Home > 14 November 2010

14 November 2010

Enaknya ngentot perawan Rina

Jumat, 19 November 2010 Category : , 1

Aku adalah seorang mahasiswa tingkat akhir di perguruan tinggi di Bandung, dan sekarang sudah tingkat akhir. Untuk saat ini aku tidak mendapatkan mata kuliah lagi dan hanya mengerjakan skripsi saja. Oleh karena itu aku sering main ke tempat abangku di Jakarta.

Suatu hari aku ke Jakarta. Ketika aku sampai ke rumah kakakku, aku melihat ada tamu, rupanya ia adalah teman kuliah kakakku waktu dulu. Aku dikenalkan kakakku kepadanya. Rupanya ia sangat ramah kepadaku. Usianya 40 tahun dan sebut saja namanya Firman. Ia pun mengundangku untuk main ke rumahnya dan dikenalkan pada anak-istrinya. Istrinya, Dian, 7 tahun lebih muda darinya, dan putrinya, Rina, duduk di kelas 2 SMP.

Kalau aku ke Jakarta aku sering main ke rumahnya. Dan pada hari Senin, aku ditugaskan oleh Firman untuk menjaga putri dan rumahnya karena ia akan pergi ke Malang, ke rumah sakit untuk menjenguk saudara istrinya. Menurutnya sakit demam berdarah dan dirawat selama 3 hari. Oleh karena itu ia minta cuti di kantornya selama 1 minggu. Ia berangkat sama istrinya, sedangkan anaknya tidak ikut karena sekolah.

Setelah 3 hari di rumahnya, suatu kali aku pulang dari rumah kakakku, karena aku tidak ada kesibukan apapun dan aku pun menuju rumah Firman. Aku pun bersantai dan kemudian menyalakan VCD. Selesai satu film. Saat melihat rak, di bagian bawahnya kulihat beberapa VCD porno. Karena memang sendirian, aku pun menontonnya. Sebelum habis satu film, tiba-tiba terdengar pintu depan dibuka. Aku pun tergopoh-gopoh mematikan televisi dan menaruh pembungkus VCD di bawah karpet.

"Hallo, Oom Ryan..!" Rina yang baru masuk tersenyum. "Eh, tolong dong bayarin bajaj... uang Rina sepuluh-ribuan, abangnya nggak ada kembalinya."

Aku tersenyum mengangguk dan keluar membayarkan bajaj yang cuma dua ribu rupiah.

Saat aku masuk kembali.., pucatlah wajahku! Rina duduk di karpet di depan televisi, dan menyalakan kembali video porno yang sedang setengah jalan. Dia memandang kepadaku dan tertawa geli.

"Ih! Oom Ryan! Begitu to, caranya..? Rina sering diceritain temen-temen di sekolah, tapi belon pernah liat."

Gugup aku menjawab, "Rina... kamu nggak boleh nonton itu! Kamu belum cukup umur! Ayo, matiin."

"Aahhh, Oom Ryan. Jangan gitu, dong! Tuh liat... cuma begitu aja! Gambar yang dibawa temen Rina di sekolah lebih serem."

Tak tahu lagi apa yang harus kukatakan, dan khawatir kalau kularang Rina justru akan lapor pada orangtuanya, aku pun ke dapur membuat minum dan membiarkan Rina terus menonton. Dari dapur aku duduk-duduk di beranda belakang membaca majalah.

Sekitar jam 7 malam, aku keluar dan membeli makanan. Sekembalinya, di dalam rumah kulihat Rina sedang tengkurap di sofa mengerjakan PR, dan... astaga! Ia mengenakan daster yang pendek dan tipis. Tubuh mudanya yang sudah mulai matang terbayang jelas. Paha dan betisnya terlihat putih mulus, dan pantatnya membulat indah. Aku menelan ludah dan terus masuk menyiapkan makanan.

Setelah makanan siap, aku memanggil Rina. Dan.., sekali lagi astaga... jelas ia tidak memakai BH, karena puting susunya yang menjulang membayang di dasternya. Aku semakin gelisah karena penisku yang tadi sudah mulai "bergerak", sekarang benar-benar menegak dan mengganjal di celanaku.

Selesai makan, saat mencuci piring berdua di dapur, kami berdiri bersampingan, dan dari celah di dasternya, buah dadanya yang indah mengintip. Saat ia membungkuk, puting susunya yang merah muda kelihatan dari celah itu. Aku semakin gelisah. Selesai mencuci piring, kami berdua duduk di sofa di ruang keluarga.

"Oom, ayo tebak. Hitam, kecil, keringetan, apaan..?"

"Ah, gampang! Semut lagi push -up! Kan ada di tutup botol Fanta! Gantian... putih-biru-putih, kecil, keringetan, apa..?"

Rina mengernyit dan memberi beberapa tebakan yang semua kusalahkan.

"Yang bener... Rina pakai seragam sekolah, kepanasan di bajaj..!"

"Aahhh... Oom Ryan ngeledek..!"

Rina meloncat dari sofa dan berusaha mencubiti lenganku. Aku menghindar dan menangkis, tapi ia terus menyerang sambil tertawa, dan... tersandung!

Ia jatuh ke dalam pelukanku, membelakangiku. Lenganku merangkul dadanya, dan ia duduk tepat di atas batang kelelakianku! Kami terengah-engah dalam posisi itu. Bau bedak bayi dari kulitnya dan bau shampo rambutnya membuatku makin terangsang. Dan aku pun mulai menciumi lehernya. Rina mendongakkan kepala sambil memejamkan mata, dan tanganku pun mulai meremas kedua buah dadanya.

Nafas Rina makin terengah, dan tanganku pun masuk ke antara dua pahanya. Celana dalamnya sudah basah, dan jariku mengelus belahan yang membayang.

"Uuuhh... mmmhhh..." Rina menggelinjang.

Kesadaranku yang tinggal sedikit seolah memperingatkan bahwa yang sedang kucumbu adalah seorang gadis SMP, tapi gairahku sudah sampai ke ubun-ubun dan aku pun menarik lepas dasternya dari atas kepalanya. Aahhh..! Rina menelentang di sofa dengan tubuh hampir polos!

Aku segera mengulum puting susunya yang merah muda, berganti-ganti kiri dan kanan hingga dadanya basah mengkilap oleh ludahku. Tangan Rina yang mengelus belakang kepalaku dan erangannya yang tersendat membuatku makin tak sabar. Aku menarik lepas celana dalamnya, dan.. nampaklah bukit kemaluannya yang baru ditumbuhi rambut jarang. Bulu yang sedikit itu sudah nampak mengkilap oleh cairan kemaluan Rina. Aku pun segera membenamkan kepalaku ke tengah kedua pahanya.

"Ehhh... mmmaaahhh..," tangan Rina meremas sofa dan pinggulnya menggeletar ketika bibir kemaluannya kucium.

Sesekali lidahku berpindah ke perutnya dan mengemut perlahan.

"Ooohh... aduuhhh..," Rina mengangkat punggungnya ketika lidahku menyelinap di antara belahan kemaluannya yang masih begitu rapat.

Lidahku bergerak dari atas ke bawah dan bibir kemaluannya mulai membuka. Sesekali lidahku membelai kelentitnya dan tubuh Rina akan terlonjak dan nafas Rina seakan tersedak. Tanganku naik ke dadanya dan meremas kedua bukit dadanya. Putingnya sedikit membesar dan mengeras.

Ketika aku berhenti menjilat dan mengulum, Rina tergeletak terengah-engah, matanya terpejam. Tergesa aku membuka semua pakaianku, dan kemaluanku yang tegak teracung ke langit-langit, kubelai-belaikan di pipi Rina.

"Mmmhh... mmmhhh... ooohhhmmm..," ketika Rina membuka bibirnya, kujejalkan kepala kemaluanku.

Mungkin film tadi masih diingatnya, jadi ia pun mulai menyedot. Tanganku berganti-ganti meremas dadanya dan membelai kemaluannya.

Segera saja kemaluanku basah dan mengkilap. Tak tahan lagi, aku pun naik ke atas tubuh Rina dan bibirku melumat bibirnya. Aroma kemaluanku ada di mulut Rina dan aroma kemaluan Rina di mulutku, bertukar saat lidah kami saling membelit.

Dengan tangan, kugesek-gesekkan kepala kemaluanku ke celah di selangkangan Rina, dan sebentar kemudian kurasakan tangan Rina menekan pantatku dari belakang.

"Ohhmm, mam... masuk... hhh... masukin... Omm... hhh... ehekmm..."

Perlahan kemaluanku mulai menempel di bibir liang kemaluannya, dan Rina semakin mendesah-desah. Segera saja kepala kemaluanku kutekan, tetapi gagal saja karena tertahan sesuatu yang kenyal. Aku pun berpikir, apakah lubang sekecil ini akan dapat menampung kemaluanku yang besar ini. Terus terang saja, ukuran kemaluanku adalah panjang 15 cm, lebarnya 4,5 cm sedangkan Rina masih SMP dan ukuran lubang kemaluannya terlalu kecil.

Tetapi dengan dorongan nafsu yang besar, aku pun berusaha. Akhirnya usahaku pun berhasil. Dengan satu sentakan, tembuslah halangan itu. Rina memekik kecil, dahinya mengernyit menahan sakit. Kuku-kuku tangannya mencengkeram kulit punggungku. Aku menekan lagi, dan terasa ujung kemaluanku membentur dasar padahal baru 3/4 kemaluanku yang masuk. Lalu aku diam tidak bergerak, membiarkan otot-otot kemaluan Rina terbiasa dengan benda yang ada di dalamnya.

Sebentar kemudian kernyit di dahi Rina menghilang, dan aku pun mulai menarik dan menekankan pinggulku. Rina mengernyit lagi, tapi lama-kelamaan mulutnya menceracau.

"Aduhhh... ssshhh... iya... terusshh... mmmhhh... aduhhh... enak... Oommm..."

Aku merangkulkan kedua lenganku ke punggung Rina, lalu membalikkan kedua tubuh kami hingga Rina sekarang duduk di atas pinggulku. Nampak 3/4 kemaluanku menancap di kemaluannya. Tanpa perlu diajarkan, Rina segera menggerakkan pinggulnya, sementara jari-jariku berganti-ganti meremas dan menggosok dada, kelentit dan pinggulnya, dan kami pun berlomba mencapai puncak.

Lewat beberapa waktu, gerakan pinggul Rina makin menggila dan ia pun membungkukkan tubuhnya dan bibir kami berlumatan. Tangannya menjambak rambutku, dan akhirnya pinggulnya menyentak berhenti. Terasa cairan hangat membalur seluruh batang kemaluanku.

Setelah tubuh Rina melemas, aku mendorong ia telentang. Dan sambil menindihnya, aku mengejar puncakku sendiri. Ketika aku mencapai klimaks, Rina tentu merasakan siraman air maniku di liangnya, dan ia pun mengeluh lemas dan merasakan orgasmenya yang kedua.

Sekian lama kami diam terengah-engah, dan tubuh kami yang basah kuyup dengan keringat masih saling bergerak bergesekan, merasakan sisa-sisa kenikmatan orgasme.

"Aduh, Oom... Rina lemes. Tapi enak banget."

Aku hanya tersenyum sambil membelai rambutnya yang halus. Satu tanganku lagi ada di pinggulnya dan meremas-remas. Kupikir tubuhku yang lelah sudah terpuaskan, tapi segera kurasakan kemaluanku yang telah melemas bangkit kembali dijepit liang vagina Rina yang masih amat kencang.

Aku segera membawanya ke kamar mandi, membersihkan tubuh kami berdua dan... kembali ke kamar melanjutkan babak berikutnya. Sepanjang malam aku mencapai tiga kali lagi orgasme,dan Rina... entah berapa kali. Begitupun di saat bangun pagi, sekali lagi kami bergumul penuh kenikmatan sebelum akhirnya Rina kupaksa memakai seragam, sarapan dan berangkat ke sekolah.

Kembali ke rumah Firman, aku masuk ke kamar tidur tamu dan segera pulas kelelahan. Di tengah tidurku aku bermimpi seolah Rina pulang sekolah, masuk ke kamar dan membuka bajunya, lalu menarik lepas celanaku dan mengulum kemaluanku. Tapi segera saja aku sadar bahwa itu bukan mimpi, dan aku memandangi rambutnya yang tergerai yang bergerak-gerak mengikuti kepalanya yang naik-turun. Aku melihat keluar kamar dan kelihatan VCD menyala, dengan film yang kemarin. Ah! Merasakan caranya memberiku "blowjob", aku tahu bahwa ia baru saja belajar dari VCD.

Nikmatnya seorang perawan

Category : , 1

waktu itu saya masuk sebuah sekolah akademik diploma 1 tahun di Bandung, dan ternyata semua mahasiswi-mahasiswinya di sini lumayan cakep-cakep juga. Setelah 2 minggu lewat saya mulai akrab dengan semua mahasiswa-mahasiwa sekampus, dan terus terang di jurusan saya (Manajemen Informatika), perempuannya hanya sedikit sekali, dan kampus ini juga baru berdiri jadi belum begitu terkenal.
Setelah tiga minggu belajar di kampus ini, ternyata ada mahasiswi baru yang cantik, putih dan bercahaya, pakaiannya juga biasa-biasa saja tetapi semua laki-laki di kelasku, melongok melihat dia. Yaa ampun, cantik benar nih. Jam mata kuliah pertama selesai dan anak-anak laki-laki di kelasku banyak yang kenalan tapi terus terang hanya saya dan temanku berdua bisa dibilang cool, kami hanya keluar dan makan di kantin. Saya benar-benar belum punya nyali untuk dekat dengan wanita-wanita di kampus waktu itu. Dan dengan si mahasiswi baru itu pun kenalnya sangat lama sekali. Sebut saja nama panggilannya Ani. Saya yang baru memasuki dunia baru di perkuliahan, dan melihat cewek-cewek di kampus pun begitu menggebu-gebu nafsu birahiku. Tapi saya hanya punya pikiran dan perasaan sama si Ani ini, mungkin banyak cowok lainnya berpikiran dan berperasaan begitu juga, tapi saya tidak PD, dan saya itu bisa dibilang pendiam dan rata-rata menurut teman-teman, saya ini punya wajah lumayan ganteng. Yaa.. itu sih menurut teman-temanku.
Waktu perkuliahan pun terus berjalan, dan setelah 3 bulan lebih saya mulai akrab dengan Ani ini dan mulai sering ngobrol (sebelumnya hanya kenal senyum saja, ataupun hanya menanyakan tugas mata kuliah). Dan ternyata Dia ini lagi cuti kuliah di salah satu perguruan tinggi swasta hukum terkenal di Bandung, tapi saya lupa waktu itu dia semester berapa, yang saya ingat waktu itu saya berumur 19 tahun dan dia berumur 22 tahun. Dan ternyata dia sudah punya pacar. Waduh hatiku lemas, walaupun sudah jarang ketemu tetapi statusnya masih resmi pacaran.
Saat kami berdua ngobrol, dia suka curhat tetapi saya suka mencuri pandangan ke arah buah dadanya yang indah menawan itu. Waduh pokoknya bulat tegap dan sedikit runcing, begitu juga kulitnya tidak satupun bekas goresan luka, hanya putih mulus dan pantatnya bulat menantang. Kalau dilihat dari belakang, waduh.. membuat kemaluan saya berdiri tegap dan ingin kuremas-remas dan ditancap dari belakang. Bayangkan kalau berjalan dia berlenggang-lenggok. Dia memiliki rambut yang indah, hitam dan panjang, berhidung mancung, berbibir tipis, alis dan bulu mata yang lentik (tapi seperti cewek bule). Dan memang cewek ini anak seorang yang kaya raya. Dan kami pun menjadi dekat dan akrab, tapi tidak tahu dia itu sukanya bareng dan jalan sama saya saja. Padahal kan banyak teman cewek di kampus itu ataupun cowok yang lain. Yaa.. tapi saya pun sangat senang sekali bisa jalan bareng sama Ani, Dia pun sering mengajak saya main ke rumahnya. Namun itu tidak pernah terjadi, mungkin saya tidak biasa main ke rumah cewek. Dan akhirnya dia ingin main ke rumah saya, waduh saya juga bingung karena saya juga belum pernah kedatangan teman cewek apalagi seperti dia, tapi dia terus memaksa saya.
Suatu hari di kampus, mata kuliah satu sudah selesai dan harus masuk lagi untuk mata kuliah yang kedua, tapi waktunya sore hari, dan ketika sudah selesai mata kuliah satu, kami pun merasa BT kalau di kampus saja, dan Ani memaksa saya untuk main ke rumah saya, katanya ingin tahu tempat tinggal saya dan sekaligus ingin curhat. Ya untungnya rumah saya itu hanya ada saudara saya (karena saya tidak tinggal bersama orang tua) dan rumah itu milik nenek saya. Oleh karena itu kehidupan saya bebas dan saling cuek sama anggota keluarga lainnya di rumah itu. Tidak ada saling curiga atau hal apapun, yang penting tidak saling merugikan satu sama lain.
Kami pun berdua pergi ke rumah saya. Siang bolong, ketika sudah sampai di rumah, Ani saya persilakan masuk ke kamar saya dan ternyata saya tidak grogi atas kedatangan cewek cantik ini. Dan ketika baru mengobrol sebentar lalu dia bicara, “Ted panas yaah hawa di Bandung sekarang ini.”
“Iya nih!” sambil kubawakan minuman dingin yang sangat sejuk sekali.
“Ted.. boleh nggak saya buka baju, kamu jangan malu Ted, saya masih pake pakaian dalam kok, habis panass siihh..”
Waduh memang saya merasa malu waktu itu dan sedikit deg-degan jantungku.
“Aduuh gimana kamu ini, emang kamu nggak malu sama aku?” bantahku.
Tapi kan dia sudah ngomong kalau dia masih memakai pakaian dalam. Kemudian saya keluar kamar sebentar untuk mengambil makanan ringan di lemari es, dan ketika saya memasuki kamar lagi, ya ampun.. pakaian dalam sih pakaian dalam tapi kalau ternyata kalau itu BH yang super tipis dan kelihatan puting susunya. Waduh, saya sangat grogi waktu itu dan saya pun sering memalingkan wajah, tapi tidak dapat dipungkiri, kemaluan saya pun berereksi dan aliran darah saya pun mengalir tidak karuan, apalagi hawa sedang panas-panasnya.
“Ayo sekarang kamu mau curhat lagi?” kataku.
“Nggak sih Ted, saya udah minta putus sama dia (pacarnya-red) dan dia setuju untuk resmi putus.”
“Ya udah.. abis gimana lagi”, katanya.
Dalam hatiku, asyik dia sudah putus, dan saya pun berpura-pura bersedih, karena memang kasihan melihat wajahnya sedikit pucat dan sedikit menangis. Dia memelukku sambil sedikit bicara kepadaku, tapi itu lho anuku tidak bisa diam dan semakin panas saja suhu tubuhku. Ketika kuelus rambut dan punggungnya, eh dia menciumku dan kubalas ciumannya dan dia membalas lagi, semakin lama kami berciuman dan dia memasukkan lidahnya ke mulutku. Waduh, ini benar-benar mengasyikan dan terus terang ini adalah pertama kali bagiku. Dan dia pun mengeluarkan suara desahan yang sangat lembut dan sensual, dan dituntunnya tanganku ke buah dadanya, langsung saja kuremas-remas dan BH-nya pun kubuka. Wow, buah dada yang sangat indah, putih, bulat berisi dan mancung serta puting yang bagus, sedikit warna merah di seputar putingnya dan berwarna coklat di puncaknya, sekali-kali kupelentir putingnya dan dia pun mendesah kuat, “Ssstthh ha.. hah.. aahh.. okhs Ted, bagus Ted, eenakk”, suaranya yang kecil dan merdu. Dia membuka bajuku dan aku kini dibuatnya telanjang, tapi aku hanya pasrah saja, tidak ada rasa malu lagi.
“Apa kamu sering melakukan ini sama pacar kamu?” kataku.
“Iya Ted, tapi nggak sering.. aaksshh..” kata dia sambil mendesah, tanganku diarahkannya ke liang kemaluannya, dan langsung kuelus-elus sambil lidahku menjilat putingnya yang indah itu. Sedikit-sedikit kuselingi dengan gigitan ringan tepat di puncaknya, dan dia menggeliat keenakan. Dan kemaluannya pun basah. Kubuka celananya dan celana dalamnya secara perlahan.
Oh iya, kami melakukannya di sofa kamarku tepat di depan TV dan stereo-set. Dan kami lagi sedang mendengarkan lagu-lagu rock barat tahun 70-an, ketika kubuka CD-nya, yes.. dia memiliki kemaluan yang bagus, bulu sedikit, dan memang dia masih perawan, dengan pacarnya juga hanya melakukan oral sex. Tetapi saya belum berani untuk menjilat kemaluannya, saya hanya mengesekkan tangan saya ke bibir kemaluannya. Eh ternyata dia turun dari sofa dan menghisap batang kemaluanku, “Aaakshh.. hsstt oks!” dia menjilati biji pelerku dan dia mengisap kemaluanku lagi sambil dipegang dan dikocoknya. “Waduuhh.. enak sekalii akkhhss..” aliran-aliran darahku mengalir dengan serentak dan ingin kumasukkan kemaluanku ke liang kemaluannya, tapi apa dia mau? Beberapa menit kemudian.. “Ted, kamu punya barang gede enggak, kecil enggak, panjang enggak and pendek enggak, tapi bener Ted, saya sangat suka kamu punya barang”, katanya sambil berdiri dan lubang kemaluannya dihadapkannya ke wajahku aku semakin tidak kuat saja.
Langsung saja kujilat liang kemaluannya. Wah agak bau juga nih, tapi bau yang enak. Semakin lama semakin asyik dan sangat enak, dan dia pun merintih-rintih kecil, “Uwuuhh oo.. sstt akhs.. akhs.. akhs.. oohh aahh.. sstth”, sambil tubuhnya agak bergerak nggak karuan, mungkin jilatanku belum pintar tapi kulihat dia sedang keasyikan menikmati jilatanku. Lalu dia berdiri dan menarik tubuhku ke lantai. Di situ kami berciuman lagi, entah kenapa aku merasakan sesuatu yang hangat di sekitar liang kemaluannya, kuingin batang kemaluanku dimasukkannya ke lubang kemaluannya. Soalnya aku masih ragu. Tapi saya memberanikan untuk bicara.
“An, kamu masih perawan nggak?”
“Iya.. aksshh.. sstt.. sstt aakhs”, katanya. Ternyata dugaanku benar.
“Tapi sama pacar kamu itu?”
“Iya tapi kalau aku sama dia hanya oral aja”, kata Ani.
“Tapi Ted, gimana kalau kita ini sekarang..” dia tidak melanjutkan pembicaraannya.
“Okh.. ookh.. okh.. sstt..” dia mencoba untuk memasukan batang kemaluanku ke lubang kemaluannya dengan bantuan tangannya. Dengan begitu, aku pun berusaha untuk memasukkan batang kemaluanku ke lubang kemaluannya, dan secara perlahan kugesekkan batang kemaluanku ke liang kemaluannya dan sedikit demi sedikit kumasukkan kemaluanku, tapi ini hanya sampai kepala aja, dan.. “Ooohh aakksshh.. ahh.. ah.. aahh.. oohh.. sset”, dia merintih- rintih. Aku terus menggenjot dia.
“Ted, ternyata pedih juga, aahh!” katanya.
“Tapi teruskan saja Ted..”.
Kulihat wajahnya memang mengkhawatirkan juga, tapi yang kurasakan adalah kenikmatan, meskipun itu masih tersendat-sendat dan sedikit kehangatan, “Ookkhhss.. sstt, aduh nikmatnya”, kataku. Dan memang ada sedikit darah di batang kemaluanku dan yes.. semua batang kemaluanku masuk, dan benar-benar nikmat tiada tara, dan hilanglah perawannya dan perjakaku.
“Ssstt.. sstt..” desahannya yang merdu dan menggairahkan apalagi didukung oleh kecantikannya dan mulus kulitnya. Dan kami masih melakukan gaya konvensional dan terus kugenjot naik turun, naik turun dan tumben, aku masih kuat dan menahan kenikmatan ini, karena kalau aku sedang onani, tidak selama ini. Di lantai itu kami melakukannya serasa di surga. “Assh.. asshh.. aakss.. oohh.. aksh.. sstt”, dia menjerit-jerit tapi biarlah kedengaran oleh saudaraku, yang lagi nonton TV di ruang keluarga. Karena pasti suara jeritan Ani ini kedengaran. “Terus Ted, aduhh Ted kok enak sih.. aakss ssttss..” katanya sambil merem melek matanya dan bibirnya yang aduhai melongo ke langit dan langsung kujilat lidahnya. “Duuhh aahss sstt duh An, aku mau keluar nih!” kataku. “Uuhhss sstt jangan dulu dong Ted.. bentar lagi aja”, katanya. Tapi memang saya waktu itu sudah nggak kuat, ehh ternyata.. “Sss oohh akkhhss.. oohh, duh Ted boleh deh sekarang, kamu dikeluarinnya di sini aja”, sambil ditunjukanya ke arah payudaranya. Dan.. “Creett.. cret.. cret.. crret” dan air maniku yang banyak itu menyemprot ke payudaranya dan sekitar lehernya. Selesailah main-main sama Ani, dan waktu pun menunjukan arah jam 5 lebih dan memang kami sudah telat untuk pergi lagi ke kampus memasuki pelajaran Mata Kuliah kedua.
Kami berdua terkulai dan ketiduran di lantai itu dalam keadaan masih telanjang, dan lagu di stereo tape-ku pun sudah lama habis. Bangun-bangun sudah hampir jam 19.00, kami pun bergegas berpakaian dan aku pergi ke kamar mandi untuk mandi, sesudah saya selesai mandi dia juga mandi, dan akhirnya kami pergi jalan-jalan sekalian mencari makan. Kami pergi ke daerah Merdeka dan makan. Sesudah itu kami nonton di Bioskop. Di Bandung Indah Plaza (BIP), lupa lagi waktu itu kami nonton apa. Sesudah selesai nonton Ani tidak mau pulang dia ingin menginap di rumah saya. Waduh celaka juga nih anak, ketagihan atau dia lagi ada masalah dengan keluarga di rumahnya. Setelah kami berbincang-bincang, ternyata dia tinggal tidak bersama orang tuanya, sama seperti saya. Dia tinggal bersama bibinya, dan memang tidak ada perhatian bibinya kepada Ani. Dan kami berdua pulang ke rumah saya dengan membawa makanan ringan, minuman (beer dan Fanta). Sesampainya di rumahku, kami berdua mengobrol lagi sambil menonton TV, dan kusuruh dia tidur duluan, kamipun tidur sambil berpelukan terbuai terbawa oleh mimpi indah kami berdua.
sejak saat itulah kami resmi berpacaran, dengan begitu makin sering juga kami melakukan perbuatan “nikmat” seperti yang telah kami lakukan sebelumnya.

Bercinta dengan tetangga idaman

Category : , 0

Kurasa tidak perlu aku ceritakan tentang nama dan asalku, serta tempat dan alamatku sekarang. Usiaku sekarang sudah mendekati empat puluh tahun, kalau dipikir-pikir seharusnya aku sudah punya anak, karena aku sudah menikah hampir lima belas tahun lamanya. Walaupun aku tidak begitu ganteng, aku cukup beruntung karena mendapat isteri yang menurutku sangat cantik. Bahkan dapat dikatakan dia yang tercantik di lingkunganku, yang biasanya menimbulkan kecemburuan para tetanggaku.
Isteriku bernama Resty. Ada satu kebiasaanku yang mungkin jarang orang lain miliki, yaitu keinginan sex yang tinggi. Mungkin para pembaca tidak percaya, kadang-kadang pada siang hari selagi ada tamu pun sering saya mengajak isteri saya sebentar ke kamar untuk melakukan hal itu. Yang anehnya, ternyata isteriku pun sangat menikmatinya. Walaupun demikian saya tidak pernah berniat jajan untuk mengimbangi kegilaanku pada sex. Mungkin karena belum punya anak, isteriku pun selalu siap setiap saat.
Kegilaan ini dimulai saat hadirnya tetangga baruku, entah siapa yang mulai, kami sangat akrab. Atau mungkin karena isteriku yang supel, sehingga cepat akrab dengan mereka. Suaminya juga sangat baik, usianya kira-kira sebaya denganku. Hanya isterinya, woow busyet.., selain masih muda juga cantik dan yang membuatku gila adalah bodynya yang wah, juga kulitnya sangat putih mulus.
Mereka pun sama seperti kami, belum mempunyai anak. Mereka pindah ke sini karena tugas baru suaminya yang ditempatkan perusahaannya yang baru membuka cabang di kota tempatku. Aku dan isteriku biasa memanggil mereka Mas Agus dan Mbak Rini. Selebihnya saya tidak tahu latar belakang mereka. Boleh dibilang kami seperti saudara saja karena hampir setiap hari kami ngobrol, yang terkadang di teras rumahnya atau sebaliknya.
Pada suatu malam, saya seperti biasanya berkunjung ke rumahnya, setelah ngobrol panjang lebar, Agus menawariku nonton VCD blue yang katanya baru dipinjamnya dari temannya. Aku pun tidak menolak karena selain belum jauh malam kegiatan lainnya pun tidak ada. Seperti biasanya, film blue tentu ceritanya itu-itu saja. Yang membuatku kaget, tiba-tiba isteri Agus ikut nonton bersama kami.
“Waduh, gimana ini Gus..? Nggak enak nih..!”
“Nggak apa-apalah Mas, toh itu tontonan kok, nggak bisa dipegang. Kalau Mas nggak keberatan, Mbak Res diajak sekalian.” katanya menyebut isteriku.
Aku tersinggung juga waktu itu. Tapi setelah kupikir-pikir, apa salahnya? Akhirnya aku pamit sebentar untuk memanggil isteriku yang tinggal sendirian di rumah.
“Gila kamu..! Apa enaknya nonton gituan kok sama tetangga..?” kata isteriku ketika kuajak.
Akhirnya aku malu juga sama isteriku, kuputuskan untuk tidak kembali lagi ke rumah Agus. Mendingan langsung tidur saja supaya besok cepat bangun. Paginya aku tidak bertemu Agus, karena sudah lebih dahulu berangkat. Di teras rumahnya aku hanya melihat isterinya sedang minum teh. Ketika aku lewat, dia menanyaiku tentang yang tadi malam. Aku bilang Resty tidak mau kuajak sehingga aku langsung saja tidur.
Mataku jelalatan menatapinya. Busyet.., dasternya hampir transparan menampakkan lekuk tubuhnya yang sejak dulu menggodaku. Tapi ah.., mereka kan tetanggaku. Tapi dasar memang pikiranku sudah tidak beres, kutunda keberangkatanku ke kantor, aku kembali ke rumah menemui isteriku. Seperti biasanya kalau sudah begini aku langsung menarik isteriku ke tempat tidur. Mungkin karena sudah biasa Resty tidak banyak protes. Yang luar biasa adalah pagi ini aku benar-benar gila. Aku bergulat dengan isteriku seperti kesetanan. Kemaluan Resty kujilati sampai tuntas, bahkan kusedot sampai isteriku menjerit. Edan, kok aku sampai segila ini ya, padahal hari masih pagi.Tapi hal itu tidak terpikirkan olehku lagi.
Isteriku sampai terengah-engah menikmati apa yang kulakukan terhadapnya. Resty langsung memegang kemaluanku dan mengulumnya, entah kenikmatan apa yang kurasakan saat itu. Sungguh, tidak dapat kuceritakan.
“Mas.., sekarang Mas..!” pinta isteriku memelas.
Akhirnya aku mendekatkan kemaluanku ke lubang kemaluan Resty. Dan tempat tidur kami pun ikut bergoyang.
Setelah kami berdua sama-sama tergolek, tiba-tiba isteriku bertanya, “Kok Mas tiba-tiba nafsu banget sih..?”
Aku diam saja karena malu mengatakan bahwa sebenarnya Rini lah yang menaikkan tensiku pagi ini.
Sorenya Agus datang ke rumahku, “Sepertinya Mas punya kelainan sepertiku ya..?” tanyanya setelah kami berbasa-basi.
“Maksudmu apa Gus..?” tanyaku heran.
“Isteriku tadi cerita, katanya tadi pagi dia melihat Mas dan Mbak Resty bergulat setelah ngobrol dengannya.”
Loh, aku heran, dari mana Rini nampak kami melakukannya? Oh iya, baru kusadari ternyata jendela kamar kami saling berhadapan.
Agus langsung menambahkan, “Nggak usah malu Mas, saya juga maniak Mas.” katanya tanpa malu-malu.
“Begini saja Mas,” tanpa harus memahami perasaanku, Agus langsung melanjutkan, “Aku punya ide, gimana kalau nanti malam kita bikin acara..?”
“Acara apa Gus..?” tanyaku penasaran.
“Nanti malam kita bikin pesta di rumahmu, gimana..?”
“Pesta apaan..? Gila kamu.”
“Pokoknya tenang aja Mas, kamu cuman nyediain makan dan musiknya aja Mas, nanti minumannya saya yang nyediain. Kita berempat aja, sekedar refresing ajalah Mas, kan Mas belum pernah mencobanya..?”
Malamnya, menjelang pukul 20.00, Agus bersama isterinya sudah ada di rumahku. Sambil makan dan minum, kami ngobrol tentang masa muda kami. Ternyata ada persamaan di antara kami, yaitu menyukai dan cenderung maniak pada sex. Diiringi musik yang disetel oleh isteriku, ada perasaan yang agak aneh kurasakan. Aku tidak dapat menjelaskan perasaan apa ini, mungkin pengaruh minuman yang dibawakan Agus dari rumahnya.
Tiba-tiba saja nafsuku bangkit, aku mendekati isteriku dan menariknya ke pangkuanku. Musik yang tidak begitu kencang terasa seperti menyelimuti pendengaranku. Kulihat Agus juga menarik isterinya dan menciumi bibirnya. Aku semakin terangsang, Resty juga semakin bergairah. Aku belum pernah merasakan perasaan seperti ini. Tidak berapa lama Resty sudah telanjang bulat, entah kapan aku menelanjanginya. Sesaat aku merasa bersalah, kenapa aku melakukan hal ini di depan orang lain, tetapi kemudian hal itu tidak terpikirkan olehku lagi. Seolah-olah nafsuku sudah menggelegak mengalahkan pikiran normalku.
Kuperhatikan Agus perlahan-lahan mendudukkan Rini di meja yang ada di depan kami, mengangkat rok yang dikenakan isterinya, kemudian membukanya dengan cara mengangkatnya ke atas. Aku semakin tidak karuan memikirkan kenapa hal ini dapat terjadi di dalam rumahku. Tetapi itu hanya sepintas, berikutnya aku sudah menikmati permainan itu. Rini juga tinggal hanya mengenakan BH dan celana dalamnya saja, dan masih duduk di atas meja dengan lutut tertekuk dan terbuka menantang.
Perlahan-lahan Agus membuka BH Rini, tampak dua bukit putih mulus menantang menyembul setelah penutupnya terbuka.
“Kegilaan apa lagi ini..?” batinku.
Seolah-olah Agus mengerti, karena selalu saya perhatikan menawarkan bergantian denganku. Kulihat isteriku yang masih terbaring di sofa dengan mulut terbuka menantang dengan nafas tersengal menahan nafsu yang menggelora, seolah-olah tidak keberatan bila posisiku digantikan oleh Agus.
Kemudian kudekati Rini yang kini tinggal hanya mengenakan celana dalam. Dengan badan yang sedikit gemetar karena memang ini pengalaman pertamaku melakukannya dengan orang lain, kuraba pahanya yang putih mulus dengan lembut. Sementara Agus kulihat semakin beringas menciumi sekujur tubuh Resty yang biasanya aku lah yang melakukannya.
Perlahan-lahan jari-jemariku mendekati daerah kemaluan Rini. Kuelus bagian itu, walau masih tertutup celana dalam, tetapi aroma khas kemaluan wanita sudah terasa, dan bagian tersebut sudah mulai basah. Perlahan-lahan kulepas celana dalamnya dengan hati-hati sambil merebahkan badannya di atas meja. Nampak bulu-bulu yang belum begitu panjang menghiasi bagian yang berada di antara kedua paha Rini ini.
“Peluklah aku Mas, tolonglah Mas..!” erang Rini seolah sudah siap untuk melakukannya.
Tetapi aku tidak melakukannya. Aku ingin memberikan kenikmatan yang betul-betul kenikmatan kepadanya malam ini. Kutatapi seluruh bagian tubuh Rini yang memang betul-betul sempurna. Biasanya aku hanya dapat melihatnya dari kejauhan, itu pun dengan terhalang pakaian. Berbeda kini bukan hanya melihat, tapi dapat menikmati. Sungguh, ini suatu yang tidak pernah terduga olehku. Seperti ingin melahapnya saja.
Kemudian kujilati seluruhnya tanpa sisa, sementara tangan kiriku meraba kemaluannya yang ditumbuhi bulu hitam halus yang tidak begitu tebal. Bagian ini terasa sangat lembut sekali, mulut kemaluannya sudah mulai basah. Perlahan kumasukkan jari telunjukku ke dalam.
“Sshh.., akh..!” Rini menggelinjang nikmat.
Kuteruskan melakukannya, kini lebih dalam dan menggunakan dua jari, Rini mendesis.
Kini mulutku menuju dua bukit menonjol di dada Rini, kuhisap bagian putingnya, tubuh Rini bergetar panas. Tiba-tiba tangannya meraih kemaluanku, menggenggam dengan kedua telapaknya seolah takut lepas. Posisi Rini sekarang berbaring miring, sementara aku berlutut, sehingga kemaluanku tepat ke mulutnya. Perlahan dia mulai menjilati kemaluanku. Gantian badanku sekarang yang bergetar hebat.
Rini memasukkan kemaluanku ke dalam mulutnya. Ya ampun, hampir aku tidak sanggup menikmatinya. Luar biasa enaknya, sungguh..! Belum pernah kurasakan seperti ini. Sementara di atas Sofa Agus dan isteriku seperti membentuk angka 69. Resty ada di bawah sambil mengulum kemaluan Agus, sementara Agus menjilati kemaluan Resty. Napas kami berempat saling berkejaran, seolah-olah melakukan perjalanan panjang yang melelahkan. Bunyi Music yang entah sudah beberapa lagu seolah menambah semangat kami.
Kini tiga jari kumasukkan ke dalam kemaluan Rini, dia melenguh hebat hingga kemaluanku terlepas dari mulutnya. Gantian aku sekarang yang menciumi kemaluannya. Kepalaku seperti terjepit di antara kedua belah pahanya yang mulus. Kujulurkan lidahku sepanjang-panjangnya dan kumasukkan ke dalam kemaluannya sambil kupermainkan di dalamnya. Aroma dan rasanya semakin memuncakkan nafsuku. Sekarang Rini terengah-engah dan kemudian menjerit tertahan meminta supaya aku segera memasukkan kemaluanku ke lubangnya.
Cepat-cepat kurengkuh kedua pahanya dan menariknya ke bibir meja, kutekuk lututnya dan kubuka pahanya lebar-lebar supaya aku dapat memasukkan kemaluanku sambil berjongkok. Perlahan-lahan kuarahkan senjataku menuju lubang milik Rini.
Ketika kepala kemaluanku memasuki lubang itu, Rini mendesis, “Ssshh.., aahhk.., aduh enaknya..! Terus Mas, masukkan lagi akhh..!”
Dengan pasti kumasukkan lebih dalam sambil sesekali menarik sedikit dan mendorongnya lagi. Ada kenikmatan luar biasa yang kurasakan ketika aku melakukannya. Mungkin karena selama ini aku hanya melakukannya dengan isteriku, kali ini ada sesuatu yang tidak pernah kurasakan sebelumnya.
Tanganku sekarang sudah meremas payudara Rini dengan lembut sambil mengusapnya. Mulut Rini pun seperti megap-megap kenikmatan, segera kulumat bibir itu hingga Rini nyaris tidak dapat bernapas, kutindih dan kudekap sekuat-kuatnya hingga Rini berontak. Pelukanku semakin kuperketat, seolah-olah tidak akan lepas lagi. Keringat sudah membasahi seluruh tubuh kami. Agus dan isteriku tidak kuperhatikan lagi. Yang kurasakan sekarang adalah sebuah petualangan yang belum pernah kulalui sebelumnya. Pantatku masih naik turun di antara kedua paha Rini.
Luar biasa kemaluan Rini ini, seperti ada penyedot saja di dalamnya. Kemaluanku seolah tertarik ke dalam. Dinding-dindingnya seperti lingkaran magnet saja. Mata Rini merem melek menikmati permainan ini. Erangannya tidak pernah putus, sementara helaan napasnya memburu terengah-engah.Posisi sekarang berubah, Rini sekarang membungkuk menghadap meja sambil memegang kedua sisi meja yang tadi tempat dia berbaring, sementara saya dari belakangnya dengan berdiri memasukkan kemaluanku. Hal ini cukup sulit, karena selain ukuran kemaluanku lumayan besar, lubang kemaluan Rini juga semakin ketat karena membungkuk.
Kukangkangkan kaki Rini dengan cara melebarkan jarak antara kedua kakinya. Perlahan kucoba memasukkan senjataku. Kali ini berhasil, tapi Rini melenguh nyaring, perlahan-lahan kudorong kemaluanku sambil sesekali menariknya. Lubangnya terasa sempit sekali. Beberapa saat, tiba-tiba ada cairan milik Rini membasahi lubang dan kemaluanku hingga terasa nikmat sekarang. Kembali kudorong senjataku dan kutarik sedikit. Goyanganku semakin lincah, pantatku maju mundur beraturan. Sepertinya Rini pun menikmati gaya ini.
Buah dada Rini bergoyang-goyang juga maju-mundur mengikuti irama yang berasal dari pantatku. Kuremas buah dada itu, kulihat Rini sudah tidak kuasa menahan sesuatu yang tidak kumengerti apa itu. Erangannya semakin panjang. Kecepatan pun kutambah, goyangan pinggul Rini semakin kuat. Tubuhku terasa semakin panas. Ada sesuatu yang terdorong dari dalam yang tidak kuasa aku menahannya. Sepertinya menjalar menuju kemaluanku. Aku masih berusaha menahannya.
Segera aku mencabut kemaluanku dan membopong tubuh Rini ke tempat yang lebih luas dan menyuruh Rini telentang di bentangan karpet. Secepatnya aku menindihnya sambil menekuk kedua kakinya sampai kedua ujung lututnya menempel ke perut, sehingga kini tampak kemaluan Rini menyembul mendongak ke atas menantangku. Segera kumasukkan senjataku kembali ke dalam lubang kemaluan Rini.
Pantatku kembali naik turun berirama, tapi kali ini lebih kencang seperti akan mencapai finis saja. Suara yang terdengar dari mulut Rini semakin tidak karuan, seolah menikmati setiap sesuatu yang kulakukan padanya. Tiba-tiba Rini memelukku sekuat-kuatnya. Goyanganku pun semakin menjadi. Aku pun berteriak sejadinya, terasa ada sesuatu keluar dari kemaluanku. Rini menggigit leherku sekuat-kuatnya, segera kurebut bibirnya dan menggigitnya sekuatnya, Rini menjerit kesakitan sambil bergetar hebat.
Mulutku terasa asin, ternyata bibir Rini berdarah, tapi seolah kami tidak memperdulikannya, kami seolah terikat kuat dan berguling-guling di lantai. Di atas sofa Agus dan isteriku ternyata juga sudah mencapai puncaknya. Kulihat Resty tersenyum puas. Sementara Rini tidak mau melepaskan kemaluanku dari dalam kemaluannya, kedua ujung tumit kakinya masih menekan kedua pantatku. Tidak kusadari seluruh cairan yang keluar dari kemaluanku masuk ke liang milik Rini. Kulihat Rini tidak memperdulikannya.
Perlahan-lahan otot-ototku mengendur, dan akhirnya kemaluanku terlepas dari kemaluan Rini. Rini tersenyum puas, walau kelelahan aku pun merasakan kenikmatan tiada tara. Resty juga tersenyum, hanya nampak malu-malu. Kemudian memunguti pakaiannya dan menuju kamar mandi.
Hingga saat ini peristiwa itu masih jelas dalam ingatanku. Agus dan Rini sekarang sudah pindah dan kembali ke Jakarta. Sesekali kami masih berhubungan lewat telepon. Mungkin aku tidak akan pernah melupakan peristiwa itu. Pernah suatu waktu Rini berkunjung ke rumah kami, kebetulan aku tidak ada di rumah. Dia hanya ketemu dengan isteriku. Seandainya saja..

Lani, Istri temanku

Category : 0

Dia memang seorang wanita yang cukup menarik, umurnya lebih tua dua tahun dariku, dan dia adalah istri teman kantorku. Lani, namanya, memiliki tinggi badan yang lebih kecil dariku, sekitar 160 cm dan memiliki kulit yang bisa dibilang lebih putih daripada orang-orang Indonesia kebanyakan, tapi dia bukanlah keturunan chinese. 

Di kantorku aku merupakan satu-satunya keturunan chinese, tinggi badan sekitar 172 dan tidak gemuk, yah, wajar lah. Di kantor ini aku menduduki jabatan sebagai wakil kepala akunting. Aku sebenarnya tergolong baru bekerja di perusahaan ini, baru sekitar satu tahun dan aku sudah cukup akrab dengan salah satu pegawai yang bernama Roni. Aku pernah diajak berkunjung ke rumahnya di daerah Jakarta Utara. Disinilah awalnya perkenalan aku dengan Lani. 

Pada pandangan pertama, aku memang sudah menyadari kecantikan Lani namun pikiran itu aku buang jauh-jauh karena menyadari bahwa dia adalah istri teman aku. Pembicaraan di rumah Roni berlangsung cukup lama dan cukup akrab sekali. Roni tinggal bertiga dengan pembantunya dan istrinya. Aku sendiri sempat makan malam di rumah mereka. Harus aku akui, sambutan mereka di rumahnya benar-benar membuat aku merasa betah dan ingin berlama-lama terus disitu tapi akupun akhirnya harus pulang juga ke rumah. 

Setelah pertemuan itupun sikap aku terhadap Roni dan sebaliknya pun biasa-biasa saja, tidak ada istimewanya. Sampai suatu minggu sore jam 3-an handphoneku berbunyi, ternyata dari rumah Roni. Aku pikir Roni yang menghubungi karena perlu sesuatu, ternyata yang kedengaran adalah suara wanita. 

"Halo, ini Hari ya?", kata suara disana. 
"Ya, ini siapa ya?", jawabku. 
"Aku Lani, istri Roni. Masih inget ga?" 
"Oh, iya, masih inget. Aku kira siapa..? ada apa nih Lan?" 
"Gini Har, aku ingin ketemu dengan kamu. Boleh aku ke rumah kamu? Kamu lagi sendirian di rumah?" 
"Boleh aja, dulu aku pernah ke rumah kamu, sekarang boleh aja kalian main ke rumah aku. Kalian datang berdua?" 
"Nggak, aku datang sendiri saja. Roni sedang pergi dengan temannya." 

Sempet bengong juga aku mendengar pernyataan itu. Ada apa gerangan? Mau apa Lani ke rumah aku sendirian sore-sore begini? Banyak pikiran campur aduk di otakku. 

"Halo.. halo.. haloo.. Hari, kamu masih disitu?" 
"Eh.. oh.. iya Lan.. Oke, kamu boleh ke rumahku kok sekarang. Aku cuman bingung aja mau siapin makanan apa buat kamu." 
"Ngga perlu repot-repot lagi Har, biasa aja. Aku berangkat yah sekarang." 

Jarak antara rumahku dengan rumah Roni memang cukup jauh, rumahku terletak di daerah Jakarta Barat sedangkan Roni di Jakarta Utara. Perlu waktu sekitar 45 menit untuk ingin ke rumahku jika dari Jakarta Utara. Rumahku tidak terlalu besar memiliki halaman depan yang cukup untuk satu mobil. Aku memelihara sepasang anjing jenis ukuran yang tidak bisa besar. Rumahku memiliki 4 ruangan kamar, satu kamar terletak di loteng rumah. Sebenarnya ini adalah rumah orang tuaku, namun mereka saat ini sedang pergi keluar negeri sehingga tinggallah aku sendiri di rumah dengan seorang pembantu yang tidak menginap, pembantuku ini hanya datang pada pagi dan sore hari setelah aku pulang kerja dan pada hari sabtu atau minggu, dia datang pagi hari untuk membersihkan rumah. Sedangkan anjing-anjingku aku sengaja sediakan makan dan minumnya berlebih di tempatnya supaya mereka tidak kehausan dan kelaparan jika aku pergi kerja. 

Setelah membersihkan rumah seadanya, aku menunggu kedatangan Lani sambil menonton televisi. Sambil menunggu, pikiranku tidak bisa konsen ke TV. Banyak pikiran yang berkecamuk dalam otakku mengenai kedatangan Lani yang sendirian ke rumahku. Sekitar setengah jam menunggu akhirnya terdengar suara mobil di depan rumah. Aku segera keluar untuk melihat; ternyata memang Lani yang datang sendirian. Langsung saja aku persilahkan dia masuk, begitu melihat ada tamu, langsung saja anjingku pada ribut. 

"Ehh.. kamu pelihara anjing ya, lucu bangeet", kata Lani sambil mendekati anjingku lalu mengelusnya. 
"Iya. Kamu suka anjing juga" 
"Suka banget" 

Kemudian aku persilahkan Lani mauk dan duduk di ruang tamu sementara aku menyiapkan minuman untuk dia. 

"Kamu kok tidak datang bersama Roni? Biasanya kemana-mana berdua melulu?" 
"Memangnya harus sama dia terus kalau kemana-mana?" 
"Iya dong, apalagi kamu sekarang datang ke rumahku, kalau ketauan sama dia kan, ntar gimana jadinya nanti?" 
"Ah.. sudahlah, hal kayak begituan biar aku yang urus dengan Roni", Kata Lani lebih lanjut. 
"Gini Har, aku ingin ngobrol-ngobrol sama kamu nih tentang masalah bisnis." 

Kamipun berbicara masalah bisnis, ternyata dia kerumahku untuk berbicara mengenai bisnis baru yang akan dirintisnya dan meminta bagaimana pendapat aku dari segi akunting dan manajemennya. Pembicaraan tersebut berlangsung kurang lebih selama satu jam. Sambil berbicara konsentraasiku agak terganggu karena duduk bersebelahan dengan Lani dan hampir berdekatan. Kadang-kadang kalau sedang bicara bertatapan ingin sekali rasanya mencium bibirnya soalnya hanya berjarak sekitar 45 cm. 

Saat itu Lani berpakaian cukup sederhana, hanya mengenakan kaos dan celana jeans. Namun aku suka sekali apabila melihat perempuan yang berpenampilan seperti itu. Sedangkan aku sendiri tadinya hanya memakai celana hawaii dan kaos tapi setelah kedatangan Lani, aku langsung mengganti dengan celana panjang. 

Akhirnya pembicaraan mengenai bisnis pun selesai, kamipun bersandar lega di sofa yang kami dudukin. Sekarang otakku benar-benar sudah gak karuan deh, pengin rasanya untuk mencium Lani tapi bagaimana caranya? Otakku memutar dengan keras dan akhirnya aku mengambil keputusan untuk mencoba menyenggol tubuhnya. Tanganku dengan sengaja aku bentangkan kedepan badan dia seakan-akan aku sedang meregangkan otot dan menyentuh tangannya. 

"Kamu cape ya Har setelah ngomongin bisnis?", kata Lani. 
"Iya nih, kalo dipijit enak nih kayaknya", pancingku. 
"Sini biar aku pijitin", kata Lani sambil memegang punggungku. 
"Ntar dulu ah, mao nyalain musik dulu" 

Akupun mulai menyalakan musik, maksduku supaya suasananya nyaman. Kemudian aku mulai duduk membelakangi Lani dan ia mulai memijit punggungku. 

"Gimana har? Enak gak pijitanku?", kata Lani disamping telingaku. 
"Enaak.." 

Akupun memalingkan wajah menghadap Lani maksudnya ingin bicara sesuatu tapi karena wajah kita berdekatan seperti itu, aku lupa tidak tau mau omongin apa. Situasi saat itu sempat hening sebentar, lalu entah siapa yang mulai, kamipun berciuman dengan penuh hasrat. Langsung aku membalikkan badan dan memeluk tubuh Lani dan membaringkan dia di sofa. Lani hanya diam saja diperlakukan seperti itu. Sepertinya dia menikmati banget ciuman ini. Aku tidak mendengar suara apapun dari Lani, hanya.. 

"Mmh.. urm.. ss.." 

Itulah yang terdengar pada waktu kami ciuman. Aku menciumi bibirnya dengan sangat lembut meskipun aku sebenarnya bernapsu banget. Dengan lembut aku mainkan lidahnya, bibirnya. Aku memainkan lidahku didalam mulutnya, kadang-kadang aku tarik lidahnya dengan gigiku saat ada di dalam mulutku. Sambil berciuman aku melihat matanya, ternyata dia menciumku sambil memeramkan matanya, sungguh pemandangan yang menambah laju birahiku. Aku terus menciumi bibirnya, kadang ciumanku lari ke kupingnya serta lehernya. Sengaja aku tidak terlalu napsu menciumi lehernya supaya tidak meninggalkan bekas yang bisa mencurigakan. Demikian juga dengan Lani, ia menciumi seluruh wajah dan leherku dengan bibirnya, saat itu perasaan geli seakan-akan ingin memeluk Lani erat-erat sungguh tak tertahankan. 

Sejenak kemudian kami mengehentikan akivitas kami karena handphone Lani berbunyi, 

"Kamu angkat dulu deh, siapa tahu suami kamu", kataku sambil tersenyum. 
"Oke", jawabnya tersenyum pula. 

Lalu Lani mengangkat telpon dan memang benar dari Roni suaminya. Begitu tau dari suaminya, aku langsung mendekati dia, maksudnya untuk mendengarkan pembicaraan mereka dan membantu kalau-kalau Lani tidak bisa jawab. Tapi aku tiba-tiba berubah pikiran dan mendekati Lani dan memeluk dia dari belakang sambil menjilati kupingnya. Lani sempat berbalik dan memelototi aku tapi aku tidak perduli. Aku tetap mendekati dia dan menjilati lehernya. Tangankupun mulai menyusup ke dalam kaosnya dan lebih dalam lagi menyusup ke dalam BH-nya. Akupun bisa menjamah putingnya. Begitu aku merasakan putingnya, aku pun mulai memainkannya dengan jari-jari tanganku. 

Sementara itu Lani sudah tidak bisa mencegahku lagi, diapun mulai menikmatinya dan malahan dia membuka kaosnya dan duduk di sofa kembali. Semua itu dilakukan sambil ia berbicara dengan suaminya di telpon. Lani memberikan alasan bahwa dia sedang jalan-jalan di sebuah gallery busana. Aku juga segera melepaskan baju dan celana panjangku. 

Ketika Lani sudah duduk di sofa, akupun mulai menciumi tetenya, aku meremas-remas payudara Lani dengan napsu, aku jilatin putingnya dan kadang aku gigit putingnya dengan bibirku. Aku lalu melihat ke wajah Lani.. wahh.. wajah yang pasrah tapi dia masih melihat ke aku sambil memberi isyarat bahwa dia lagi telpon. Sebenarnya dia sudah tidak tahan lagi ingin melepas semuanya tapi karena ia masih nelpon maka ia terpaksa menahan semua gejolak tersebut. Aku tau bahwa saat ini dia sedang berusaha sekuat tenaga untuk tidak berteriak ataupun mendesah karena rangsanganku; yang Lani bisa lakukan adalah menggeliat-geliat tidak keruan berbaring di atas sofa di bawah tubuhku. 

Ketika kemudian telpon sudah selesai, Lani langsung mengeluarkan gejolak yang tertahan dari tadi, 

"Aahkk.. Harrii..", teriak Lani. 
"Gila kamu ya Har, itu tadi kan si Roni, kalau aku kebablasan tadi gimana coba?", katanya memarahi tapi dengan nada menggoda. 

Aku cuma tersenyum saja, "Tapi kamu suka kan Lan?" 
"Iya sih..", lanjutnya tersenyum. 

Lalu kami pun melanjutkan kegiatan yang tertunda itu. Aku mulai membuka celana jeansku dan celana jeans Lani beserta dengan celana dalamnya. Aku menciumi paha Lani yang bagian kiri dan meremas pahanya yang kanan. Aku jilatin sambil terus bergerak bergerak ke bagian selangkangannya. Selama itu juga tubuh Lani tidak bisa diam, selalu bergerak dan mendesah. Sampai akhirnya aku menjilati pas di memeknya Lani. Aku terus melakukan kegiatan ini dengan penuh napsu, aku memainkan itilnya sambil kadang-kadang aku hisap dalam-dalam dan aku kulum dengan bibirku. 

Selama aku melakukan 'serangan' kepada Lani, dia terus berteriak, mendesah, dan menekan kepalaku kuat-kuat seakan-akan tidak mau membiarkan kepalaku pindah dari selangkangannya. Suara yang ditimbulkan oleh Lani membuat aku tambah bergairah dalam melakukan kegiatanku tersebut. Aku menjilati memek Lani makin liar, aku permainkan memeknya sampai dalam dengan lidahku dan jari-jari tanganku juga mulai masuk ke dalamnya sampai akhirnya.. aku merasakan kaki Lani menjepit kepalaku dan tangannya menekan kepalaku sangat kuat serta pinggulnya terlihat menggelinjang dengan dahsyat. 

"Aahh, Harii, uhh" 

Ternyata Lani sudah mencapai klimaksnya yang pertama dalam permainan ini. Aku melihat sebentar ke arah Lani dan dia menatapku sambil tersenyum. 

"Kamu hebat Hari, aku suka sekali", katanya. 
"Masa sihh? Aku masih belum apa-apa nih", jawabku sambil mencium bibirnya. 
"Aku maenin yah kontolmu?", 
"Itu yang aku tunggu sayang", bisikku di telinganya. 

Maka akupun segera mengambil posisi duduk bersandar di sofa dan dia perlahan mulai jongkok di hadapanku. Mula-mula ia mengelus kontolku dengan tangannya, kontolku dielus olehnya dari bijinya sampai ke ujung kepala kontolnya. Lalu ia mulai menjulurkan lidahnya ke ujung kontolku. Begitu lidahnya menyentuh kontolku, aku merasa agak sedikit geli. Kemudian Lani langsung memasukkan seluruh kontolku ke dalam mulutnya. Wah, perasaanku saat itu benar-benar nikmat sekali, urat-urat kontolku yang bergesekkan dengan bibir dan lidahnya memberikan suatu sensasi yang sulit untuk diungkapkan dengan kata-kata. Saat itu yang bisa aku lakukan hanyalah menggeliat-geliat kenikmatan sambil membelai-belai rambutnya Lani. Terkadang giginya Lani menyentuh salah satu bagian kontolku, sakit dikit sih, namun itu tidak mempengaruhi sensasi nikmat yang diberikan. 

Saat itu kontolku benar-benar diberikan sensasi yang begitu dahsyat, titik-titik syaraf yang ada di seluruh kontolku tidak ada yang tidak tersentuh oleh bibir dan lidahnya Lani, benar-benar permainan yang membuat aku tidak dapat bertahan lama dan akhirnya aku mulai merasakan sesuatu yang mendorong dari dalam dan mengeluarkannya. 

"Ahh.." 

Hanya itulah kata yang bisa keluar dari dalam mulutku saat semuanya tertumpah keluar. Akupun terbaring lemas namun terasa rilex banget dengan Lani bersandar di dadaku. Tidak ada kata yang keluar dari mulut kami berdua saat itu. Setelah diam selama sekitar 10 menit, Lani mulai meremas-remas kontolku lagi sambil memandangku. 

"Kamu mau lagi ya Lan?" 
"Hmm..", jawabnya sambil terus meremas kontolku. 

Diberi rangsangan seperti itu, tidak berapa lama kemudian kontolku sudah mulai kekar berdiri lebih tegak daripada tadi. Menurut pengalamanku dan cerita teman-teman, kontol seorang lelaki akan lebih kekar pada ronde kedua daripada ronde pertama dan akan berlangsung lebih lama. Lani terus meremas-remas dan mengelus kontolku kemudian mengulumnya di dalam mulutnya. Akupun mulai mencari-cari daerah dada Lani untuk memainkan kembali tetenya. Begitu aku mendapatkannya, langsung aja aku membaringkan Lani di sofa kembali dan melanjutkan mengulum puting susunya. 

"Aacchh..", Lani menjerit keras-keras ketika aku menggigit-gigit putingnya 

Rambutku diacak-acak olehnya dan dia mendekap erat-erat kepalaku di dadanya sehingga aku agak kesulitan untuk bernapas. Setelah puas memainkan dadanya, akupun kembali turun ke selangkangannya. Pertama-tama aku mainkan bulu-bulu yang mengitari selangkangannya, aku jilatin bibir memeknya dan aku mainkan itilnya. Saat itu, Lani sudah mendesah dan menggeliat-geliat tidak karuan. Aku sudah merasakan memeknya Lani sudah basah lagi dan sepertinya dia akan mencapai klimaksnya kembali. Namun dengan segera aku menghentikan kegiatan menjilatku dan berdiri. 

"Kenapa Har..?", tanyanya lemas. 
"Ah, tidak", jawabku tersenyum. 

Kemudian aku membuka selangkangannya dan mengarahkan kontolku ke lubang itu. Mula-mula aku mengusap-usapkan ujung kontolku ke bibir selangkangannya dan pelan-pelan aku masukkan kontolku ke memeknya Lani. 

"Aahh.. Har.. ayo..", desah Lani. 
"Aku masukkin yah sayang..", kataku. 
"Iyaah.. ohh.. c'mon honey.." 
"Oke.." 

'Zleeb..' kontolku langsung aku masukkan ke dalam memek Lani. 

"Aacchh..", teriak Lani. 
"Gimana sayang..?", kataku sambil menciumi bibirnya. 
"Harr.. ochh.. yesshh.. teruskann.." 

Kemudian aku mulai menggerakkan kontolku dalam memeknya, aku putar, aku goyang dengan berbagai macam cara, pendek kata aku mencoba untuk memberikan kenikmatan pada Lani dengan kontolku itu. 

"Harr.. ah.. enak bangett.. uhh..", desah Lani sambil memandangku 
"Enak yah Lan..?" 
"Iyah.. ohh.. goyang terus.. Har..", 

Kami melakukannya dengan penuh gairah, kadang aku mengambil posisi di atasnya menindih badannya sambil memegang telapak tangannya di telentangkan kiri kanan, kadang juga dia yang di atas menindih tubuhku dan aku mendekap dia erat-erat sambil meremas-meremas pantatnya dan dia terus bergoyang kadang berirama kadang tidak. Sampai akhirnya kami sama-sama merasakan ada sesuatu yang keluar dari diri kami masing-masing. Perasaan itu benar-benar merupakan sensasi yang luar biasa bagi kami berdua. 

Kamipun terbaring lemas di sofa itu, Nina berbaring didekapan dadaku. Pengalaman ini sungguh-sungguh diluar dugaanku sebelumnya ternyata aku telah mengkhianati temanku dengan meniduri istrinya dan mungkin juga pikiran Lani sama denganku bahwa ia sudah mengkhianati suaminya hanya karena selingan belaka. 

"Lan, kamu menyesal sudah melakukannya denganku?", tanyaku padanya. 
"Sedikit sih ada perasaan menyesal, tapi aku tau kok kalau Roni itu sering selingkuh di belakangku", jawabnya lagi. 
"Jadi aku lakukan ini karena ingin membalasnya saja." 
"Ohh begitu" 

Tidak kusangka sama sekali, Roni yang aku kenal sebagai orang yang baik ternyata sudah menyakiti istrinya beberapa kali. 

"Hari, kamu jangan marah ya dengan kelakuanku ini" 
"Tentu aja tidak", jawabku tersenyum. 
"Kalau kamu butuh sesuatu lain hari aku bersedia kok bantu kamu." 
"Terima kasih ya" 

Waktu jugalah yang memisahkan kami hari itu, setelah membersihkan diri kemudian Lani pulang meninggalkanku yang penuh dengan pikiran, apa yang akan aku lakukan? Apakah aku akan terus berhubungan dengan Lani? Apakah aku akan berteman terus dengan Roni? Apakah yang akan terjadi kalau kami ketahuan Roni? Pusing aku memikirkan hal itu, akhirnya aku putuskan untuk menjalani saja semuanya sesuai dengan alurnya nanti, namun yang pasti aku menikmati masa-masa bersama Lani tadi sore. Dan akhirnya akupun pergi tidur dengan lelap malam itu memimpikan kejadian yang mungkin akan terjadi hari-hari berikutnya dengan Lani atau dengan siapapun? 

Diberdayakan oleh Blogger.
Feed facebook twitter friendfeed G+ Submit