaku, kurasakan getaran keibuan dalam matanya. Dan ia berkata,

"Rus, aku membutuhkanmu, aku sangat menginginkanmu."

Kakiku terasa lemah dan bergetar karena aku tak pernah merasakan hal itu dari teman-teman priaku yang mencoba merayuku.

"Tante, mengapa berkata demikian," kucoba sepatah kata untuk menutupi kelemahanku.
Tetapi Tante Maria berbalik bertanya,
"Maukah menjadi orang yang kucintai."

Aku lemas dan tak berdaya aku seperti patung dan tak ada sepatah katapun yang sanggup kukeluarkan. Kurasakan bibirnya menyentuh bibirku. Aku diam saja ketika lidahnya mulai masuk ke dalam mulutku. Kurasakan tangannya yang lembut menyentuh dan membelai diriku. Tante Maria mulai mendekapku dengan caranya yang profesional. Aku merasakan sensasi yang aneh dalam diriku, karena aku memang belum pernah dicium oleh siapapun atau belum pernah bercinta.

Saat itu aku berada dalam dekapan wanita yang jauh lebih tua dariku dan lalu bibirnya mulai menari di bibirku, aku memberontak walau tak terlalu kuat pemberontakanku. Kucoba melepaskan bibirnya dari bibirku, tapi ia semakin mendekapku, mencengkeramku, dan lidahnya makin liar memainkan lidahku, hingga aku sesak dan tak bisa bernapas. Kucoba mendorongnya tapi tangannya makin merajalela meremas semua tubuhku yang sintal, dan akhirnya aku berhenti memberontak. Kucoba merasakan sensasi luar biasa ini, kupejamkan mataku. Entah mengapa keberanianku muncul untuk mencoba hal yang baru. Aku mulai membalas pagutan bibirnya, kuikuti kemana arah lidahnya menari, dan akhirnya aku mulai belajar darinya. Tangannya menjelajah di seluruh tubuhku, dengan baju senam yang kukenakan. Tangan Tante Maria sangat mudah mencapai tempat-tempat sensitifku, aku mulai terbawa dalam kehangatannya.

Aku sandarkan tanganku di bahunya agar aku tidak terjatuh, dan ia mulai meremas-remas kedua daging kenyal dadaku. Aku sangat kelabakan ternyata ia begitu bernafsu, pantatku juga diremas-remas olehnya, aku seperti mainan boneka barunya.

Entah mengapa aku pasrah dan menyerahkan tubuhku padanya, mungkin didukung oleh suasana malam sehabis hujan, dan kesunyian dirumah itu. Lidahnya mulai menciumi leherku yang jenjang, tangan-tanganya berusaha membuka pakaian senam yang aku pakai. Kurasakan pakaian senamku dibuka dengan sangat paksa, hingga kurasakan dingin disekujur tubuhku. Aku tak kuasa menahan beban tubuhku sendiri, ketika lidahnya mulai menari-nari di dadaku. Aku terjatuh tetapi dengan kelihaian Tante Maria aku ditopangnya, kedua tangannya memegang punggungku, sehingga aku mendongakkan wajahku ke belakang membentuk setengah lingkaran. Sehingga dengan leluasa giginya mencabik Bra-ku dengan mudah, dan setelah itu dingin udara malam dan kenikmatan kurasakan ketika lidahnya memilin putingku yang sudah menegang.

"Oh.. Tante, oh.. Tante," hanya kata-kata itulah yang kuucapkan berkali-kali sembari mendesah nikmat, sedangkan Tante Maria menikmati tubuhku seperti gula-gula. Sedangkan tangannya asyik bereksplorasi menjelajah daerah sensitifku, dan ia sangat mahir membuat kejutan-kejutan yang membangkitkan libidoku.

Tiba-tiba Bel berbunyi berkali-kali, sempat Tante Maria berhenti. Aku sempat merasa kesal tetapi juga terselamatkan. Tiba-tiba ia berkata,
"Sayang, apa yang ingin kaulakukan?" wajahnya menyemburatkan pengertian berbagai arti, aku berdiri.
"Tante, sebaiknya melihat ke depan, seandainya itu teman priaku katakan aku pergi entah kemana", dan ia setuju lalu merapikan rambutnya yang acak-acakan dan menuju kamar tamu.
Gairahku masih menyala tapi entah aku ingin menyudahinya. Lalu aku menuju kekamarku, aku sedikit merasa jijik memandangiku di cermin. Tapi sepertinya aku tak ingin melewatkan pengalaman ini dengannya. Aku kekamar mandi untuk membersihkan tubuhku, entah mengapa gairahku menurun lagi.

Aku seperti malu sendiri, lalu kututup dan kukunci pintu kamar mandi. Kusiram seluruh tubuhku dengan air dingin yang menyegarkan. Masih terasa lidahnya yang menari-nari di payudaraku yang berukuran 34C ini. Selesai mandi kulilitkan handuk di tubuhku, kudengar diluar ada sebuah percakapan antara Tante Maria dan seorang pria. Kukenakan bajuku dan aku keluar, seorang pria berambut putih dan sedikit berwibawa, Tante Maria memperkenalkan aku pada pria tersebut,
"Daniel ini anak kos baru namanya Rus, ia kuliah di sini."
"Ehm ya semoga kerasan ya disini, anggap saja rumah sendiri, aku suami Ibu Kosmu, yah silahkan istirahat," kata Pria itu yang bernama Daniel.

Aku segera bergegas ke kamarku. Aku masih teriang-iang peristiwa tadi bersama Tante Maria, kini ia dengan suaminya. Tapi sepertinya aku sangat lega suaminya datang tapi aku juga sedikit kesal. Aku mencoba untuk menutup mataku walau rasanya belum mengantuk.

Jam dua malam aku terbangun dan terasa kering sekali di tenggerokanku. Aku kedapur luar mengambil air dingin dari kulkas yang letaknya tak jauh dari kamarku. Suasana sangat sepi "Mungkin mereka sudah tertidur dari tadi" pikirku. Aku meminum air dingin dan terasa kelegaan menyelimuti, dan aku kembali kekamar. Ketika aku menutup pintu kamar betapa terkejutnya aku,
tiba-tiba dari belakang tangan-tangan halus mencengkeramku dan menarik tubuhku ke dalam pelukan seorang wanita.

"Rus, aku sangat mencintaimu, maukah kau menemaniku malam ini," suaranya sangat merdu dan lembut di telingaku.
"Tante Maria, kau mengagetkanku saja, bagaimana kau.." belum selesai aku bicara ia memotong pembicaraanku dan berkata,
"Aku menyelinap keluar dan masuk kamarmu ketika pintu kamarmu terbuka, aku ingin menemanimu malam ini, aku ingin dekat denganmu malam ini, Rus sayang."

Pada saat itu juga lidahnya menjilati telingaku dari belakang, aku sedikit geli tapi aku membiarkannya. Ia mulai membuka daster tipis yang menutupi tubuhku secara perlahan-lahan, semula aku tahan agar ia tak membuka dasterku, tapi karena keahliannya. Ia menjilati tengkukku hingga aku tak berdaya, dan akhirnya aku pasrah dihadapannya. Lidahnya bergerilya di punggungku sambil membuka Dasterku. Kupandangi cermin yang besar di sampingku, kulihat aku dan seorang wanita tengah baya melakukan sesuatu yang tak pernah aku bayangkan sebelumnya. Dalam hati aku berkata aku sudah menjadi seorang Lesbian, tapi tidak aku hanya ingin berexperimen dengannya, kataku dalam hatiku.

Malam itu begitu sunyi, hanya suara jangkrik dan desahan nafasku yang tak tak tertahankan dari gempuran nafsu Tante Maria, ia menjilati pantatku, menyusuri pahaku yang indah dan berisi, lidahnya tak henti-hentinya berputar-putar, membuatku lemas dan tak berdaya.

"Tante, aku tak tahan berdiri"

Aku menjatuhkan tubuhku, dan Tante Maria menangkapku walau ia sudah tua tapi ia cukup kuat menggendongku dengan berat badanku yang hanya 45 kg ini menuju ke kasur kenikmatannya.
Ia membaringkanku, dengan sikap pasrah kurentangkan kedua tanganku diatas kepalaku, Tante Maria tersenyum senang, dan ia membuka dasternya sendiri. Payudara sudah sedikit keriput dan bergelambir, perutnya sedikit membuncit. Lalu ia membelai rambutku, membelai wajahku dengan sangat manja, seraya berkata,

"Aku bersyukur, sayang, aku sangat bahagia malam ini, sayang"

Aku terdiam dan membalas senyumnya. Ia mencium bibirku dengan dasyat pada saat yang cepat. Tante Maria menindihku, memagut bibirku, kurasakan hangat tubuhnya berpacu dengan birahinya. Aku lebarkan selangkanganku dan kedua kakiku melilit tubuhnya. Aku pun membalas ciuman bibirnya, kami berciuman gaya prancis dengan memasukan lidah masing-masing kedalam mulut.

Lalu bibirnya mulai berpetualang ke leherku, lalu memutar-mutar di kedua puting payudaraku yang sudah menegang. Walau udara saat itu dingin karena AC di ruangan, tapi kurasakan keringat yang membasahi kami sangat banyak.

"Oh.. yah.., ba..gus.."

Birahiku mulai berkobar lagi, terlebih ketika lidahnya mulai meluncur ke pusar dan liang pussyku. Tangannya memilin kedua putingku, benar-benar pengalaman yang luar biasa, entah bagaimana rasanya aku seperti ingin pipis tapi tak bisa. Lidahnya memainkan klitorisku, dan mengacak-ngacak seluruh bulu kemaluanku, semua ototku menegang, dan aku mengerang kencang. Sepertinya Tante Maria tak peduli dengan eranganku ia bahkan semakin membabi buta memainkan lidahnya. Akhirnya kurasakan cairan keluar dari pussyku, tapi lidahnya tak berhenti disitu saja, pahaku dan seluruh kaki yang jenjang juga dimakannya.

Lalu ia berdiri di atas kasur berjalan mendekati wajahku dan menyodorkan payudaranya yang sudah berkeriput, tapi aku mengulumnya juga dan tangannya tak henti-hentinya bermain di klitorisku. Aku juga ingin sedasyat ia walaupun aku masih canggung untuk melakukan ini-itu. Tapi birahiku berkata lain aku mulai menjilati seluruh tubuhnya juga dan ia juga menjilati tubuhku. Tubuh kami saling terkunci, hingga kemudia kami. berada pada posisi 69.

Kurasakan klitorisnya sangat aneh bagiku, tapi karena keahliannya aku tak peduli kami saling memuaskan nafsu birahi kami, yang kudengar hanya erangan suara kecipak air yang membasahi masing masing pussy kami, dan aku kaget ketika cairan itu keluar. Semula jijik tapi aku sudah dilingkupi birahi yang memuncak, sehingga aku nikmati semuanya, dan akhirnya aku mencapai orgasme duluan. Lalu aku lemas dan ia masih menjilati tubuhku, dalam keadaan lemas itu ia menindihku dan melakukan tribadisme yaitu mengesek-gesekan seluruh tubuh ke tubuh lawan untuk mencapai kepuasan. Aku sedikit terpejam ketika ia melakukan itu, terasa hangat dan lelah aku tertidur hingga tak terasa matahari telah bersinar menembus kamar kami.

Kulihat Tante Maria masih terlelap, banyak bercak di sana sini. Aku amat lemas tulangku seperti patah-patah, tapi pengalaman tadi malam memang luar biasa, dan aku sadar ada suaminya di rumah ini. Aku cepat-cepat membangunkan Tante Maria, ketika Tante Maria sudah mulai membuka matanya maka kubisikan sebuah kata,

"Tante, kau hebat tadi malam, tapi ini sudah pagi hari dan suamimu sudah menunggumu."

Tante Maria tidak segera bangun bahkan ia memelukku dan berkata,

"Suamiku kelelahan ia akan bangun kesiangan, jadi jangan khawatir."

Ketika ia akan menciumku aku menolaknya dengan alasan aku harus masuk kuliah pagi ini, walau bagaimanapun Tante Maria memperlakukanku seperti kekasihnyanya. Kami makan berdua satu piring, dan saling menukarkan makan di bibir. Aku merasakan ia kekasihku walaupun aku sudah jauh melangkah tapi aku tetap menjaga diriku sebagai seorang gadis heteroseksual. Ada satu hal yang aku suka dari hubungan kami berdua, aku dapat melakukan dengan aman tanpa ada akibat kehamilan, dan rahasia kami akan terjaga selamanya.

Begitulah hubungan kami selanjutnya yaitu dengan membeli alat dildo yang kami beli dari internet dan kami melakukan setiap kami siap untuk melakukanya, dengan tanpa sepengetahuan suaminya. Terkadang di saat seusai makan malam, ketika mandi. Kekhawatiranku hanya aku takut berubah orientasi seksualku menjadi lesbian.

Entah bagaimana lalu aku memutuskan untuk meninggalkannya, mencari tempat kos yang baru atau memohon pengertiannya untuk tidak melakukannya lagi, tapi Tante Maria malah menangis dan memohon untuk tidak meninggalkannya selama aku masih kuliah, dan menjamin tidak akan mengganggunya. Entah mengapa aku menurut, dan ia memenuhi janjinya selama beberapa minggu kami tak bercinta lagi, hingga suatu saat dimana ada kejadian lain yang akan kami sampaikan dalam cerita selanjutnya.

Jude, Guru Privateku

Category : , 0

Memiliki rupa yang cantik tidak selamanya menguntungkan. Memang banyak lelaki yang tertarik, atau mungkin hanya sekedar melirik. Ada kalanya wajah menentukan dalam mendapatkan posisi di suatu pekerjaan. Atau bahkan wajah dapat dikomersiilkan pula.

Tapi aku tidak pernah mengharapkan wajah yang cantik seperti yang kumiliki saat ini. Aku juga tidak pernah menghendaki tinggi badan 163 centimeter dengan berat 52 kilogram. Tidak juga kulit putih merona dengan dada ukuran 36B. Tidak! Sungguh, semua itu justru membawa bencana bagiku.

Bagaimana tidak bencana. Karena postur tubuh dan wajah yang bisa dinilai delapan, aku beberapa kali mengalami percobaan pemerkosaan. Paling awal ketika aku masih duduk di bangku esempe kelas tiga. Aku hampir saja diperkosa oleh salah seorang murid laki-laki di toilet. Murid laki-laki yang ternyata seorang alkoholik itu kemudian dikeluarkan secara tidak hormat dari sekolah. Tapi akupun akhirnya pindah sekolah karena masih trauma.

Di sekolah yang baru pun aku tak bisa tenang karena salah seorang satpamnya sering menjahilin aku. Kadang menggoda-goda, bahkan pernah sampai menyingkap rokku ke atas dari belakang. Sampai pada puncaknya, aku digiring ke gudang sekolah dengan alasan dipanggil oleh salah seorang guru. Untung saja waktu itu seorang temanku tahu gelagat tak beres yang tampak dari si Satpam brengsek itu. Ia dan beberapa teman lain segera memanggil guru-guru ketika aku sudah mulai terpojok. Aku selamat dan satpam itu meringkuk sebulan di sel pengap.

Dua kali menjadi korban percobaan pemerkosaan, orang tuaku segera mengadakan upacara ruwatan. Walaupun papa mamaku bukan orang Jawa tulen (Tionghoa), tapi mereka percaya bahwa upacara ruwatan bisa menolak bahaya.

Selama dua tahun aku baik-baik saja. Tak ada lagi kejadian percobaan pemerkosaan atas diriku. Hanya kalau colak-colek sih memang masih sering terjadi, tapi selama masih sopan tak apalah. Tapi ketika aku duduk di bangku kelas tiga esemu. Kejadian itu terulang lagi. Teman sekelasku mengajakku berdugem ria ke diskotik. Aku pikir tak apalah sekali-kali, biar nggak kuper. Ini kan Jakarta, pikirku saat itu. Aku memang tak ikut minum-minum yang berbau alkohol, tapi aku tak tahu kalau jus jeruk yang aku pesan telah dimasuki obat tidur oleh temanku itu. Waktu dia menyeretku ke mobilnya aku masih sedikit ingat. Waktu dia memaksa menciumku aku juga masih ingat. Lalu dengan segala kekuatan yang tersisa aku berusaha berontak dan menjerit-jerit minta tolong. Aku kembali beruntung karena suara teriakanku terdengar oleh security diskotik yang kemudian datang menolongku.

Sejak itu aku merasa tak betah tinggal di Jakarta. Akhirnya aku segera dipindahkan ke Yogyakarta, tinggal bersama keluarga tanteku sambil terus melanjutkan sekolah. Awalnya ketenangan mulai mendatangiku. Hidupku berjalan secara wajar lurus teratur. Tanpa ada gangguan yang berarti, apalagi gangguan kejiwaan tentang trauma perkosaan. Aku sibuk sekolah dan juga ikutan les privat bahasa Inggris.

Tapi memasuki bulan kelima peristiwa itu benar-benar terjadi. Aku benar-benar diperkosa. Dan yang lebih kelewat batas. Bukannya lelaki yang memperkosaku, tapi wanita. Yah, aku diperkosa lesbian!! Dan lebih menyakitkan, yang melakukannya adalah guru privatku sendiri. Namanya Jude Kofl. Umurnya 25 tahun, tujuh tahun diatasku. Ia orang Wales yang sudah tujuh tahun menetap di Indonesia. Jadi Jude, begitu aku memanggilnya, cukup fasih berbahasa Indonesia. Jude tinggal tak sampai satu kilometer dari tempatku tinggal. Aku cukup berjalan kaki jika ingin ke rumah kontrakannya.

Kejadian itu bermula pada saat aku datang untuk les privat ke tempat Jude. Kadangkala aku memang datang ke tempat Jude kalau aku bosan belajar di rumahku sendiri, itupun kami lakukan dengan janjian dulu. Sebelum kejadian itu aku tidak pernah berpikiran macam-macam ataupun curiga kepada Jude. Sama sekali tidak! Memang pernah aku menangkap basah Jude yang memandangi dadaku lekat-lekat, pernah juga dia menepuk pantatku. Tapi aku kira itu hanya sekedar iseng saja.

Siang itu aku pergi ke tempat Jude. Ditengah jalan tiba-tiba hujan menyerang bumi. Aku yang tak bawa payung berlari-lari menembus hujan. Deras sekali hujan itu sampai-sampai aku benar-benar basah kuyup. Sampai di rumah Jude dia sudah menyongsong kedatanganku. Heran aku karena Jude masih mengenakan daster tipis tak bermotif alias polos. Sehingga apa yang tersimpan di balik daster itu terlihat cukup membayang. Lebih heran lagi karena Jude menyongsongku sampai ikut berhujan-hujan.

"Aduh Mel, kehujanan yah? Sampai basah begini.." sambutnya dengan dialek Britishnya.
"Jude, kenapa kamu juga ikut-ikutan hujan-hujanan sih, jadi sama-sama basah kan."
"Nggak apa-apa nanti saya temani you sama-sama mengeringkan badan."

Kami masuk lewat pintu garasi. Jude mengunci pintu garasi, aku tak menaruh kecurigaan sama sekali. Bahkan ketika aku diajaknya ke kamar mandinya, aku juga tak punya rasa curiga. Kamar mandi itu cukup luas dengan perabotan yang mahal, walau tak semahal milik tanteku. Di depanku nampak cermin lebar dan besar sehingga tubuh setiap orang yang bercermin kelihatan utuh.

"Ini handuknya, buka saja pakaian you. Aku ambilkan baju kering, nanti you masuk angin."
Jude keluar untuk mengambil baju kering. Aku segera melepas semua pakaianku, kecuali CD dan BH lalu memasukkannya ke tempat pakaian kotor di sudut ruangan.

"Ini pakaiannya,"
Aku terperanjat. Jude menyerahkan baju kering itu tapi tubuh Jude sama sekali tak memakai selembar kain pun. Aku tak berani menutup muka karena takut Jude tersinggung. Tapi aku juga tak berani menatap payudara Jude yang besar banget. Kira-kira sebesar semangka dan nampak ranum banget, tanda ingin segera dipetik. Berani taruhan, milik Jude nggak kalah sama milik si superstar Pamela Anderson.

"Lho kenapa tidak you lepas semuanya?" tanya Jude tanpa peduli akan rasa heranku.
"Jude, kenapa kamu nggak pakai baju kayak gitu sih?"
Jude hanya tersenyum nakal sambil sekali-sekali memandang ke arah dadaku yang terpantul di cermin. Kemudian Jude melangkah ke arahku. Aku jadi was-was, tapi aku takut. Aku kembali teringat pada peristiwa percobaan pemerkosaanku.

Jude berdiri tegak di belakangku dengan senyum mengembang di bibir tipisnya. Jemarinya yang lentik mulai meraba-raba mengerayangi pundakku.
"Jude! Apa-apaan sih, geli tahu!"
Aku menepis tangannya yang mulai menjalar ke depan. Tapi secepat kilat Jude menempelkan pistol di leherku. Aku kaget banget, tak percaya Jude akan melakukan itu kepadaku.

"Jude, jangan main-main!" aku mulai terisak ketakutan.
"It's gun, Mel and I tak sedang main-main. Aku ingin you nurut saja sama aku punya mau." Ujar Jade mendesis-desis di telinga Jade.
"Maumu apa Jude?"
"Aku mau sama ini.. ini juga ha..ha.."
"Auh.."

Seketika aku menjerit ketika Jude menyambar payudaraku kemudian meremas kemaluanku dengan kanan kirinya. Tahulah aku kalau sebenarnya Jude itu sakit, pikirannya nggak waras khususnya jiwa sex-nya. Buah dadaku masih terasa sakit karena disambar jemari Jude. Aku harus berusaha menenangkan Jude.
"Jude ingat dong, aku ini Melinda. Please, lepaskan aku.."
"Oh.. baby, aku bergairah sekali sama you.. oh.. ikut saja mau aku, yah.." Jude mendesah-desah sambil menggosok-gosokkan kewanitaannya di pantatku. Sedangkan buah dadanya sudah sejak tadi menempel hangat di punggungku. Matanya menyipit menahan gelegak birahinya.

"Jude, jangan dong, jangan aku.."
Muka Jude merah padam, matanya seketika terbelalak marah. Nampaknya ia mulai tersinggung atas penolakanku. Ujung pistol itu makin melekat di dekat urat-urat leherku.

"You can choose, play with me or.. you dead!"
Aah.. Dadaku serasa sesak. Aku tak bisa bernafas, apalagi berfikir tenang. Tak kusangka ternyata Jude orang yang berbahaya.
"Okey, okey Jude, do what do you want. Tapi tolong, jangan sakiti aku please.." rintihku membuat Jude tertawa penuh kemenangan.

Wajah wanita yang sebenarnya mirip dengan Victoria Beckham itu semakin nampak cantik ketika kulit pipinya merah merona. Jude meletakkan pistolnya di atas meja. Kemudian dia mulai menggerayangiku.

Jude mulai mencumbui pundakku. Merinding tubuhku ketika merasakan nafasnya menyembur hangat di sekitar leherku, apalagi tangannya menjalar mengusap-usap perutku. Udara dingin karena CD dan BHku yang basah membuatku semakin merinding.

Jemari Jade yang semula merambat di sekitar perut kini naik dan semakin naik. Dia singkapkan begitu saja BHku hingga kedua bukit kembarku itu lolos begitu saja dari kain tipis itu. Setiap sentuhan Jade tanpa sadar aku resapi, jiwaku goyah ketika jari-jari haus itu mengusap-usap dengan lembut. Aku tak tahu kalau saat itu Jade tersenyum menang ketika melihatku menikmati setiap sentuhannya dengan mata tertutup.

"Ah.. ehg.. gimana baby sweety, asyik?" kata Jude sambil meremas-remas kedua buah dadaku.
"Engh.." hanya itu yang bisa aku jawab. Deburan birahiku mulai terpancing.
"Engh.." aku mendongak-dongak ketika kedua puting susuku diplintir oleh Jude "Juude..ohh.."

Aku tak tahan lagi kakiku yang sejak tadi lemas kini tak bisa menyangga tubuhku. Akupun terjatuh ke lantai kamar mandi yang dingin. Jude langsung saja menubrukku setelah sebelumnya melucuti BH dan CDku. Kini kami sama-sama telah telanjang bagai bayi yang baru lahir.

"You cantik banget Mel, ehgh.." Jude melumat bibirku dengan binal.
"Balaslah Mel, hisaplah bibirku."
Aku balas menghisapnya, balas menggigit-gigit kecil bibir Jude. Terasa enak dan berbau wangi. Jude menuntun tanganku agar menyentuh buah dadanya yang verry verry montok. Dengan sedikit gemetar aku memegang buah dadanya lalu meremas-remasnya.

"Ah.. ugh.. Mel, oh.." Jude mendesis merasakan kenikmatan remasan tanganku. Begitupun aku, meletup-letup gairahku ketika Jude kembali meremas dan memelintir kedua bukit kembarku.
"Teruslah Mel, terus .."
Lalu Jude melepaskan ciumannya dari bibirku.
"Agh.. Oh.. Juude.."
Aku terpekik ketika ternyata Jude mengalihkan cumbuannya pada buah dadaku secara bergantian. Buah dadaku rasanya mau meledak.
"Ehg.. No!!" teriakku ketika jemari Jude menelusuri daerah kewanitaanku yang berbulu lebat.
"Come on Girl, enjoy this game. Ini masih pemanasan honey.."

Pemanasan dia bilang? Lendir vaginaku sudah mengucur deras dia bilang masih pemanasan. Rasanya sudah capek, tapi aku tak berani menolak. Aku hanya bisa pasrah menjadi pemuas nafsu sakit Jude. Walau aku akui kalau game ini melambungkan jiwaku ke awang-awang.

Jude merebahkan diri sambil merenggangkan kedua pahanya. Bukit kemaluannya nampak jelas di pangkal paha. Plontos licin. Lalu Jude memintaku untuk mencumbui vaginanya. Mulanya aku jijik, tapi karena Jude mendorong kepalaku masuk ke selakangannya akupun segera menciumi kewanitaan Jude. Aroma wangi menyebar di sekitar goa itu. Lama kelamaan aku menciuminya penuh nafsu, bahkan makin lama aku makin berani menjilatinya. Juga mempermainkan klitnya yang mungil dan mengemaskan.
"Ahh.. uegh.." teriak Jude sedikit mengejan.
Lalu beberapa kali goa itu menyemburkan lendir berbau harum.
"Mel, hisap Mel.. please.." rengek Jude.
Sroop.. tandas sudah aku hisap lendir asin itu.
Suur.. kini ganti vaginaku yang kembali menyemburkan lendir kawin.
"Jude aku keluar.." ujarku kepada Jude.
"Oya?" Jude segera mendorongku merebah di lantai. Lalu kepalanya segela menyusup ke sela-sela selakanganku.

Gadis bule itu menjilati lendir-lendir yang berserakan di berbagai belantara yang tumbuh di goa milikku. Aku bergelinjangan menahan segala keindahan yang ada. Jude pandai sekali memainkan lidahnya. Menyusuri dinding-dinding vaginaku yang masih perawan.
"Aaah.." kugigit bibirku kuat kuat ketika Jude menghisap klit-ku, lendir kawinkupun kembali menyembur dan dengan penuh nafsu Jude menghisapinya kembali.
"Mmm.. delicious taste." Gumamnya.
Jude segera memasukkan batang dildo yang aku tak tahu dari mana asalnya ke dalam lubang kawinku.

"Ahh..!! Jude sakit.."
"Tahan sweety.. nanti juga enak.."

Jude terus saja memaksakan dildo itu masuk ke vaginaku. Walaupun perih sekali akhirnya dildo itu terbenam juga ke dalam vaginaku. Jude menggoyang-goyangkan batang dildo itu seirama. Antara perih dan nikmat yang aku rasakan. Jude semakin keras mengocok-ngocok batang dildo itu. Tiba-tiba tubuhku mengejang, nafasku bagai hilang. Dan sekali lagi lendir vaginaku keluar tapi kali ini disertai dengan darah. Setelah itu tubuhku pun melemas.

Air mataku meleleh, aku yakin perawanku telah hilang. Aku sudah tak pedulikan lagi sekelilingku. Sayup-sayup masih kudengar suara erangan Jude yang masih memuaskan dirinya sendiri. Aku sudah lelah, lelah lahir batin. Hingga akhirnya yang kutemui hanya ruang gelap.

Esoknya aku terbangun diatas rajang besi yang asing bagiku. Disampingku selembar surat tergeletak dan beberapa lembar seratus ribuan. Ternyata Jude meninggalkannya sebelum pergi. Dia tulis dalam suratnya permintaan maafnya atas kejadian kemarin sore. Dan dia tulis juga bahwa dia takkan pernah kembali untuk menggangguku lagi. Aku pergi dari rumah kontrakan terkutuk itu seraya bertekad akan memendam petaka itu sendiri.

Yuli Gadis Manisku

Senin, 10 Januari 2011 Category : , , , 0

Aku Kiky. Penampilanku tomboy sehingga kebanyakan orang sering beranggapan aku ini adalah seorang cowok, usiaku menginjak 21 tahun, aku kuliah Di PTS yang amat terkemuka di kota Semarang. Aku sendiri anak tunggal dan juga tak kekurangan materi. Aku sejak kecil selalu didik untuk disiplin, karena maklumlah Opaku seorang anggota TNI juga. Aku sejak SMP sudah mempunyai ketertarikan dengan sesama jenisku (cewek), terutama cewek yang manja, centil, asyik diajak ngobrol dan rata-rata mereka manis wajahnya (menurut penilaianku sich..)

Awal perjalanan cintaku tak semulus yang aku bayangkan. Setelah beberapa kali pacaran dalam dunia maya, akhirnya kusadari bahwa cinta tak selamanya dapat berjalan mulus yang kita inginkan. Setelah aku putus dengan My The First Love.. (sebut saja Dinda, karena aku sering memanggil dengan sebutan itu) aku selalu mancoba dan mencoba untuk mengisi hati ini dengan cewek lain, tapi aku masih belum bisa melupakanya. Ternyata aku baru benar-benar baru bisa melupakanya dalam waktu 2 tahun lebih, walaupun saat ini aku masih sayang padanya.

Setelah aku jalani 2 tahun hidup tanpa adanya cinta , walau selalu saja mencoba untuk mencinta, akhirnya aku dipertemukan oleh dua pilihan. Ada dua cewek yang aku kenal dari sebuah majalah yang memang khusus bagi seorang lesbian dan gay. Mereka berdua telah bekerja. Yang pertama: Yuli (dia berusia 24 tahun, keturunan Jawa China juga seperti aku) manis, perhatian, baik dan lain-lain (walau Yuli lebih kelihatan masih China kalau aku sudah seperti orang jawa. Yah.. May be karena gen Bokapkulah Jawa yang lebih menang dari pada gen Nyokap China). Yang kedua: Ainun (Andro juga, 21 tahun, jawa, manis, perhatian, baik, agak cuek dan lain-lain.

Setelah 1 bulan kita (aku dan Yuli ; Aku dan Ainun) berkomunikasi lewat telepon dan SMS. Akhirnya aku lebih tertarik dengan Yuli. Karena hanya Yuli lah yang selalu rutin SMS dan ngasih perhatian ke aku, awalnya aku biasa-biasa saja, namun entah mengapa aku jadi suka sama dia.
Ya.. Mybe karena dia amat perhatian and care sama ku dibandingkan dengan Ainun. Waktupun berjalan dengan sendirinya, akupun masih enggan untuk suka padanya.

Akhirnya kita (Aku dan Yuli) untuk saling bertukar pick/foto. Dan akulah yang memulainya karena aku tahu aku ini sebagai cowoknya. Ternyata ketertarikanku tak hanya bertepuk sebelah tangan, karena Yuli sendirilah yang menyatakan untuk melanjutkan hubungan ini lebih serius (pacaran/Gfan). Kitapun akhirnya sepakat untuk pacaran/Gfan dan Yulipun memanggil aku dengan sebutan Papa, begitu juga sebaliknya aku panggil dia Mama. Sebenarnya saat itu aku masih ragu setelah tahu wajahnya, Mama cewek yang manis, putih, dan dalam penilaianku Mama amatlah sempurna, sedangkan aku hanya seorang cewek yang yah.. bisa dikata jauh banget dengan wajahnya.

Akhirnya.. waktupun yang menjawabnya, akupun akhirnya amat menyayanginya dan amat mencintainya. Kitapun sepakat untuk bertemu dan dia yang berkeinginan ke kotaku menemui aku. Akupun setuju, hari H pun terjadi dengan perarasan takut, seneng, gugup and campur aduk rasanya saat itu.

Mamapun akhirnya tiba di Semarang, saat itu hari sudah malam dan akupun diperbolehkan Oma jemput dia ke terminal hingga aku berkesimpulan untuk menunggu Mama di rumah Oma saja (kenapa aku menunggu di rumah Oma? Hemm.. Itu karena aku juga belum siap untuk mengenalkan Mama ke ortuku). Akhirnya pukul 21.00 Mamapun tiba dengan taxi. Hati inipun seneng dan gugup pertama kali liat dia. Sempurna sekali aku rasa, dia baik, dan berface manis.

Karena hari sudah malam maka kamipun minta izin ke kamar untuk istirahat, setelah aku perkenalkan Mama ke Oma sebagai temanku. Tibanya di kamar kamipun ngobrol dan untungnya apa yang aku khawatirkan tak terjadi (tak bisa bicara satu sama lainya). Setelah kita ngobrol sejenak, akupun mengambil nasi untuk makan Mama. Mulanya Mama enggak mau makan namun.. setelah aku rayu akhirnya mau juga. Disaat Mama makan akupun sempat memandanginya hingga hati ini tak percaya "Apakah benar Mama Yuli telah menjadi milikku? Dan untuk waktu yang lama?" dan seraya bersyukur miliki dirinya.

Setelah makan kitapun lanjutkan pembicaraan sambil rebahan dan Mamapun menyuapinku dengan jeruk yang dibawanya. Hem.. Sungguh indah saat itu romantis banget.. Mama pun akhirnya merebahkan tubuhnya didadaku ini.. Hem.. Dak Dik duk jantungkupun berdegup dengan cepatnya. Dengan bisikan-bisikan sayang Mamapun aku terlena dan dibuai suasana yang begitu dingin.

Akhirnya Mama menaruhkan kepalanya ke lenganku, dan tak lama akupun mulai mengusap-usap dadanya yang berukuran 34 yang masih menggunakan kaos. Dengan sedikit takut bila Mama tak suka aku perlakukan seperti itu, namun karena Mama diam aku semakin berani mengusapnya dan akupun merasakan tonjolan puting susunya sudah semakin lama semakin mengeras dibalik bra dan kaosnya yang masih dikenakan.

Setelah itu kami pun saling tatap dan entah siapa yang mulai duluan, kitapun berciuman. Akupun mulai melumat bibirnya yang masih meras itu, kumainkan lidah ini dimulutnya, kamipun saling membelitkan lidah dan lidah kira menari-nari.

"Hheemm.. Mmmuuaacchh.. Mmmuuaacchh.."

Aku akhirnya merasakan desahan nafasnya yang semakin memburu. Akupun tak tahan sehingga tangan ini telah berada di pingangnya, punggungnya, dadanya, dan meremas-remas dengan lembut payudaranya yang cukup padat dan berukuran 34 itu.

"Aacchh.. Ah.. Oocchh.."

Desahannyapun terdengar lembut dan semakin membangkitkan gairahku. Begitu kenyalnya bukit itu dan masih padat, seakan belum terjamah siapa juga. Disaat aku menyelusupkan tangan ini ke kaos yang Mama kenakan, Mama memintaku untuk memadamkan lampu yang saat itu masih menyala. Maka akupun beranjak matikan lampu itu dan kembali ke pembaringan.

"Muuaacch.. Muuaacch.. Muaacch.."

Kitapun berpangutan kembali seraya tanganku sudah menyelusup ke dalam kaosnya. Meremas-remas lembut payudaranya.

"Mmm.. Aaacchh.. Oocchh.. Pa.."

Itu desahan yang dikeluarkan Mama saat itu akupun jadi lupa bahwa mungkin bisa saja anak kos disebelah kamar mendengar desahan Mama. Sambil masih berciuman dan memainkan lidah kita masing-masing di mulut dan saling membelit, aku melepaskan kaos yang masih ada ditubuhnya.
"Wow.."

Dengan samar-samar akupun dapat melihat betapa mulus dan putihnya tubuhnya Mama. Dengan payudara padat berisi yang masih terbalut bra putihnya, Ciumanku pun mendarat dipayudara indah itu yang masih mengenakan bra. Hem.. Wangi sekali tubuh Mama hingga saat ini masih sering tercium samara-samar dikamar itu dan dikamar rumahku. Tubuhnya yang putih, payudara yang indah dan masih tempak padat berisi dan dengan puting pink yang sudah menjulang tinggi dan keras.

Oh.. Tuhan begitu sempurnanya diriMu menciptakannya. Tangankupun mencari dimana tali pengait Bra itu. Akupun melepasnya.. Aku pandangi sesaat payudara dan oh.. Betapa indahnya.

"Mmmuuacchh.. Mmmuuaacchh.. Mmuuaacchh.. Hem.."

Akupun mulai menghisapnya dan kumainkan lidahku tepat diputingnya. Saatku menghisap putingnya Mamapun semakin mendesah

"Oohh.. Aacchh.. Hem.. Em.. Ooh.. Enak sayang.. Truss.. Ooocchh.."

Jilatan pun semakin membuat putingnya menjulang tinggi, mengeras dan desahan-desahan Mamapun semakin keras terdengar.

Akhirnya tangakupun mulai bergerilya ke bawah pingulnya. Terus ke bawah selangkanganya yang masih mengenakan celana panjangnya. Dengan adanya buaian itu pun selangkannya dibukanya lebar-lebar sambil masih terus mendesah dan mulutku tetap bermain-main dengan kedua payudara yang indah itu. Tangan Mama kinipun mulai aktif meremas-remas payudaraku dan dengan tak sabaran Mama melepaskan kaos yang aku pakai.

Akhirnya akupun bertelanjang dada karena aku memang sering tak memakai bra saat tidur. Mamapun kembali meremas dan memainnkan jri lentiknya memilin-milin putingku..

"Ooocchh.. Enak sayang.. Terus honey.."

Akupun membisikkan kata ke Mama

"Maa sayang.. Celananya di buka yah? Boleh kan honey?".

Mamapun mengangguk tanda setuju, maka akupun mulai membuka resliting celana dan melepas celana panjangnya dan sekaligus Cdnya..

Pandangan akupun kemudian tertuju ke bawah tubuhnya. Hem.. Mulus putih dan bersih.. Akupun akhirnya masih menciumi bagian payudaranya, menjilatnya, menghisapnya dan sesekali menggigitnya kecil-kecil. Tangankupun akhirnya mengusap-usap pahanya dan Mamapun telah memberikan lampu hijau untuk memperbolehkan aku mengusap vaginanya karena selangkangannya telah dibukanya lebar-lebar. Akupun tak menyia-nyiakan kesempatan itu, aku raba dan gesek-gesekkan jari-jariku ke vagina bagian luar. Ternyata sudah benar-benar basah. Akupun lalu mencari barang nikmat yang ada di bagian dalan atas vaginanya, yaitu klitorisnya.

Dan di saat aku sudah menyentuh klitorisnya diapun mengerinjal dan

"Ooocchh.. Paa.. Enak.. Aacchh.. Ooocchh.. Trus.. Sayang.. Ooocchh.. Sayang.."
Itu lah desahan-desahan Mama.
"Mmmuucchh.. Mmuuaacchh.. Mmmuuaacchh.."

Ciuman-ciumankupun akhirnya bersarang ke vaginanya yang sudah teramat basah Hem.. Wangi sekali, lain dari vagina milik Mamy Annita (mantan/Ex Gfku dulu).
"Ooocchh.. Aaacchh.."

Erangnya saat pertama kalinya aku luncurkan lidah ini ke kelitorisnya.
"Heemm.. Eeemm.."
Akupun menjilatinya, menghisapnya dan sesekali menggigitnya kecil-kecil. Akupun sebakkan mulut vaginanya agar aku dapat menjilatinya lebih dalam ke vaginanya.
"Ooochh.. Pa.. Sayang.. Hem.. Aachh.. Terus.. Say.."

Akupun akhirnya memasukkan perlahan-lahan jari telunjukku ke dalam vaginanya. Wah.. Masih sempit ternyata. Dan Mamapun sempat mengaduh kesakitan, aku sempat berfikir sapa Mama masih perawan? Ah.. Bila iya beruntung sekali aku. Dengan jilatan, isapan gigitan-gigitan kecil dan jarikupun mulai mengocok perlahan dulu vaginanya.

"Occhh.. Acchh.. Hem.. Say.. Ach.. Ooocchh.. Aaacchh.. Sayangg.."

"Ssshh.. Oooacchh.. Oooaacchh.. Ooocchh.."

Desahannya semakin menjadi disaat kocokankupun mulai aku percepat. Tangan kananku pun meremas-remas dadanya dan memilin-milin puntingnya sesekali mencubit dengan gemesnya.

"Aaacchh.."

Desahan panjangnya pun keluar dibarengi dengan jepitan pahanya ke kepalaku dan cairan orgasme yang begitu banyak keluar dari liang segamanya. Hem.. Em.. Akupun jilati habis cairan itu.. Asin, gurih dan manis, amat lebih nikmat dibanding milik Mamy Annita. Ah begitu indah dunia ini terasa. Kamipun akhirnya sama-sama puas, walaupun aku saat itu sedang mangalami datang bulan sehingga Mama tak bisa menjamahku. Namun akupun bisa mengalami orgasme tanpa adanya sentuhan-sentuhan, akupun merasakan puasan dan kebahagiaan karena telah membuat kepuasan kepada Mamaku.

Kitapun habiskan malam-malam kebersamaan yang ada dengan variasi-variasi sex yang berbeda-beda.

Pengalaman Dengan Ita

Category : , , 0

Namanya Ita, usianya 4 tahun lebih tua dariku, karena Ita sekarang sudah berusia 32 tahun. Namun status Ita masih bujangan sama denganku. Awalnya aku juga bingung terhadap Ita, wajahnya cukup cantik, bahkan boleh dibilang termasuk sangat cantik untuk ukuran seorang wanita biasa, tapi sampai seusia itu kok belum juga dia menikah? Tingginya semampai, mungkin sekitar 173 cm, karena dia lebih tinggi dariku saat kami berdiri berjajar, sedangkan tinggiku saja sudah 170 cm. Aku memang tidak menanyakan hal itu padanya.

Aku dan Ita baru berkenalan belum lama, awalnya sejak aku mulai menuliskan kisahku di sumbercerita.com. Ita termasuk salah seorang wanita yang juga rajin membaca kisahku. Emailnya yang pertama tidak kurespons dengan serius, kujawab asal-asalan saja, karena kupikir ini pasti cowok yang menyamar dan mengaku sebagai cewek. Namun lama kelamaan aku percaya juga padanya dan ternyata memang dia cewek juga sepertiku, ini diawali dari foto yang ia kirimkan via email, kemudian nomor HP yang ia berikan padaku. Aku tidak pernah mengontak dia, Ita yang berkirim SMS duluan padaku dan dia juga yang mengawali meneleponku. Akhirnya kami sering kontak melalui telepon, juga janji bertemu, jalan bersama hingga terkadang cuci mata di mall.

Hubungan kami makin hari makin akrab dan kami saling curhat hingga bertukar pengalaman tentang sex, kami berbagi rasa hingga cerita tentang kiat menulis pengalamanku di sumbercerita.com. Ita juga memuji keberanianku dalam mengungkapkan kisahku, dia juga berterus terang sering melakukan masturbasi di depan computer saat membaca kisah-kisahku.

Akhirnya aku tahu bahwa Ita ternyata seorang bisex, dia bisa berhubungan dengan laki-laki, tapi dia juga suka melakukan hubungan dengan perempuan. Aku terus terang jadi penasaran dengan pengalamannya melakukan ML dengan para cewek temannya itu, kalau didengar dari ceritanya cukup membuat diriku ikut terangsang. Apa lagi aku juga secara tidak sengaja pernah melakukan hal yang hampir serupa dengan apa yang Ita lakukan, hanya bedanya aku melakukannya dengan Lina bersama dengan suaminya saat aku ke Jakarta beberapa waktu yang lalu, pembaca yang belum pernah mengikuti kisahku yang satu itu, silakan membaca kisahku terdahulu.

Tak jarang pada setiap obrolannya Ita juga sering memancingku untuk melakukan hubungan, namun momentnya banyak yang kurang tepat, lagi pula aku bukan seorang lesbian, jadi terus terang kurang begitu berminat dan masih ada rasa aneh bila aku harus melakukannya dengan sesamaku secara sengaja.

Entah kalau kejadiannya tidak disengaja seperti saat aku melakukannya dengan Lina yang kemudian diikuti oleh suaminya itu. Tapi terus terang dalam lubuk hatiku yang paling dalam, ada terselip rasa ingin sesekali mencobanya, dan akhirnya apa yang kubayangkan itu terjadi juga bersama Ita. Begini ceritanya..

Pada suatu siang Ita menghubungi HP-ku..

"Hallo Lia! Lagi ngapain nich?" tanya Ita diseberang sana.
"Nggak lagi ngapa-ngapain, kenapa?" balasku.
"Kamu di rumah kan? Aku jemput ya? Kita ke Trawas nginap di villaku yuk!" ajak Ita.
"Aku sudah lama tidak menginap di sana dan aku juga harus memberi gaji untuk penjaga villaku, karena Papaku sedang sibuk di luar kota" lanjut Ita menjelaskan padaku.
"Kapan pulangnya?" tanyaku pada Ita.
"Terserah! Mau besok siang atau besok malam juga boleh, aku jemput sekarang ya, kamu siap-siap saja, okey sampai nanti" sambung Ita yang kemudian mematikan sambungan teleponnya tanpa menunggu jawaban dariku lagi.

Pukul 11 siang, tepatnya 40 menit setelah Ita meneleponku, mobil Ita sudah parkir di depan rumahku. Seperti biasanya Ita langsung nyelonong masuk ke rumahku tanpa mengetuk lagi, karena rumahku terbiasa terbuka lebar begitu saja saat siang hari. Melihat kondisi rumahku yang sepi, Ita langsung main teriak saja seperti biasanya.

"Lia! Ayo! Sudah siap belum? Cepetan dikit aku sudah lapar, nanti kita makan di rumah makan aja ya", demikian ajak Ita dengan sedikit berteriak padaku.

Ita siang itu memakai singlet tipis warna putih sehingga BH-nya yang tipis dan berbentuk mini dapat terlihat dengan jelas dari luar singletnya. Aku yakin BH yang dipakainya siang itu pasti satu setel dengan CD-nya, karena aku dapat mengenali bentuk dan warna BH yang ia pakai. Setelan tersebut memang dia beli bersamaku di Darmo Outlet beberapa saat yang lalu. Modelnya memang banyak yang bagus-bagus dan sexy sekali, sangat cocok dengan seleraku, maka aku juga membeli beberapa saat itu.

"Sebentar ya, aku ganti pakaian dulu" kataku sambil berganti pakaian tanpa menutup pintu kamarku, aku tidak kuatir ada orang yang melihat saat aku berganti pakaian, karena siang itu di rumahku juga tidak ada siapa-siapa, kecuali adikku yang juga perempuan dan juga ada Ita.

Aku sengaja memakai singlet juga tapi tanpa BH, pembaca yang sudah pernah membaca kisahku tentu sudah paham akan kebiasaanku yang memang selalu tanpa BH. Aku juga memakai celana pendek mengikuti penampilan Ita, tapi bentuk celana pendekku lebih sexy daripada yang dikenakan Ita. Celana pendekku berbentuk hot pants yang sangat pendek dan sexy, ujungnya lebih tinggi daripada selangkanganku, apa lagi ujung bawahnya agak lebar sehingga dari belakang dapat terlihat dengan jelas bentuk lekukan pantatku yang sintal.

"Ayo..! Aku sudah selesai" ajakku.

Setelah pamit ke adikku, kami pun segera memasuki mobil Ita dan langsung meluncur mengarah keluar kota, melewati Jalan Mayjend Sungkono, masuk jalan tol Satelit untuk menghindari tengah kota terutama bundaran Waru yang sering macet. Keluar pintu tol Gempol, Ita langsung membelokkan mobilnya masuk ke halaman rumah makan. Kami pesan sepiring nasi cap cay dan sea food untuk dibagi berdua, karena porsinya yang banyak tidak mampu kami habiskan sendirian. Kami juga sama-sama pesan orange juice. Siang itu rumah makan itu agak sepi. Selesai makan kami melanjutkan perjalanan menuju ke Trawas. Siang itu jalanan cukup lengang.

Villa Ita yang letaknya dekat dengan Grand Trawas, ternyata cukup besar dan halamannya sangat luas, ada kolam renang yang cukup besar di sana. Letaknya di bagian belakang Villa. Orang tua Ita memang dari kalangan keluarga yang berkecukupan, dalam bidang apa usahanya aku juga tidak pernah bertanya.

Villa yang mewah dan sebesar itu hanya dijaga oleh seorang penjaga yang usianya sudah cukup lanjut, panggilannya Pak Djo, usianya mungkin sekitar 70 tahun. Menurut Ita, Pak Djo sudah ikut keluarga Ita sejak dari kakek Ita, kakek Ita sendiri sudah almarhum dan Pak Djo juga ikut mengasuh Ita sejak masih bayi, saat diajak kedua orang tuanya berlibur di villa keluarga itu. Jadi hubungan Ita dengan Pak Djo juga seperti layaknya kakek sendiri hingga aku pun ikut menaruh hormat pada Pak Djo. Semua kebutuhan sehari-hari sudah ada dan tersedia di villa milik keluarga Ita, mulai dari makanan kecil, hingga pakaian ganti dan sebagainya, maka tak heran kalau Ita tadi tidak membawa apa-apa walau harus menginap di villanya.

"Kita berenang yuk!" ajak Ita sambil langsung melepat singlet dan celana pendeknya.

Ternyata betul juga perkiraanku, Ita memang memakai setelan dalaman yang mini berbentuk bikini yang dibelinya beberapa saat yang lalu bersamaku di Darmo Outlet. BH dan CD-nya tipis sekali sehingga puting susunya dapat terlihat dari luar BH yang ia kenakan, demikian pula CD-nya, lipatan vagina Ita tampak dengan jelas tapi tidak terlihat bulu kemaluannya, rupanya Ita telah mencukur bersih bulu kemaluannya.

Ita tampak cuek dan santai sekali dengan hanya memakai bikini mini dan tipis begitu di villanya, mungkin juga karena di villa itu tidak ada orang lain selain aku dan Pak Djo yang sudah dianggapnya seperti kakeknya sendiri itu tadi. Namun aku ragu-ragu untuk mengikuti caranya, bukan karena aku takut berenang tapi karena bentuk CD-ku adalah model G string yang sangat mini sekali, bahkan lebih mini daripada yang dipakai Ita, dan lagi aku tidak memakai BH. Rupanya Ita tahu akan keraguanku.

"Ayo, tidak masalah, lepaskan aja singletmu, tidak ada orang lain kecuali Pak Djo" ajak Ita.
"Lho It, aku kan tidak pakai BH, lagian CD-ku bisa bikin Pak Djo tidak bisa tidur nanti" jawabku.
"Gila loe! Pak Djo kan sudah uzur, lagian dia tau diri dan tidak bakal iseng, tau kita sedang berenang pakai pakaian minim begini, paling dia malah sembunyi di kamarnya, ayo aku temani juga tanpa pakai BH" lanjut Ita sambil langsung menarik tali BH-nya yang ikatannya ada di lehernya.

Tubuh Ita pun hampir bugil tanpa sehelai benang pun kecuali selembar kain tipis segi tiga yang membungkus bagian bawah selangkangannya. Aku akhirnya terpaksa mengikuti juga apa kemauan Ita. Kulepas singlet dan hot pants-ku hingga tinggal memakai G String yang di ujung lipatannya tersembul ujung-ujung bulu kemaluanku yang halus dan lembut.

Aku buru-buru menceburkan diri ke dalam air, kami bermain dan berenang dengan riangnya. Baru kali ini aku melihat bentuk tubuh Ita yang ternyata juga molek serta bersih dan putih sekali. Terus terang tubuhku juga tidak kalah dengan tubuh Ita hingga tidak dapat kubayangkan seandainya ada mata cowok yang mengintip kami berdua saat itu. Tapi aku melihat sekeliling yang ternyata cukup aman, selain dikelilingi tembok yang tinggi, di sekeliling bagian dalam tembok juga ditumbuhi pohon penesium yang cukup rindang dan tumbuh rapat sekali, jadi boleh dibilang tidak mungkin ada orang dari luar pagar tembok yang bisa mengintip ke dalam villa.

Air kolam renang lumayan dingin juga hingga kami pun tidak bisa berlama-lama berenang, maka kemudian kami sama-sama naik dan masuk ke dalam rumah untuk mandi dengan air hangat. Kami berdua mandi dalam satu kamar mandi yang berada di dalam kamar tidur utama, kamar mandinya cukup besar dan mewah.

Ita tidak canggung-canggung melepaskan CD-nya di hadapanku, tubuhnya mulus dan sexy sekali, tak kalah dengan kemolekan tubuhku. Vaginanya bersih tanpa bulu kemaluan yang ternyata bukan karena dicukur, vagina Ita menurut pengakuannya memang sejak kecil sudah tidak pernah ditumbuhi bulu.

Ita menarik tali G Stringku sehingga aku pun ikut bugil di hadapannya, Ita juga mulai menggosokkan sabun cair ke tubuhku, tangannya mengelus seiap bagian tubuhku sambil meratakan tubuhku dengan sabun cair. Elusannya membuatku horny. Aku pun ikut menyabuni tubuhnya, sehingga kami akhirnya saling mengelus dan saling meraba. Elusan dan rabaan itu lama-kelamaan menjadi remasan-remasan, terutama saat tangan-tangan kami menyentuh bagian payudara kami masing-masing.

Saat itu kami sudah sama-sama terangsang sekali, sehingga entah kapan mulainya, kami pun sudah saling berpagutan, bibir kami saling lumat dan tangan kami juga saling raba, lidah kami pun bergantian saling menyusup dan saling lumat. Entah sudah berapa lama kami berdua saling kulum.

Liang vaginaku sudah basah sekali, demikian pula liang vagina Ita saat jari-jari tanganku menyusup di celah belahan vaginanya. Kami melakukan semua itu di bawah siraman shower, hingga beberapa saat kemudian Ita memutuskan untuk melanjutkannya di tempat tidur saja.

Selesai mengeringkan tubuh kami dengan apa adanya, kami pun bergumul di tempat tidur. Ita langsung melumat bibirku, dan aku pasrah saja saat bibir Ita melumat bibirku. Herannya aku tidak merasa jijik saat bibirku dikulum oleh sesama jenisku, bahkan aku sangat menikmatinya.

Ciumannya memang berbeda dengan cowok, beda yang paling menyolok adalah adanya kelembutan pada ciuman bibir Ita, kami sudah sama-sama diselimuti hawa nafsu hingga kami pun bergumul layaknya sepasang kasih yang sedang dilanda asmara, Ita bertindak lebih agresif dengan menjilat bagian leherku, sesekali bibirnya memberi kecupan di tubuhku.

Mulut Ita terus beraksi di sekujur tubuhku, payudaraku tak luput dari lumatannya, puting susuku dimainkan dengan ujung lidahnya. Aku jadi benar-benar horny, liang vaginaku kembali basah karena luapan birahiku, aku hanya dapat mengelus selangkangan Ita yang ternyata juga sudah mulai dibasahi oleh cairan yang mengalir keluar dari dalam rahimnya.

Kumainkan ujung jariku di atas klitoris Ita hingga membuat cairan bening yang membasahi liang vaginanya lebih deras mengalir keluar, kuselipkan ujung jariku dan kugesekkan naik turun dari atas ke bawah di sela lipatan bibir vaginanya. Ita jadi lebih bernafsu sekali tampaknya, jilatan lidahnya terus mengarah ke bagian bawah tubuhku.

Tangan Ita meremas-remas payudaraku sambil mulutnya tetap menjilat menjalari bagian perutku, ujung lidah Ita sengaja dikorekkannya di pusarku, sesekali bibirnya mengecup pusarku hingga aku merasa geli bercampur nikmat, kemudian Ita mengawali menjilat vaginaku, aku pun melakukan hal yang sama padanya dalam posisi 69.

Aku terus terang sangat terangsang saat menjilati vagina Ita yang mulus tanpa bulu kemaluan itu, kukecup klitorisnya dan kumainkan dengan ujung lidahku. Cairan sedikit kental yang membasahi vagina Ita kujilat dan kutelan bersama ludah yang membasahi rongga mulutku.

Dapat kurasakan Ita sangat menikmati sekali jilatanku, dia pun tak kalah piawainya melumat habis bibir vaginaku, ujung lidahnya dijulurkan dan ditancapkannya ke dalam liang vaginaku, dapat kurasakan ujung lidahnya menyentuh bagian dalam dinding vaginaku yang juga sudah sangat basah oleh cairan yang mengalir deras dari dalam rahimku. Mulut Ita mengulum klitorisku, sambil ujung lidahnya sengaja dimainkannya di situ.

Entah dari mana diambilnya, tiba-tiba tangannya sudah menggenggam sebuah alat yang berbentuk seperti batang kemaluan pria yang terdiri dari dua sisi bertolak belakang. Panjang dan besar sekali batang kemaluan mainan itu, bila dibandingkan dengan aslinya yang selama ini pernah kulihat, terbuat dari bahan semacam silikon atau mungkin sejenis plastik elastis.

Ita langsung memasukkan ujung batang kemaluan mainan itu ke dalam liang vaginaku sambil diputar dan dikocoknya, aku mengalami kenikmatan yang luar biasa. Liang vaginaku jadi tersumbat penuh oleh benda yang mirip sekali dengan batang kemaluan asli itu, ujungnya menyentuh-nyentuh benjolan daging sebesar ibu jari yang tumbuh di dalam liang vaginaku.

Aku hanya dapat mengeluh panjang sambil menghentikan jilatanku pada vagina Ita, aku tidak mempu melakukan sesuatu kecuali merintih dan menggeliat sambil menikmati batang kemaluan mainan yang keluar masuk memompa liang vaginaku. Punggungku terangkat dan kugoyangkan mengikuti irama kocokan batang kemaluan mainan yang besar dan panjang itu.

Ita rupanya mengetahui bahwa aku sudah akan mencapai puncak hingga tangannya mengocokkan batang kemaluan mainan tadi lebih cepat lagi. Rasanya luar biasa sekali, lebih heboh daripada aslinya, dan aku baru pertama kali merasakan hal seperti ini, sebelumnya memang aku juga pernah melihatnya saat menonton BF, namun tidak pernah terbayang sebelumnya kalau aku ternyata akhirnya juga dapat menikmati memakai alat tersebut.

Tubuhku menggigil dan terguncang hebat, akhirnya aku mencapai puncaknya, kurasakan semburan cairan dari dalam rahimku muncrat keluar membasahi liang vaginaku. Mengetahui bahwa aku sudah mengalami orgasme, Ita langsung menjilati klitorisku sambil tetap mengocokkan batang kemaluan mainan tadi.

"Aa.. Aacch! Ayoo.. Itt..! Teruu.. Uuss..!" rrangku sambil terus melepaskan semburan lendir dari dalam liang vaginaku.

Vaginaku berkedut-kedut saat melepaskan hasratku sementara bibir Ita tetap menempel ketat di klitorisku sambil ujung lidahnya sengaja menggelitiknya. Kemudian Ita juga memasukkan ujung batang kemaluan mainan yang sisi satunya ke liang vaginanya sendiri sehingga posisi vagina kami saling berhadapan dan masing-masing tersumpal oleh ujung mainan yang berbentuk batang kemaluan itu.

Tangan Ita memegang dan mengocok-ngocok batang kemaluan mainan tersebut, saat ujung yang satu masuk lebih dalam ke liang vaginaku, di bagian ujung lain yang berada di dalam liang vagina Ita jadi sedikit tercabut. Demikian pula sebaliknya, bila di bagian ujung yang terbenam di dalam liang vagina Ita tertancap lebih dalam lagi, maka di bagian yang terbenam dalam liang vaginaku jadi sedikit tercabut, demikian terus menerus saat dikocok oleh Ita. Posisiku tetap telentang sementara Ita sedikit berjongkok di atas tubuhku.

Nikmat sekali, aku terus terang baru pertama kali melakukan hal seperti ini. Tangan Ita terus membantu memegang dan mengocok batang kemaluan mainan tersebut. Ita memainkannya dengan piawai sekali sehingga kami akhirnya mengalami orgasme secara hampir bersamaan. Pada saat selesai orgasme, Ita langsung mencabut alat itu dan kembali melumat vaginaku.

Dengan tanpa merasa jijik sama sekali Ita menjilat habis dan menelan semua cairan yang membasahi liang vaginaku. Aku pun tidak mau kalah dengannya, kujilat pula vaginanya hingga kami akhirnya kembali melakukan posisi 69. Ita rupanya mempunyai kesamaan denganku, sangat suka saat klitorisnya dijilat, apa lagi saat ujung klitorisnya dimainkan dengan ujung lidah.

Ini adalah sungguh suatu pengalaman yang luar biasa bersama Ita yang pasti juga membaca kisahku ini. Selesai melampiaskan segala bentuk kepuasan bersama, kami tertidur tanpa mengenakan sehelai benang pun yang menutupi tubuh montok kami, dan kami baru terbangun saat udara dingin di Trawas mulai menghembus dan merayapi tubuh dan menyusup ke dalam tulang.

Ita memberikan sebuah kimono untuk kupakai, sedang Ita sendiri hanya memakai hem yang longgar dan agak panjang, sehingga lebih mirip dengan rok mini yang berbentuk hem. Gila betul Ita ini, pikirku, karena selain itu ia sudah tidak mengenakan apa-apa lagi, sehingga bagian selangkangannya dapat terlihat dengan jelas saat dia berjalan, karena ujung hem yang ia kenakan ujungnya hanya menutupi tepat di bagian selangkangannya.

Mungkin ini juga dikarenakan Ita sudah terbiasa dan tidak terusik dengan keberadaan Pak Djo, yang memang sejak Ita masih kecil sudah ikut mengasuh Ita hingga dia terbiasa cuek saja dengan penampilannya seperti itu saat ada Pak Djo, dan kulihat Pak Djo juga biasa-biasa saja saat kami berada dalam satu ruangan, ketika Pak Djo harus mengantarkan minuman untuk kami.

Untuk makan malam, Ita meminta Pak Djo membelikan ayam goreng di sebuah restoran. Pak Djo pergi cukup lama dengan mengendarai ojek, karena tempatnya cukup jauh dari villa yang kami tempati. Pada saat menunggu kedatangan Pak Djo kami berdua menonton BF koleksi Ita.

Rupanya Ita banyak menyimpan BF di villanya, ada tempat tersembunyi yang hanya dia yang mengetahui tempatnya untuk menyimpan BF, dan berbagai peralatan masturbasi. Ita punya berbagai macam dan bentuk mainan yang berbentuk alat kelamin pria, ada pula vibrator, memakai baterai yang bisa berputar meliuk-liuk sambil bergetar.

Ita mengambil salah satu yang bisa bergetar dan meliuk-liuk, bentuknya transparan, di dalamnya ada banyak semacam bola-bola yang akan bergeser saat berputar melingkar bagaikan mata bor. Di bagian atasnya ada tonjolan panjang dan lunak sekali, bisa bergetar hebat saat vibrator dinyalakan, fungsinya ternyata untuk mengorek-ngorek klitoris kita (kaum wanita tentunya) saat batang kemaluan mainan tersebut ditancapkan ke dalam liang vagina. Gila!, pikirku dalam hati, bagaimana Ita bisa mendapatkan benda-benda seperti itu?

Ita menyalakan TV-nya, sementara dia menyuruhku telentang di sofa yang panjang, aku seperti terhipnotis saja layaknya dan menuruti semua perintah Ita. Lalu dia berjongkok di samping sofa dekat selangkanganku. Kimonoku disingkapnya sedikit ke atas sehingga bagian bawah tubuhku terpampang jelas, karena aku tidak mengenakan apa-apa lagi di dalam kimono yang kukenakan.

Ita membuka pahaku lebar-lebar, kakiku yang kiri diletakkan di atas sandaran sofa, sementara kaki kananku diarahkan ke bawah sofa sehingga selangkanganku terbuka lebar dan vaginaku terpampang jelas di hadapannya. Ita mulai menyalakan vibrator di tangannya, dan kulihat batang kemaluan mainan yang dipegangnya sejak tadi itu mulai menggeliat berputar melingkar dengan tempo tetap.

Butiran yang ada di dalamnya ikur terputar, ujungnya digesekkan ke belahan bibir vaginaku, dapat kurasakan ujung batang kemaluan mainan itu bergetar dan berputar di belahan bibir baginaku. Ita menggesek-gesekkan ujungnya naik turun di sela-sela lipatan bibir vaginaku, sesekali berhenti di ujung klitorisku dan ditekankan sedikit.

Bisa dibayangkan bagaimana rasa yang menyelimuti bagian luar vaginaku yang langsung seketika itu juga menjadi basah. Hal ini memudahkan Ita untuk mulai menyusupkan batang kemaluan mainan itu masuk ke dalam lipatan bibir vaginaku, dapat kurasakan ujungnya mulai masuk ke dalam liang vaginaku.

Bagaikan mata bor yang besar berputar pelan sambil bergetar memasuki liang vaginaku lebih dalam lagi, aku merasakan kenikmatan yang belum pernah kurasakan sebelumnya, kuremas-remas payudaraku sendiri sambil memilin-milin puting susuku. Batang kemaluan mainan itu akhirnya benar-benar masuk membenam di dalam liang vaginaku, kurasakan ujungnya menempel, menekan dan berputar di tonjolan daging kecil sebesar ibu jari yang tumbuh di dalam liang vaginaku. Ita menarik dan membenamkannya kembali, mengocok terus makin lama makin cepat.

Ujung tipis yang bergetar di bagian luar vaginaku menyentuh ujung klitorisku, aku merasakan setiap inci dinding vaginaku mendapat rangsangan hebat, liukan batang kemaluan mainan itu membuat dinding bagian dalam vaginaku bergetar, cairan yang membasahi liang vaginaku makin lama makin banyak.

Aku hampir pingsan rasanya karena merasakan kenikmatan yang luar biasa. Tidak memerlukan waktu yang lama hingga aku mengalami orgasme yang hebat sekali. Ita tampak tersenyum puas setelah berhasil mengerjaiku dengan alat koleksinya.

"Kamu mau alat ini?" tanya Ita padaku sambil menawarkan alat yang baru digunakannya untuk memuaskanku.
"Ini untuk kamu saja. Kalau kamu mau, besok boleh kamu bawa pulang" imbuh Ita sambil menyodorkan batang kemaluan mainannya yang baru saja membuatku orgasme.

Derita Seorang Artis Sexy

Category : , , 1

Tamara Bleszynski dan suaminya, turun dari mobil di depan rumah mereka. Mereka baru saja berkunjung ke kerabat mereka di Bandung, dan pada pukul 11 malam ini baru bisa sampai di rumah. Pada saat mereka berdua turun dari mobil, tiba-tiba ada Panther hitam yang mendekati sambil menyalakan lampu mobil yang sangat terang. Karena silau dan kaget, Tamara tidak langsung sadar bahwa mobil tersebut telah ada di sampingnya. Segera saja pintu Panther itu terbuka dan tiga pasang tangan keluar dari dalam mobil. Yang pertama memegang tangan kiri, yang kedua menarik tangan kanannya, dan yang ketiga meraih pinggangnya dan menarik tubuhnya masuk ke Panther. Setelah Tamara masuk ke dalam. Panther tersebut langsung tancap gas.

Di dalam mobil, Tamara melihat ada lima orang yang bertampang beringas yang pertama dipanggil Boss oleh yang lain, ada juga yang Botak, yang satu lagi bermuka Bopeng dan di sampingnya ada salah satu matanya ditutup kain hitam ala bajak laut. Sedangkan di depan ada lagi yang berambut Jabrik.

"Lepaskan! Apa-apaan ini?! Tolong!" teriak Tamara sambil meronta-ronta, sementara ada tangan-tangan penculiknya menggerayangi tubuhnya. Ada yang meremas pinggulnya, mengelus pahanya, dan yang membuat Tamara menjerit kesakitan adalah Boss dan Botak yang meremas payudaranya keras-keras.
"Aaah, jangan! Jangan! Lepaskan saya! Tolong!" erang Tamara sambil berontak tanpa hasil.
Para penculik tersebut membuat Tamara seperti boneka selama perjalanan ke markas penculik tersebut. Akhirnya Panther tersebut berhenti dan dengan dipegangi oleh 4 orang masing-masing di tangan dan kaki, Tamara yang sudah kelelahan meronta selama perjalanan digotong masuk ke sebuah ruangan. Dalam ruangan itu hanya ada satu ranjang dan lemari besi.

"Ikat dia!" Boss menyuruh 4 anak buahnya mengikat tangan dan kaki Tamara ke sudut-sudut ranjang, sehingga tubuh Tamara membentuk huruf X, kaki dan tangannya membuka lebar.
"Gimana sekarang Boss?" tanya Jabrik sambil menjilati bibirnya. Dia sudah sangat terangsang, batang kemaluannya sudah menegang dari tadi.
"Kita giliran! Pertama gue, trus selanjutnya loe gantian!" putus sang Boss, "Sekarang loe semua telanjangin aja dulu dia."
"Jangan! Jangan! Lepaskan!" Tamara mulai meronta-ronta lagi ketika Botak, Mata Satu, dan yang lainnya mendekatinya dan langsung merobek-robek bajunya sampai dia telanjang bulat. Tamara menangis sekeras-kerasnya sambil terus berusaha melepaskan diri.

"Wow, bodinya oke banget" seru Botak, "Gila, bunder ama sih loe. Gue taruhan pasti enak banget ngisep puting susu loe!" Setelah itu mereka semua langsung melepas pakaiannya masing-masing. Tamara menggigil ketakutan melihat ukuran kejantanan mereka yang luar biasa besarnya. Sementara anak buahnya menggerayangi tubuh Tamara dari pinggir ranjang, sang Boss langsung naik ke atas ranjang dan mengambil posisi di atas Tamara.

"Gimana? Loe udah siap kan Sayang? Tenang aja loe bakal ngerasain yang belon pernah loe rasain lewat suami loe!" kata si Boss sambil mengocok batang kemaluannya agar benar-benar tegang.
"Jangan! Lepaskan saya! Saya janji tidak lapor polisi!" mohon Tamara sambil menangis.
"Hush! Kita di sini mau senang-senang Sayang! Masa loe mau pergi dulu!" kata si Boss sambil mulai mengarahkan batang kejantanannya ke liang senggama Tamara.

"Jangan.. jangan.. saakkit, jaangaakkhh" Tamara berteriak-teriak ketika si Boss mulai mendorong masuk batang kejantanannya.
"Buset! Sempit amat memek loe.. Loe seminggu maen berapa kali sih ama suami loe?!" dengus si Boss sambil terus mendorong batang kejantanannya yang baru bisa masuk sampai kepala, sementara Tamara menjerit sejadi-jadinya, karena selain masih sempit, liang kewanitaannya juga kering sekali sehingga setiap si Boss mendorong batang kejantanannya sakitnya bukan main.

"Jangan! Ampun! Sakit sekali! Saya nggak kuat! Ampuungghh" Tamara kembali mendengus kesakitan ketika si Boss mulai mendorong-dorong batang kejantanannya lagi.
"Dorong sekalian aja Boss!" saran Bopeng sesaat waktu dia berhenti mengisap-isap puting susu Tamara.
"Oke Sayang! Loe siap ya! Gue mau dorong loe sekali lagi", si Boss bersiap sambil mengusap keringat di dadanya, Tamara merintih-rintih ketika sodokan si Boss berhenti sejenak. "Sakit sekkhh.. Aaarrgghh.. aakkhh.." si Boss mendorong keras-keras batang kejantanannya sambil memegangi pinggul Tamara. Hasilnya seluruh batang kejantanannya bisa masuk sambil diiringi jeritan Tamara yang melengking tinggi. Setelah itu mulailah si Boss bergerak maju mundur perlahan, setiap tarikan dan dorongan semuanya diiringi oleh erangan Tamara.

Akhirnya setelah 15 menit maju mundur, si Boss mulai bergerak makin cepat. Tamara yang sudah kelelahan mengerang dan lemas, mulai merasakan sakit yang menggigit liang kewanitaannya, sementara si Boss makin cepat maju mundur sampai seluruh ranjang berguncang-guncang.

"Sakitt! Aaah, ampuun! Ampuun.." Tamara tak berdaya, tubuhnya juga terbanting-banting di ranjang seirama dengan gerakan si Boss. Tubuh Tamara juga sekarang berkilau karena air liur yang dari lidah-lidah penculiknya yang menjilati tubuhnya dari paha sampai wajahnya. Sekarang si Mata Satu sedang mengigiti puting susunya sementara si Bopeng menjilati wajahnya. Si Jabrik meremas-remas susunya dan si Botak meraba sisa tubuh Tamara yang lain.

"Eeeggh, gue mau keluar Sayang, eegh.. eegh.. eegh.." dengus si Boss "Yaa.. ya.. gue keluarin Sayang, akk.. eaah.. eaahh.." tubuh si Boss mengejang sesaat sambil mendorong batang kejantanannya masuk ke liang kemaluan Tamara. Dari batang kejantanannya keluar sperma yang saking banyaknya sampai menetes keluar.

"Aaah! Gue puas bener nih! Gimana dengan loe Sayang?" perlahan si Boss menarik keluar batang kejantanannya yang lemas.
"Ampun, sakit sekali! Saya mohon, ampun.." erang Tamara lirih karena kesakitan dan kecapaian diperkosa si Boss selama 20 menit lebih.
"Oke sekarang giliran loe semua, jangan rebutan, dia udah jadi milik kita sekarang! Gue mau duduk dulu biar kontol gue bisa istirahat!" si Boss berkata sambil bersila di lantai, "Lo semua tunjukin gue kalo loe jantan oke?!"
"Beres Boss", seru mereka serempak.
"Sekarang gue duluan!" si Jabrik naik ke atas ranjang.
"Halo Tamara sayang! Kita mulai aja ya! Gue jamin punya gue lebih besar dari Boss!" Tamara kembali membelalakkan mata sambil berteriak.

Tak lama kemudian kontol besar milik si Jabrik sudah menyodok liang kewanitaan Tamara yang sudah tidak karuan bentuknya dan sodokan ganas ini membuat Tamara meneteskan air matanya. Berjam-jam lamanya Tamara mesti menerima siksaan dari laki-laki yang sudah lapar akan seks dan tubuh Tamara yang sangat seksi dan menggairahkan itu. Setelah mereka semua puas menyemprotkan cairan kenikmatan mereka ke dalam liang kemaluanTamara. Mereka menampar Tamara sehingga tamara menjadi pingsan dan ketika dia sadar, dia sudah berada di sebuah hutan yang dia sendiri tidak pernah mengenalnya sebelumnya.

Tak lama kemudian, Tamara melihat sebuah cahaya lampu senter di kejauhan dan dia berpikir bahwa sebentar lagi dia bisa melaporkan kejadian yang baru saja dia alami ke polisi. Tetapi sayang sekali karena dugaan dia salah sama sekali. Cahaya cahaya lampu itu berasal dari pemuda-pemuda desa dan ketika mereka melihat tubuh Tamara yang seksi dan panas itu, mereka tidak menolong Tamara tetapi mereka malah memperkosa Tamara. Sungguh pedih hati Tamara menerima kenyataan bahwa dia harus melayani 20 pemuda pemuda sekaligus. Ada beberapa pemuda yang menjilati payudaranya yang gempal, ada yang memasukkan kejantanannya ke dalam liang kewanitaan Tamara yang penuh dengan sperma yang sudah tidak tahu lagi milik siapa sperma itu dan ada pula yang menancapkan batangannya ke dalam anus Tamara dan mulut Tamara yang indah sekarang mesti melayani batang kemaluan dari 3 pemuda dan dia mesti menjilatinya satu persatu sehingga tak lama kemudian wajah cantik Tamara sudah dihiasi oleh sperma pemuda-pemuda itu. Setelah mereka semua puas memuaskan nafsu bejat mereka, mereka meninggalkan Tamara seorang diri di hutan yang gelap itu.

X Satu

Category : , , 0

Semasa SMA, aku menjadi orang yang pendiam, karena malu dengan cewe, tetapi malu juga dengan cowo. Terkadang aku menyesal memiliki character ke-cewe-cewe-an. Aku terlalu lemah lembut bagi cowo. Mata pelajaran olahragaku selalu nilainya 6. Olah raga basket aku tidak bisa, volley juga tidak bisa. Yang aku bisa cuma teori doang.

Sikapku yang pendiam ini membuat aku sulit bergaul dengan teman-teman sekolahku. Hasrat sexku sulit sekali aku salurkan. Aku sudah tidak berani bermain-main dengan anak cewe yang cantik-cantik, entah kenapa aku sangat malu meskipun hanya menyentuh. Terkadang aku mengubah sikapku yang ke-banci-bancian ini untuk menjadi macho, tetapi kalau lagi tidak sadar tetap saja aku kembali ke feminim.

Di sela-sela kegiatanku di sekolah, aku hanya dapat memperhatikan bayangan bra dari balik baju putih yang tipis. Membayangkan indahnya payudara dari teman-teman ceweku. Ada yang besar, kecil, dan juga sedang. Semuanya membuat aku senang membayangkan lebih jauh pikiran kotorku tentang sex. Sepulangnya dari sekolah mulai aku onani sambil ditemani buku penthouse dan sedikit bayangan body sexy teman sekolahku. Begitulah pelampiasan sexku semasa awal SMA.

Keadaanku semakin frustasi saat aku duduk di kelas 2. Rasa frustasiku membuat aku menjadi tidak dapat mengendalikan diri untuk menjadi macho. Aku sudah terlalu cape dan jenuh bersikap macho yang pendiam. Akhirnya aku lepaskan semuanya dan jadilah kembali aku menjadi seorang banci. Herannya semenjak itu aku jadi banyak teman. Memang sulit untuk menjadi orang lain. Saat aku menjadi diri sendiri, rasanya aku bebas lepas.

Suatu hari, di kelasku ada tugas kelompok mengenai koperasi. Aku ikut ke kelompok Maria yang kebetulan kami tunjuk sebagai ketua kelompok. Semuanya 5 orang dan aku lelaki sendiri. Setelah terbentuknya kelompok, kita mulai merencanakan pertemuan-pertemuan di rumah, yang jelas bukan di rumahku.

Pertemuan pertama jatuh di rumah Maria. Dari empat teman ceweku ini, Maria memang lebih cantik. Kulitnya putih, payudaranya besar, tampangnya mirip bintang film Hongkong. Sedangkan ketiga teman cewekku yang lain, memang tidak terlalu cantik, tetapi manis dan sexy lah. Kita mulai rapat berlima dengan duduk melingkar di ruang tamu Maria. Suasana rumahnya sangat sepi, tidak ada orang selain pembantunya yang tidak lama kemudian keluar dengan membawa minuman dan snack untuk kita.

Selesainya kami diskusi tentang tugas, kami mulai santai dan selonjoran. Karena aku duduk tepat berhadapan dengan Maria, nampak di antara sela-sela roknya bayangan celana dalamnya yang berwarna putih. Aku menikmati pemandangan indah di depan mataku sambil makan kue semprong dan minum sirup jeruk. Rok abu-abu yang panjangnya di atas lutut dan semakin terangkat tinggi saat duduk bersila membuat pemandangan semakin indah oleh paha-paha mulus. Situasi itu membuat aku ereksi tak tertahankan. Sempat aku memperbaiki posisi dudukku agar penisku bisa membujur keatas tanpa hambatan. Mataku mulai mempertegas pandanganku kalau-kalau tersingkap bulu vagina dari balik celana dalamnya.

Sedang asyiknya aku menikmati pemandangan indah itu, tiba-tiba Pipo sebelahku, memberi isyarat ke Maria dan Ratna yang roknya tersingkap. Akibatnya, pemandangan indah itu lenyap dari pandanganku. "Sialan" kesalku kepada Pipo. Kekesalanku hanya dibalas cengengesan oleh empat cewe itu.
"Kenapa sih gue gak boleh liat? Kalo elo mau liat penis gue, juga boleh," kataku masih senewen.
"Beneran! Gue gak bohong, mo liat nih!" tantangku.
Aku mulai bangkit dan berdiri di atas lututku sambil membuka resleting dan gesperku. Setelah selesai celana abu-abuku terbuka dan terlihatlah celana dalamku yang berwarna putih dengan tonjolan melintang 45 derajat ke atas kanan. Lalu mulai aku tantang lagi.
"Mo liat gak nih?" sambil menarik karet celana dalamku seolah-olah mau menurunkan dari posisinya.

Keempat-empatnya hanya cengengesan sambil menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Entah mulai terangsang atau malu, muka cewe-cewe itu nampak merah padam. Karena takut pada pingsan, aku urungkan niatku untuk memperlihatkan penisku yang mulai basah oleh lendirku sendiri (maklum suasananya hot banget). Saat aku mau menutup resleting celanaku, tiba-tiba Maria nyeletuk
"Takutt tuh..".
Mendengar penghinaan itu, tanpa basa-basi langsung aku mengeluarkan batang penisku di antara lipatan tengah celana dalamku. Dalam sekejap keempat cewe itu menutup mulutnya sambil menahan suara "hepp..". Mata mereka membelalak focus ke arah penisku yang beranjlug-anjlug tegang ke depan. Tiba-tiba saja suasana hening, hanya terdengar suara mobil dan bajaj yang melintas di depan rumah Maria.

Penisku dengan perkasanya menunjuk-nunjuk ke arah Maria yang ada di depanku. Lalu Jenny mulai bersuara memecahkan suasana.
"Nekat lo ye.." katanya.
Keempat cewe itu saling lihat-lihatan dan kembali melihat penisku.
"Udah ah," kataku sambil memasukkan batang penisku ke posisi semula.
"Yaa.. tar dulu dong!" kata mereka kompak. Aku menghentikan niatku dan mulai mengusap-usap kepala penisku yang berbentuk kepala jamur supaya kembali tegang.
"Mo ngapain sih? Nanti masuk angin tau!" kataku.
"Belom dipegang," kata Maria.
"Sini kalo mau rasain," tantangku.
Langsung saja Maria mulai mendekati aku dan menjamah batang penisku yang bertambah tegang.
"Wih, keras banget Joe!" katanya takjub.

Penisku dibelai, terkadang dipencet, terkadang pula diremas. Nampak Jenny mulai maju mendekatiku dan ikut merasakan liku-liku penisku. Oleh Jenny penisku ditekuk ke atas, ke samping lalu ke bawah, entah apa yang dia perbuat seperti kebingungan. Tak lama kemudian Pipo dan Rini mulai bergerak maju bergabung dengan dua cewe lainnya. Kembali penisku diremas, dipencet oleh Pipo dan Rini. Situasi di depanku semakin sumpek saja karena empat cewe kece saling berhimpitan dan membungkuk. Karena tidak tega, langsung saja aku berdiri sehingga cewe-cewe itu lebih leluasa bermain dengan penisku yang masih tegang bahkan tambah tegang.

"Udah dong, gantian dong!" kataku.
Tak lama kemudian keempat cewe sexy mulai mundur dari posisi satu demi satu.
"Gantian dong, liat payudara elo semua," kataku.
"Enak aja.. sori ya!" jawab Maria.
"Curang!" makiku.
Masih kondisi kesal dan tak mau kalah, aku hampiri Maria lalu bergulat dengannya untuk memperebutkan payudara indah.

Ternyata penisku belum aku masukkan ke sarangnya, jadi waktu aku bergulat dengannya, penisku menyentuh, terkadang menekan paha, perut dan anggota tubuh lainnya. Ketiga cewe lainnya hanya cengengesan melihat perbuatanku kepada Maria. Sementara Maria menjerit-jerit minta ampun sambil cengengesan. Aku berusaha menjamah payudaranya yang masih dilindungi oleh kedua tangannya. Sambil dibantu kitikan pada perut dan pinggulnya, akhirnya aku berhasil menjamah payudaranya yang besar. Kesempatan itu aku manfaatkan untuk memuaskan nafsuku pada payudara Maria yang besar, putih, dan empuk. Terkadang aku tekan-tekan, terkadang aku remas, pokoknya semua variasi dari tanganku agar aku puas, aku kerjakan.

Setelah aku puas dengan Maria, mulai aku menyerang Jenny yang ada di sebelahku yang sedang memperhatikanku. Serangan mendadak itu membuat aku tidak sempat memasukkan penisku ke dalam celana. Usahaku yang sama persis seperti aku perlakukan Maria, mulai aku praktekkan kepada Jenny, dan memang berhasil. Dalam waktu singkat aku sudah dapat merasakan payudara Jenny yang lebih kecil dari ke tiga cewe lainnya. Tak lama kemudian aku menyerang Pipo yang ada di sebelah kiriku. Sialnya, Pipo sudah keburu lari menjauhiku. Karena tidak mungkin aku mengejarnya, langsung saja aku menyantap Rini yang masih terduduk sambil cengengesan. Setelah selesai aku menggarap Rini, langsung aku terpaksa mengejar Pipo yang masih berkeliaran menjauhiku. Berkat kegesitanku, aku berhasil menangkap Pipo dari belakang sehingga penisku menekan-nekan pantatnya yang bahenol. Kuremas-remas payudaranya yang besar dari belakang.

Dari keempat cewe yang aku jamah, Pipo lah yang membuat aku puas. Selain rasa nikmat pada penisku saat bergesekkan dengan pantatnya yang masih terlindungi rok abu-abunya, tanganku pun bebas meremas payudaranya yang besar. Tidak itu saja, wangi tubuhnya pun harum semerbak membuat aku sangat terangsang. Cewe berikutnya yang membuat aku puas adalah Maria, baru disusul Rini dan Jenny.

Setelah selesai aku bermain dengan payudara teman-temanku, aku berniat mengakhiri nafsu sexku dengan mengeluarkan air maniku yang masih tertahan di batang penisku yang semakin mengeras.
"Enak kan gue remas-remas gitu," kataku.
"Sakit gila!" kata Maria.
"Bohong luh. Nih gue kasih liat kehebatan penis gue, tapi minta baby oil atau apalah yang untuk pelembab kulit."
Nampak keheran-heranan dari Maria dan juga cewe-cewe lainnya. Mungkin karena penasaran, Maria memenuhi permintaanku. Diambilkannya body lotion dari kamarnya.
"Nih lihat, keren deh!" kataku sambil menuangkan lotion ke telapak tanganku.

Wajah ke empat cewe itu semakin berkerut heran menanti tindakanku selanjutnya. Setelah Lotion itu merata di telapak tanganku, mulai aku oleskan ke seluruh batang penisku yang putih bersih dan masih tegang. Saat aku balurkan lotion itu merata mulai dari kepala penisku dan turun ke batang penisku, aku merasakan kenikmatan yang luar biasa. Sekali-kali aku memperhatikan reaksi Maria dan ketiga cewe lainnya yang mulai gelisah oleh karena pemandangan erotis yang ada di depannya, ya aku ini sedang coli. Aku urut batang penisku mulai dari kepala penis yang berbentuk jamur, lalu turun ke batang, lalu naik lagi ke arah kepala penisku dan seterusnya. Lotion itu memperlancar laju urutanku yang memberikan kenikmatan yang luar biasa.

"Teman-teman, aku gak konsen nih," kataku sambil menghentikan permainan.
"Maksud elo apaan sih?" tanya Maria yang nampak sudah terangsang.
"Kayanya sulit kalau gue lanjutkan, kecuali.." kataku sambil menunggu reaksi mereka.
"Kecuali apaan?" tanya Maria yang sebetulnya aku tunggu-tunggu.
"Kecuali elo semua kasih lihat payudara elo," kataku.
"Hah??" mereka pada kaget dan saling pandang.
"Terserah kalo mau, kalo kaga mau juga gak papa," tantangku.
"Lagi pula elo juga udah liat perabot gue, kan gak ada ruginye," tambahku.

Setelah berpikir dan saling pandang-pandangan, akhirnya cewe-cewe itu mulai bergerak membuka kancing bajunya satu persatu. Pemandangan itu membuat aku semakin terangsang saat kulit putih dan mulus mulai nampak terlihat mulai dari dada, gumpalan payudara, dan turun ke perut. Dengan rada malu-malu keempat cewe itu mulai mengangkat cup bra-nya ke atas. Saat yang mendebarkan bagiku sewaktu cewe-cewe itu mulai mengangkat cup branya.

Oh.. indahnya, sulit aku jelaskan perasaanku waktu itu. Aku sungguh terangsang, tanpa kusadari tanganku sudah bergerak mengurut-urut batang penisku naik-turun. Kuperhatikan payudara Maria yang indah tak tertahankan. Kulit putih dan bongkahan daging yang kencang sehingga memberikan bentuk payudaranya yang sensual. Ditambah lagi lingkaran puting susunya yang besar dan berwarna krem muda dengan biji puting susunya yang rada menonjol keluar. Sebenarnya ingin sekali aku menghisap dan menjilatnya, tetapi mungkin lain waktu. Setelah puas memandang payudara Maria, selanjutnya giliran Jenny. Payudara Jenny sangat kecil, tetapi bongkahan daging masih terlihat jelas sehingga siapapun yang melihat tentunya akan terangsang juga. Puting susunya nampak kecil sesuai dengan lingkaran payudaranya, warnanya rada kecoklatan menambah indahnya payudara Jenny.
Selanjutnya giliran Pipo, payudaranya tidak jauh berbeda dengan Maria. Tetapi nampak dengan jelas di mataku, urat halus berwarna kebiruan. Mungkin dikarenakan warna kulitnya yang berwarna putih cerah. Payudara Pipo nampak lebih besar dibandingkan cewe-cewe lainnya. Kalau aku perhatikan, nampaknya seperti buah pepaya. Karena sangat besarnya sehingga terlihat menggelantung. Wah bisa untuk banana split nih, pikirku. Nyaris aku lupa dengan Rini yang sudah nampak kedinginan. Maklum sangat asyik sekali membayangkan payudara Pipo yang sangat lezat untuk disantap. Langsung saja aku beralih ke payudara Rini yang berkulit coklat. Payudaranya tidak begitu besar tetapi tidak begitu kecil pula, ya.. sedang lah. Putingnya yang berwarna kehitaman nampak mengkerut tegang, entah karena terangsang atau kedinginan. Walaupun tidak semenarik payudara Pipo atau Maria, ukuran dan bentuk payudara Rini cukup membuat orang terangsang sampai puas.

Perhatianku kepada payudara-payudara indah itu nyaris buyar saat air maniku hampir menyemprot dari saluran kencingku. Aku pejamkan mataku dan kuhentikan kocokkanku, setelah reda baru aku lanjutkan menikmati focus pada payudara Pipo dan Maria. Dua cewe ini memang sangat menggoda hasratku. Selain putih bersih, 2 cewe ini memiliki payudara yang besar. Asyik sekali aku membayangkan kenikmatan payudaranya hingga air maniku tidak dapat kutahan lagi. Kunikmati semprotan maniku melintasi saluran batang penisku sambil memijit-mijit kepala penisku seolah-olah sedang dijepit oleh payudara Pipo yang besar. Kakiku terasa gemetar menahan kenikmatan yang tiada taranya. Ingin aku berteriak melepas kenikmatanku, tetapi sengaja aku tahan supaya tidak merubah suasana yang sedang tegang erotis. Semprotan air kenikmatanku berjatuhan di lantai. Sebelum kenikmatan itu habis, kupercepat kocokanku pada kepala penisku sehingga timbul rasa gatal nikmat. Akhirnya kenikmatan itu hilang dan hanya rasa lemas yang tersisa pada diriku.

"Dah selesai," kataku lemas sambil menghempaskan diriku ke lantai.
"Apan tuh putih-putih?" tanya Maria herah.
"Itu namanya sperma," jawabku singkat.
"Udah jangan begong begitu dong, minta tisu dong.." kataku sambil mengambil sisa minuman milikku.
Keempat cewe cantik dan sexy itu pun mulai merapihkan pakaiannya masing-masing sedangkan aku mulai membersihkan penisku yang belepotan dengan air maniku dan memasukkan kembali ke sangkarnya.
"Keren kan? He he he.." kataku sambil cengengesan.
"Rasanya kaya apa sih tuh tadi?" tanya Pipo.
"Udah gak usah dibahas, pokoknya enak boo!" kataku sambil bersiap-siap mau pulang.
"Awas lho ya! Sombong bener sih," jawab Pipo.
"Ngancem nih yee.." balasku.

Cewe-cewe yang lain nampak kaku entah karena risih atau pegal. Akhirnya kami berpamitan pulang dengan Maria dengan membawa pengalaman unik yang membuat kami semakin akrab. Dari depan pagar rumah Maria sempat aku mendengar suara bibi, pembantu Maria berkata,
"itu tadi banci ya non?".
Sialan gue dikatain banci, gue kepret baru rasa luh, pikirku.

Diberdayakan oleh Blogger.
Feed facebook twitter friendfeed G+ Submit