Home > 03 Oktober 2010

03 Oktober 2010

Malam pertama dengan kekasihku

Sabtu, 09 Oktober 2010 Category : 2

Namaku Anggi, umurku 22 tahun. Aku adalah seorang mahasiswi di salah satu perguruan tinggi negeri di Jogja. Saat ini aku sudah  berada di tingkat akhir dan sedang dalam masa penyelesaian skripsi. Sebelum aku memulai kisah yang akan menjadi kisah indah bagiku, perkenankan aku mendeskripsikan diriku. Tinggiku 160 cm dengan berat 45 kg. Rambutku hitam panjang sepinggul dan lurus. Kulitku putih bersih. Mataku bulat dengan bibir mungil dan penuh. Payudaraku tidak terlalu besar, dengan ukuran 34 B.
Sebulan yang lalu, seorang laki-laki berumur 28 tahun memintaku jadi pacarny. Permintaan yang tak mungkin aku tolak, karena dia adalah sosok yang selalu ku impikan. Dia seperti pangeran bagiku. Badannya yang tinggi dan atletis serta sorot matanya yang tajam selalu membuatku terpana. Namanya adalah Rico, kekasih pertamaku. Rico sudah bekerja di perusahaan swasta di Jogja. Rico sangat romantis, dia selalu bisa membawaku terbang tinggi ke dunia mimpi. Ribuan rayuan yang mungkin terdengar gombal selalu bagai puisi di telingaku. Sejauh ini hubungan kami masih biasa saja. Beberapa kali kami melakukan ciuman lembut di dalam mobil atau saat berada di tempat sepi. Tapi lebih dari itu kami belum pernah. Sejujurnya, aku kadang menginginkan lebih darinya. Membayangkannya saja sering membuatku masturbasi.
Hari ini (30 Maret 2010) tepat sebulan hari jadi kami. Rico dan aku ingin merayakan hari jadi tersebut. Setelah diskusi panjang, akhirnya diputuskan weekend kita berlibur ke kaliurang.
Sabtu yang ku tunggu datang juga. Rico berjanji akan menjemputku pukul 07.00 WIB. Sejak semalam rasanya aku tidak bisa tidur karena berdebar-debar. Untuk hari yang istimewa ini, aku juga memilih pakaian yang istimewa. Aku mengenakan kaos tanpa lengan berwarna biru dan celana jeans 3/4. Rambut panjangku hanya dijepit saja. Karena takut nanti basah saat bermain di air terjun, aku membawa sepasang baju ganti dan baju dalam. Tak lama kemudia Rico datang dengan mobil honda jazz putihnya. Ahh,, Rico selalu tampak menawan di mataku. Padahal dia hanya memakai kaos hitam dan celana jeans panjang.
"Sudah siap berangkat, Nggi?" aku pun mengangguk dan segera masuk ke dalam mobil. Perjalanan tidak memakan waktu lama karena jalanan masih cukup sepi. Sekitar 45 menit kemudian kita sampai di tempat wisata. Ternyata pintu masuk ke area wisata masih ditutup.
"Masih tutup, mas.. Kita jalan dulu aja ke tempat lain, gimana?" tanyaku
"Iya.. coba lebih ke atas. Siapa tau ada pemandangan bagus."
Rico segera menjalankan mobilnya. Tidak begitu banyak pemandangan menarik. Begitu sekeliling tampak sepi, Rico memarkir mobilnya.
"Kita nunggu di sini aja ya, sayang. Sambil makan roti coklat yang tadi aku beli. Kamu belum sarapan, kan?"
"iya, mas.. Anggi juga lapar"
Sambil makan roti, Rico dan aku berbincang-bincang mengenai tempat-tempat yang akan kami kunjungi. Tiba-tiba...
"Aduh Anggi sayang, udah gede kok makannya belepotan kayak anak kecil,,," ucapnya sambil tertawa. Aku jadi malu dan mengambil tisue di dashboard. Belum sempat aku membersihkan mukaku, Rico mendekat, "Sini, biar mas bersihin." Aku tidak berpikir macam-macam. Tapi Rico tidak mengambil tisue dari tanganku, namun mendekatkan bibirnya dan menjilat coklat di sekeliling bibirku. Oooh,, udara pagi yang dingin membuatku jantungku berdebar sangat kencang.
"Nah, sudah bersih." Ucap Rico sambil tersenyum. Tapi wajahnya masih begitu dekat, sangat dekat, hanya sekitar 1-2 cm di hadapanku. Sekuat tenaga aku mengucapkan terima kasih dengan suara sedikit bergetar. Rico hanya tersenyum, kemudian dengan lembut tangan kirinya membelai pipiku, menengadahkan daguku. Bisa ku lihat matanya yang hitam memandangku, membuatku semakin bergetar. Aku benar-benar berusaha mengatur nafasku. Seketika, ciuman Rico mendarat di bibirku. Aku pun membalas ciumannya. Ku lingkarkan kedua tanganku di lehernya. Ku rasakan tangan kanan Rico membelai rambutku dan tangan kirinya membelai lenganku. Tak berapa lama, ku rasakan ciuman kami berbeda, ada gairah di sana. Sesekali Rico menggigit bibirku dan membuatku mendesah, "uhhhh..." refleks aku memperat pelukanku, meminta lebih. Tapi Rico justru mengakhirinya, "I love you, honey" Lalu mengecup bibirku dengan cepat dan melepaskan pelukannya. Aku berusaha tersenyum, "I love you, too". dalam hati aku benar-benar malu, karena mendesah. Mungkin kalau aku tidak mendesah, ciuman itu akan berlanjut lebih. Aaahh,,, bodohnya aku. Rico lalu menjalankan mobilnya menuju tempat wisata.
Kami bermain dari pagi hingga malam menjelang. Tak terasa sudah pukul 19.00 WIB. Sebelum kembali ke kota, kami makan malam dulu di salah satu restoran. Biasa, tidak ada makan malam hanya 1 jam. Selesai makan, ku lihat jam tanganku sudah menunjukkan pukul 21.30
"Waduh, mas,,, sudah jam segini. Kos Anggi dah tutup, nih. Anggi lupa pesen maw pulang telat. Gimana, ini?"
"Aduuh,, gimana, ya?? Ga mungkin juga kamu tidur di kos mas."
"Uuuh,, gimana, dong??"
"Udah, jangan cemas. Kita cari jalan keluarnya sambil jalan aja."
Selama perjalanan aku benar-benar bingung. Di mana aku tidur malam ini??
"Sayang, kita tidur di penginapan aja, ya. Daerah sini kan banyak penginapan. Gimana?"
"Iya deh, mas.. dari pada Anggi tidur di luar"
Tak lama kemudia Rico berhenti di sebuah penginapan kecil dengan harga murah. Tapi ternyata kamar sudah penuh karena ini malam minggu dan banyak yang menginap. Sampai ke penginapan kelima, akhirnya ada juga kamar kosong. Tapi cuma satu. Karena sudah hampir pukul 23.00 kami memutuskan mengambil kamar tersebut. Sampai di kamar, Rico langsung berbaring di kasur yang ukurannya bisa dibilang single bed. Aku sendiri karena merasa badna lengket, masuk ke kamar mandi untuk ganti baju. Selesai mandi, dalam hati dongkol juga. Kalau tau nginap begini, satu kamar, aku kan bisa bawa baju dalamku yang seksi. Terus pake baju yang seksi juga. Soalnya aku cuma bawa tank top ma celana jeans panjang.  Hilang sudah harapanku bisa merasakan keindahan bersama Rico. Selesai mandi, aku segera keluar kamar. Tampak Rico sudah tidur. Sedih juga, liat dia udah tidur. Aku pun naik ke atas kasur dan membuat dia terbangun.
"Dah selesai mandi, ya.."
"Iya,, mas ga mandi??"
"Ga bawa baju ganti ma handuk"
"Di kamar mandi ada handuk, kok. Pake baju itu lagi aja, mas"
Rico mungkin merasa gerah juga, jadi dia pun mengikuti saranku. Gantian aku yang merasa mengantuk. Segera ku tarik selimut dan memejamkan mata tanpa berpikit apa-apa. Baru beberapa saat aku terlelap, ku rasakan ada sentuhan dingin di pipiku dan ciuman di mataku. Saat aku membuka mata, tampak Rico telanjang dada. Hanya ada sehelai handuk membalut bagian bawah. Badannya yang atletis tampak begitu jelas dan penampilannya membuatku menahan nafas.
"Ngga dingin mas, ga pake baju. Cuma pake handuk" Kataku dengan senyum penuh hasrat.
Tidak ada jawaban dari Rico. Dengan lembut dan cepat di rengkuhnya kepalaku dan kami pun berciuman. Bukan ciuman lembut seperti biasanya. Tapi ciuman penuh gairah. Lebih dari yang tadi pagi kami lakukan. Lidah kami saling bermain, mengisap, "mmmm...mmm.."
Ku lingkarkan tanganku di punggungnya, ku belai punggungnya. Tangan kananku lalu membelau dadanya yang bidang, memainkan puting susu yang kecil. Gerakanku ternyata merangsang Rico, di peluknya aku lebih erat, ku rasakan badannya tepat menindihku. Rico mengalihkan ciumannya, ke telingaku, "aaah,,mmm,,"
Tangannya menjelajahi badanku, menyentuh kedua gunung kembarku. Di belainya dengan lembut, membuatku mendesah tiada henti
"aaah,,mm,, masss,,,uhh,,," badanku sedikit menggeliat karena geli. Bisa ku rasakan vaginaku mulai basah karena tindakan tadi. Tangan Rico, kemudian masuk ke dalam tank topku, menjelajahi punggungku. Seakan mengerti apa yang dicari Rico, ku miringkan sedikit badanku dan ku lumat bibirnya penuh nafsu. Rico pun membalas dengan penuh nafsu dan tidak ada 1 detik kait BH lepas. Ku rasakan tangan Nico langsung kembali ke badanku dan mmbelai langsung kedua payudaraku.
"aaah,,,uhhh,,,"
"Sayang,,, tank topny dilepas, ya" ujarnya dengan nafas tersengal karena penuh gairah. Tanpa persetujuan dariku, lepaslah tank top dan juga BHku. Bagian atasku sudah tak berbusana. Rico langsung menikmati kedua payudaraku. Di remasnya payudaraku,,, membuatku menggeliat, mendesah,
"aaah,,sss...maass,,uhhh,,,," Erangan dari mulutku tampaknya membuat Rico semakin bernafsu, dia kemudian mengulum dan mengisap pentil payudaraku, "aaaahh,,,,ohhh,,,,,mmmm,,," aku mengerang, mendesah, menggeliat sebagai reaksi dari setiap tindakannya.  Tangan kiri Rico membelai perutku dengan tangan kanan dan mulut yang masih sibuk menikmati payudaraku yang mengeras. Ku rasakan tanga kiri Rico cukup kesulitan membuka celana jeansku. Ku naikkan pinggulku dan kedua tanganku berusaha membukan kaitan celana jeans dengan gemetar. Susah payah celana jeans itu akhrinya terlepas juga. Tanga kiri Rico tanpa membuang waktu langsung menyusup ke dalam celana dalamku, membelai vaginaku yang sudah basah, "aaahh,,,maass,,aah,,teruus,,ssshh,,mmmmm"
Kurasakan Rico menekan klitorisku, "aaahh,,,," membuatku semakin mendesah dan bergetar. Apalagi Rico masih mengisap puting payudaraku. Tidak lama kemudian ku rasakan seluruh badanku terasa kencang, vaginaku mengalami kontraksi dan aku menggeliat hebat, "AAAHHH,,,,,," sambil memegang pinggiran tempat tidur menyambut orgasme pertamaku.
Rico tampak puas dapat membuatku merasakan orgasme. Belum selesai aku mengatur nafas, Rico berada di antara kedua pahaku, dijilatinya kedua payudaraku, turun ke bawah, menjilat kedua perutku. Membuatku merasa geli penuh nikmat, "Oooh,,mass,," Seakan tau apa yang ku inginkan, kedua tangan Rico melepas celana dalamku. Tampakalah vaginaku yang memerah dengan sedikit rambut halus di sekitarnya. Rico kemudian memainkan lidahnya di vaginaku. Rico menjilati, mengulum vaginaku, membuatku menggelinjang hebat dan ku rasakan kedua kalinya, adanya kontraksi, "aaaaahh,,,,". Aku orgasme untuk kedua kalinya. Sensasi yang sangat menyenangakan.
Rico belum puas dengan orgasmeku tadi. Setelah dia membersihkan vaginaku, bisa kurasakan lidah Rico menerobos masuk dan menyerbu klitorisku. Nafasku semakin memburu dan dari bibirku a terus mengalir alunan desahan kenikmtan yang tidak pernah ku bayangkan sebelumnya.
"Aahh,, mas,,aah,,uuhh,,, eeenaakk,,mmm,,sss"
Aku sangat menikmati oral yang diberikan Rico. Kurasakan dorongan lidah Rico lebih dalam lagi ke dalam vaginaku, membuat cairan dari dalam vaginaku terus mengalir tanpa henti. membuat Desahan yang keluar dari mulutku semakin kencang. Semakin lama Rico memberikan rangsangan di dalam vaginaku, membuatku menggeliat dan mengerang semakin kuat. Kurasakan lagi vaginaku berkontraksi, dan aku pun orgasme.
Setelah orgasmeku reda, Rico dengan wajahnya yang basah dan penuh gairah menindih badanku yang sudah telanjang bulat. Rico mengulum bibir dan lidahku. Tangan kiriku kemudian menarik handuk yang masih menutupi bagian bawahnya. Membuatku merasakan penisnya menusuk perutku, membuatku semakin bergairah. Ciuman kami semakin basah. Mulut kami terbuka lebar, bibir saling beradu. Lidah Rico dengan lincah menelusuri bagian luar dari mulut dan daguku. aku pun membalas kelincahannya. Lidahku membasahi mulut dan dagunya. Setiap kali lidahnya menyapu permukaan kulitku, kurasakan api hasrat liarku makin membesar. Lidah kami akhirnya bertemu. Aku makin bertambah semangat dan terus mendesah nikmat. Tanganku menelusuri seluruh bagian dari punggungku. Rico membelai kepalaku dan tangan kirinya meremas-remas pantatku yang bulat.
"aaahh,, mass,,,"
Rico tiba-tiba menghentikan cumbuannya, "sayang... aku mencintaimu, aku ingin kamu seutuhnya" dan mencium lembut bibirku yang sudah basah. Aku sudah terlalu dipenuhi gairah karena segala tindakan Rico. Hingga rasanya bicara aku sulit. Kulingkarkan kedua lengaku di leher Rico dan kuhisap kedua bibirnya dalam-dalam sebagai jawabanku. Aku ingin segera menanggalkan keperawananku dalam pelukan Rico.
Rico mengalihkan ciuman bibirnya keleherku yang putih, menciuminya, menjilatinya, membuatku semakin terangsang.  Kurasakan penis Rico mengusap vaginaku, membuatku semakin bergairah, apalagi kedua payudaraku yang sudah sangat mengeras dimainkan oleh Rico.  Jilatan Rico dari leherku terus kebawah hingga lidahnya menyentuh ujung puting susuku yang makin membuat aku mengerang tak karuan, "aaahh,,,oohh,,,mmm,,aahh" .Sementara puting susuku yang satu lagi masih tetap  dia pilin dengan sebelah tangannya. Kemudian tangannya terus kebawah payudaraku dan terus hingga akhirnya menyentuh permukaan vaginaku. Tak lama kemudian kurasakan penis Rico tenggelam di dalam vaginaku setelah susah payah karena vaginaku yang sempit.
"Uuuh,,,aarggh,,,," ku rasakan nyeri yang sangat hingga menangis.
"Sakit ya, sayang... sabar, ya.. Ntar juga hilang kok" Rico menenangkanku, sambil mencium mataku yang mengeluarkan air mata. Setelah kurasakan vaginaku mulai terbiasa dengan kehadiran penis Rico, Rico kemudian menggerakkan penisnya perlahan, keluar-masuk vaginaku. Semakin lama gerakannya semakin cepat dan membuatku mendesah nikmat. Makin lama makin cepat, kembali aku hilang dalam orgasmenya yang kuat dan panjang. Tapi Rico yang tampaknya nyaris tidak dapat bertahan, semakin mempercepat gerakannya. Aku yang baru saja orgasme merasakan vaginaku yang sudah terlalu sensitif  berkontraksi lagi..
"Sayaang,, aku sudah mau keluar, dikeluarin di mana?" tanya sambil terengah-engah.
"Di dalam saja, mass,," Toh, aku juga dalam masa tidak subur. jadi buat apa dikeluarin di luar, pikirku.
Tak lama kemudian aku segera mengalami orgasme bersamaan dengan Rico. Ku rasakan semburan di dalam liang vaginaku yang memberikan kenikmatan tiada tara.
Rico kemudian merebahkan diri di sampingku dan memeluk erat tubuhku. Tubuh mungilku segera tenggelam dalam pelukannya. Tangan Rico dengan lembut membelai rambut panjangku, "Anggi sayang... Selamanya kita bersama ya, sayang." dan ciuman lembut, romantis mendarat di bibirku.
"Iya, mas.." ku cium bibirnya lambat tapi sesaat. kemudian ku rapatkan badanku ke badannya. Ku lihat jam di kamar menunjukkan pukul 01.00, mataku pun sudah lelah dan kami pun tidur dengan pulas.
Pagi menjelang, sinar matahari masuk ke dalam kamar melalu jendela dan membangunkanku. Ada sedikit rasa terkejut melihat wajah Rico karena baru pertama aku tidur dengan laki-laki. Tapi teringat kejadian semalam membuatku kembali terangsang. Perlahan, ku cium bibi Rico yang sedikit terbuka. Ternyata ciumanku membangunkan Rico yang kemudian membalas ciumanku dengan lebih bergairah dan menggigit telingaku.
"Selamat pagi sayangku, cintaku,," ucapnya.
"Pagi,,," ku cium lagi bibirnya dan tak lama kami pun saling mengulum bibir satu sama lai, dan memainkan lidah, menambah kenikmatan di pagi hari. Karena ingin sedikit iseng, ku lepas ciumanku
"Aku mandi dulu, ya..." belum sempat aku berdiri, baru duduk, Rico menarik perutku, menciuminya dengan lembut. Membuatku menahan keinginan untuk meninggalkan tempat tidur.
"Nanti saja sayang.." Perlahan ciuman Rico dari perut naik menuju leherku, menjilatinya, membuatku mendesah nikamat, "aahh..mmm.."
Rico menjilati leherku dari belakang. Tangan kanannya meremas-remas payudaraku dan tangan kirinya menekan vaginaku. Ku rasakan jarinya masuk menyusuri liang vaginaku, memainkan klitorisku. Tak lama badanku pun menggeliat, pinggulku terangkat, dan orgasme pertama pagi itu datang.
Dengan lembut Rico memangkuku. Diletakannya aku di atas kedua pahanya. Kakiku melingkar di punggungnya. Kami pun berciuman dan Rico perlahan memasukkan penisnya ke dalam vaginaku. Rico kemudian memompa penisnya, membuatku menggelinjang penuh nikmat. Sambil memainkan penisnya, Rico menikmati kedua payudaraku yang mengeras.
"aaah,,aah,,aahh,," semakin lama, semakin cepat, dan aku merasakan vaginaku kembali berkontraksi. Ku peluk kepala Rico dengan erat dan aku mengerang karena orgasme "Aaaaaaahhhh...." yang disusul dengan Rico yang juga mencapai puncaknya. Setelah itu kami bercumbu lagi beberapa saat kemudian baru mandi dan pulang ke kota meninggalkan seprei kamar yang basah karena cairanku dan Rico serta bercak darah pertanda hilangnya keperawananku.
Sebelum memulangkanku ke kos, kami mampir ke kos Rico untuk bercinta lagi. Sejak saat itu, setiap akhir minggu jika tidak ada kesibukan kami pasti check in di hotel untuk bercinta.
Kapan-kapan aku akan membagikan kisah cintaku yang lain bersama Rico tentunya.
Kalau ceritanya kurang merangsang maaf, ya.. maklum baru pertama...

Sesal dimalam sendu

Category : 0

Aku berjalan menyusuri pintu keluar bandara soekarno-hatta sambil mendorong trolli koperku yang penuh berisi pakaian dan oleh-oleh pesanan keluargaku, temanku dan Hanna Gia Abottana kekasihku yang telah kutinggalkan hampir 3 tahun ini untuk pekerjaan dan kuliahku di Prancis. Setelah lulus kuliah aku mencari beasiswa S2 di luar negeri dan kebetulan aku mendapatkan beasiswa ke Prancis dan Belanda, tapi aku lebih memilih ke Prancis, tentu saja bukan karena biayanya lebih murah atau kualitasnya yang lebih bagus, alasannya Prancis adalah kota teromantis di dunia. Siapa yang tidak ingin melihat Prancis, bisa hidup dan tinggal di sana adalah suatu kebanggaan tersendiri buatku.
Saat mulai melewati pintu keluar bandara, aku berusaha memasang wajah bersemangat dan ceria walaupun sebenarnya hari ini aku lelah sekali karena menempuh perjalanan kurang lebih 14 jam, dan harus berdesak-desakan dengan bule-bule berbadan besar tapi untung saja aku lumayan tinggi dan tubuhku lumayan atletis karena aku menyempatkan diri untuk selalu memainkan olahraga favoritku basket sehingga aku tidak mati atau remuk berdesak-desakan dengan bule-bule itu. Aku mendorong trolliku agak lambat saat keluar dari pintu bandara kepalaku melihat-lihat ke berbagai arah.
“Aldi…….!!”
Ada suara yang memanggilku aku mencari-cari siapa yang memanggilku sampai mataku tertuju pada sosok wanita dengan jaket putih, kaos oblong, celana jeans hitam dan sepatu kats yang menatapku sambil tersenyum lebar terlihat lesung pipi di pipi kirinya, tidak salah lagi itu Hanna. Ia terlihat agak sedikit kurus dari sebelumnya, tapi saat ini rambutnya yang lurus ia keriting bagian bawahnya dan diwarnai dengan warna coklat tembaga benar-benar semakin mirip gadis-gadis jepang. Aku semakin mempercepat langkahku berjalan ke arahnya dan memeluknya, ia tidak begitu tinggi, tingginya kurang sedikit dari 160 cm sehingga ketika aku memeluknya pas menempel di dadaku. Sebenarnya aku sedikit heran dengan tingginya yang tidak begitu tinggi tapi dia tetap dengan mudahnya memasukan bola basket ke ring.
Hanna adalah adik kelasku ketika aku kuliah dulu kami selisih dua tingkat tapi umur kami terpaut 3 tahun karena ia terlalu cepat masuk sekolah. Aku sudah menyukainya ketika pertama kali ia OSPEK, nama belakangnya yang sedikit aneh membuat dia menjadi perhatian sesaat kala itu. Walaupun kami berbeda jurusan aku bisa lebih dekat dengannya karena kami sama-sama satu organisasi kemahasiswaan di kampus. Rapat bersama, berdemonstrasi bersama dan melakukan kegiatan bersama membuat aku semakin mengenalnya tapi dia agak sulit untuk didekati yang lebih dari seorang sahabat. Dia sibuk dengan organisasi kampus, latihan basket, komunitas seni lukisnya dan juga dengan kuliahnya karena dia paling pantang kalau nilai-nilainya jelek. Hal ini membuatku putus asa untuk mendekatinya sampai akhirnya aku sempat melupakannya dan sibuk dengan duniaku sendiri dan pacar baruku. Entah mengapa ketika aku memulai KKN cinta lamaku padanya bersemi kembali, tapi aku memberanikan diri untuk lebih nekat mendekatinya dan menyatakan cinta ketika aku telah di wisuda. Saat itu rasanya benar-benar bahagia aku hanya ingin dia lah yang menjadi pendamping hidupku selamanya.
Setelah kepulanganku dia berencana mengajakku pergi camping, katanya dia ingin merasakan berkemah. Masalah tempat dia yang menentukannya tapi untuk perlengkapan camping aku yang mengaturnya karena dia sama sekali belum pernah camping, sedangkan aku sudah berkali-kali camping dengan temanku terutama jika naik gunung. Paginya dia datang menjemputku, barang-barangnya sudah dia siapkan di bagasi mobilnya, benar-benar terlalu banyak pakaian, memangnya dia mau menginap berapa lama untuk camping si?. Dia hanya menyisakan sedikit tempat untuk barang-barangku. Begitu sampai di lokasi hari telah mulai senja karena kami sempat kesasar pada awalnya, langsung saja aku mendirikan tendaku, tapi dia tidak mendirikan apa-apa karena tendanya ketinggalan. Aku sebenarnya heran melihatnya, tenda yang begitu penting malah tertinggal sedangkan bagasinya penuh dengan bantal, bad cover, makanan dan pakaian. Mungkin ini resiko camping dengan orang yang belum pernah camping sebelumnya. Akhirnya, kami memutuskan untuk berbagi ruang di tendaku, karena hari mulai gelap dan kami lelah sekali setelah kesasar lumayan lama, kami memutuskan malam itu untuk segera makan bekal yang telah dibawa dan tidur saja.
“Hans, kapan kamu mau menikah?” tanyaku memecah kesunyian malam di tendaku yang lumayan sempit karena penuh dengan bantal dan bad cover miliknya.
“Mungkin 3 s.d 4 tahun lagi”
“Lama sekali Hans”
“Nggak, aku masih muda kali, hehehe. Memangnya kamu sudah tua”
“Huuuuuuu….. sok muda, ingat ya umur kita tu sama-sama udah kepala dua tahu!!”
“Hahaha. Masih banyak yang mau aku kerjakan sebelum menikah dan semuanya udah aku rencanakan, kalu dihitung ya jatuhnya 3 s.d 4 tahun lagi”
“Nggak bisa kurang?”
“Nggak programku udah kaya gitu. Kenapa? kebelet kawin ya?? sana cepet-cepet cari cewek yang mau nikah sama kamu!!”
“Hm…….. emang susah kalau ngomong sama orang utan!!”
“Hahaha. Udah ah.. mau bobo nie….. Good night!”
“Night”
Tidak lama setelah itu, dia pun tertidur pulas. Aku memandanginya dengan tatapan lembut dari mataku yang kata orang tajam bagai elang, lalu tanpa sadar aku semakin mendekatkan wajahku ke wajahnya, wajahnya begitu cantik dan putih mulus, bibirnya mungil kemerahan. Aku pun menggesek-gesekan hidung mancungku ke hidungnya dengan lembut dan berlahan, entah mengapa jantungku berdebar dengan cepat, tubuhku mulai tegang dan dadaku mulai sulit untuk bernafas apalagi ketika aku merasakan hawa hangat yang keluar dari mulutnya yang sedikit terbuka mungkin karena dia agak kesulitan bernafas dengan hidungnya yang kugesek-gesekan dengan hidungku. Aku tidak tahu apa yang mendorongku untuk melakukan ini tapi aku tanpa sadar mulai mendekatkan bibir tipisku kebibirnya, bibir bagian atasnya aku kecup dengan lembut, aku kulum sehingga masuk jauh ke dalam mulutku, untuk beberapa detik aku tidak melepasnya. Kemudian aku melepaskan bibirku dari bibirnya, bibir kami masih bersentuhan tipis, bibir atasnya basah dan nafasku memburu. Kuperhatikan wajahnya, takut jika dia sadar tapi tidak ada reaksi yang lebih jauh darinya hanya erangan karena kesulitan bernafas mungkin karena aku mendekap tubuhnya dan menaruh wajahku terlalu dekat dengan wajahnya. Nafasku masih memburu, jantungku semakin berdebar kencang, upayaku untuk menenagkan diri tidak ada hasilnya malah bibirnya yang sewaktu-waktu terbuka dan bergesekan tipis dengan bibirku karena mencari-cari udara membuat darahku kembali berdesir, apakah ini yang disebut dengan nafsu birahi. Aku tidak tahu mengapa gerakan mencari-cari udaranya itu malah membuatku kembali melumat bibirnya, kali ini benar-benar tidak lagi selembut yang tadi, benar-benar aku melumat bibirnya penuh dengan nafsu. Aku mencintainya, aku tidak mau memperlakukan dia seperti ini, tapi aku juga tidak mau melepaskan bibirnya dari bibirku, hatiku terasa sakit jika harus melepasnya. Rasa rinduku selama bertahun-tahun tidak bertemu dengannya, rasa cintaku tidak ingin kehilangan dirinya benar-benar aku tumpahkan saat itu juga.
Lama aku mengulum bibirnya, kulepaskan sedetik lalu kukulum lagi, mataku terpejam saat melakukannya, menikmati rasa bibirnya yang menyatu dengan bibirku dan kini telah basah sepenuhnya. Tidur lelapnya mulai terusik karena perlakuanku, tangannya mulai meraba-raba punggung dan lengan tanganku, kepalanya bergerak kekanan-ke kiri dengan perlahan, kurasakan nafasnya memburu dan mulutnya semakin terbuka lebar sehingga aku pun bisa memasukan lidahku ke dalam mulutnnya, rasanya begitu aneh ketika lidahku menyentuh lidahnya tapi aku merasakan kepuasan tersendiri ketika aku benar-benar bisa melumat habis mulutnya. Ciumanku semakin menjadi, dan tanganku pun mulai kumasukan ke dalam kaos bagian belakangnya sehingga kulit pinggangnya yang hangat dan lembut bisa kurasakan sampai akhirnya aku tersentak kaget ketika tangan kanannya memegang erat tangan kiriku yang mulai meraba punggungnya. Aku membuka mataku dan spontan melepaskan bibirku dari bibirnya sehingga bibir kami berjarak 10 cm, aku melihat wajahnya. Matanya telah terbuka, mulutnya ternganga, nafasnya terenggah-enggah. Dia benar-benar kaget menatap wajahku, bibirnya bergetar tapi tidak ada kata-kata yang keluar dari mulutnya. Seharusnya aku merasa bersalah tapi tidak, aku tidak merasakan perasaan bersalah sedikitpun kepadanya.
Selama menjadi kekasihku dia memang belum pernah kucium bibirnya secara langsung, aku hanya mencium kening, pipi dan tangannya itu pun hanya pada saat-saat tertentu saja. Dia tidak selalu memberikan kesempatan itu kepadaku. Pernah suatu ketika, saat kami sedang di toko souvenir, dia mengambil sebuah selendang, memakainya menjadi kerudung serta sisa kain selendangnya dia lilitkan di bagian bawah wajahnya, menjadikannya cadar dan menunjukannya padaku sambil menggoyang-goyangkan kepala layaknya penari India. Aku hanya bisa tertawa geli melihatnya karena gemas, aku memegang wajahnya yang ditutupi selendang dan aku mencium bibirnya yang bersembunyi dibalik cadar selendang tipis itu dengan cepat. Aku hanya menganggapnya suatu hal yang biasa, memang aku tetap bisa merasakan bibirnya bersentuhan dengan bibirku tapi kenyataannya aku mencium sebuah selendang, hanya selendang, tapi apa yang terjadi, dia malah menamparku, lalu menatapku dengan tajam seperti tatapan seorang yang ingin membunuh untungnya saat itu tidak ada orang disekitar kami kalau ada mungkin aku akan sangat malu sekali atau mungkin saja dia tidak jadi menamparku karena aku tahu Hanna tidak akan mempermalukan orang di depan umum. Setelah kejadian itu, dia masih bisa memberikan senyum kepada penjaga toko tapi tidak kepadaku. Lama kami tidak bicara, setelah aku memberanikan diri meminta maaf, dia baru bisa kembali seperti semula. Sejak saat itu aku tidak pernah lagi mengungkit-ungkit hal itu dan aku tidak pernah berani lagi untuk melakukannya.
Apa yang kulakukan sekarang benar-benar membutakan aku akan ingatan hal itu. Aku tidak tahu harus berbuat apa ketika dia tersadar, aku juga tidak bisa berkata maaf karena entah mengapa aku benar-benar merasa tidak bersalah, tapi aku takut kepadanya sehingga aku hanya bisa memalingkan wajahku dengan menyandarkan kapalaku ke dadanya yang tidak seberapa besar dan tidak pula kecil itu. Aku semakin menguatkan pelukanku kepadanya benar-benar seperti orang yang kedinginan dan mencari sebuah kehangatan. Aku bisa merasakan kehangatan tubuhnya dan debar jantungnya yang berdetak begitu cepat. Setelah hampir 5 menit, kurasakan jantungnya mulai berdetak semakin teratur, ketakutanku pun semakin berkurang, kucari-cari telapak tangannya dan kemudian kudekatkan ke bibirku dan kucium dengan lembut, tangannya begitu dingin sekarang, kemudian aku melingkarkan tangannya ke leherku. Aku berusaha mengangkat kepalaku dan memutarnya kea rah kiri sehingga aku dapat melihat wajahnya dengan jelas. Dia tidak bergerak sedikitpun, wajahnya sedang menghadap ke kanan, bibirnya sedikit terbuka karena sedang mengigit-gigit jari tangan kanannya, tatapan matanya kosong. Dia tidak menangis, marah atau merasa bahagia, dia seperti kosong dan sedang menenagkan diri. Aku mendekatkan wajahku ketelinga kirinya, dan berbisik lembut kepadanya “Hans…”. Aku memberanikan diri mencium rambutnya, lalu dengan berlahan turun mencium lehernya. Tidak ada reaksi. Aku pun mencium keningnya pelan-pelan, dan mencium setiap jengkal pipinya, kemudian aku menarik tangan kanannya yang ditempelkannya kebibirnya pelan-pelan, mendekatkan bibirnya ke wajahku, lalu menciumnya dengan lembut, tetap tidak ada reaksi, hanya terdengar nafasnya yang kembali memburu. “It’s OK! Everything it’s OK,” aku membisikinya lembut sambil tetap terus mencium bibirnya pelan-pelan. Aku melingkarkan kedua tangannya di leherku dan kemudian tangan kananku kusisipkan ke punggungnya dan kulingkarkan dibahunya sedangkan tangan kiriku kulingkarkan dipinggangnya. Aku menciumnya pelan tapi semakin lama semakin dalam, kurasakan bibirnya masuk kedalam mulutku, dan kumasukan lagi lidahku ke mulutnya. Kulihat matanya mulai terpejam perlahan dan bibirnya mulai membalas ciumanku perlahan sangat perlahan lalu aku pun memejamkan mataku berusaha merasakan setiap jengkal kenikmatannya. Ketika dia membalas ciumanku beban berat yang kurasakan menyesakkan dadaku seakan-akan lenyap begitu saja, dan tanganku pun mulai bermain-main masuk kedalam kaosnya untuk meraba-raba punggungnya dengan liar, saat itu kurasakan tangannya mulai meremas-remas punggung dan rambutku. Aku dan dia mulai terangsang. Kurasakan dia menaik turunkan kakinya dengan gelisah dan semakin membuka lebar selangkanan kakinya perlahan hal itu secara tidak langsung membuat penisku menjadi bergesekan dengan alat kelaminnya yang tersembunyi di dalam celana bahan miliknya sehingga membuat penisku semakin berdenyut-denyut. Tanganku mulai berani meraba-raba punggungnya mencari-cari tali branya dan dengan cepat melepaskan kaitnya sehingga kurasakan dadanya yang kencang dan menempel dengan dadaku mengendur sedikit. Tangan kiriku meremas pundaknya dari belakang dan tangan kananku mulai berani berbalik mengarah ke perutnya dan semakin menuju ke atas memasukannya ke dalam bra yang telah terlepas dari pengaitnya, kurasakan gumpalan daging yang terasa mulus dan kenyal, kemudian jariku menyentuh pada bagian yang mengeras. Dia tersentak kaget saat aku mulai memainkan putingnya. Aku melepaskan ciumanku dan mulai berkonsentrasi pada payudaranya, aku menegapkan diriku sehingga berubah posisi jadi mendudukinya kemudian menaruh tangan kiriku meraba kaos putihnya dan mengarah ke payudaranya yang kanan lalu kuremas-remas payudaranya dengan ganas sedangkan tangan kiriku masih memainkan puting payudara kirinya yang masih tersembunyi dibalik kaos putihnya. Puting di payudara kanannya yang mulai mengeras terlihat menonjol keluar dari balik kaos putihnya, benar-benar pemandangan yang merangsang birahiku, aku pun lansung mengulum puting payudaranya yang menonjol keluar dari balik kaosnya itu. Tangannya berusaha menarik kepalaku untuk tidak melakukannya, tapi aku semakin menghisap putingnya dalam-dalam dan memainkanya dengan lidah dan gigitan-gigitan kecil. “Aaaaarg… haaaah…”, Hanna mengerang nikmat. Saat ini kaos putih di bagian dadanya yang kanan telah basah olehku, dapat terlihat samar-samar warna putingnya yang kecoklatan menempel di kaosnya yang basah. Aku tidak bisa lagi menahan diriku untuk mengusap putingnya yang menempel di bajunya itu, putingnya aku usap-usap dan aku puntir secara perlahan sedangkan tanganku yang kanan masih meremas-remas puting payudara kirinya. Kedua tangannya memegang lengan tanganku yang sibuk menjamah payudaranya, berusaha menarik tanganku lepas, tapi itu usaha yang sia-sia. Kenikmatan yang dirasakan olehnya semakin menghilangkan tenaganya untuk melepaskan cengraman tanganku di kedua payudaranya itu. Kurasakan dadanya yang kenyal dan putingnya yang telah mengeras di kedua telapak tanganku, dadanya lebih besar sedikit yang sebelah kiri. Aku jadi teringat kata guru Biologiku dulu waktu SMA, kalau payudara perempuan tidak ada yang sama ukurannya pasti ada yang lebih besar, saat ini aku baru benar-benar merasakannya sendiri.
Kulihat lagi wajah Hanna yang mulai mengerang kenikmatan, tangannya mulai meremas-remas bantal dan bad cover yang ada disekitanya, nafasnya memburu dengan cepat, melihatnya nafsuku semakin memburu. Aku angkat kaosnya berlahan sehingga terlihat perutnya di balik remang-remang cahaya lampu sentir. Aku jilati pusarnya, dia mengerang nikmat, lalu aku ciumi perutnya naik terus sampai ke payudaranya yang kanan sedang tangan kananku masih meremas-remas puting payudaranya yang kiri. Kaosnya pun akhirnya tersingkap ke atas, aku bisa melihat jelas bentuk payudaranya yang tidak kecil dan tidak besar itu tapi cukup setangkap telapak tanganku sehingga aku bisa meremas-remas payudaranya yang kenyal itu dengan pas di tangan. Kulihat payudaranya berwarna putih mulus dengan putingnya yang berwarna kecoklatan menonjol keluar dengan indahnya, aku pun langsung melahap payudaranya dengan mulutku, aku mainkan putingnya dengan lidahku dan dia semakin gelisah kenikmatan sambil menjambak rambutku. Kali ini kuberanikan tanganku melepas tali celana bahannya yang mengikat kencang dipinggangnya sehingga aku bisa dengan leluasa memasukan tanganku untuk memegang kemaluannya yang masih terbungkus pakaian dalam, kurasakan tubuhnya mengejang saat kupegang kemaluannya dengan lembut. Aku kemudian menarik celana bahan dan celana dalamnya turun agar terlepas, pelan-pelan kulihat bulu kemaluannya yang lembut dan rapi, sepertinya dia merawatnya dengan baik. Tapi belum lepas semua celananya karena aku baru menurunkannya sampai paha, Hanna memegang tanganku dengan erat, wajahnya terlihat kaget dengan perlahan dia menggelengkan kepalanya, mulutnya terbuka tapi tidak ada kata-kata yang keluar dari mulutnya. Aku tahu dia tidak ingin aku melakukannya tapi aku tidak menghiraukannya, nafsuku telah memburuku yang kurasakan saat ini penisku semakin berdenyut-denyut lebih kencang dari biasanya. Aku kemudian menindih tubuhnya, dia pun tersentak kaget, tapi tanganku masih memegang kemaluannya yang kini telah basah. Aku gosok-gosokkan telapak tanganku ke kemaluannya lalu aku meraba-raba mencari klistorisnya.
Aku memang tidak pintar soal berhubungan seks karena ini yang pertama bagiku aku juga sebenarnaya tidak suka menonton blue film, karena entah mengapa film itu bisa membuatku muntah saat melihatnya. Aku hanya menambah ilmu pengetahuanku seputar seks lewat buku dan melihat adegan seminya melalui film-film Hollywood yang memang sebenarnya tidak di sensor jika belum masuk ke Indonesia. Hal itu membuat aku sedikit tahu bagain-bagian tubuh mana yang mudah terangsang saat melakukan hubungan seks.
“Aaaaargh… Aaaargh….”, dia mulai mengerang lirih saat aku memainkan klistorisnya. Aku kemudian melumat kembali bibirnya, lalu aku tekuk kedua kakinya untuk menjilat klistorisnya. Aku mencium aroma kemaluannya yang telah basah, sangat aneh bagiku, tapi kemaluannya tidaklah berbau amis seperti dugaanku mungkin karena dia rajin merawatnya, aku mulai menempelkan lidahku ke klistorisnya dan memainkannya, kurasakan pahanya mendekap kepalaku dengan erat, tubuhnya mulai mengejang lagi. “Apakah dia akan orgasme?” aku bertanya-tanya dalam hati. Kutunggu-tunggu tidak ada cairan hangat yang keluar hanya terdengar suara erangannya yang begitu lemah, kulanjutkan niatku untuk menjilat lubang vaginanya yang masih sempit itu, sambil berusaha memasukan lidahku ke dalam lubang vaginanya, dia kembali mengerang kali ini semakin keras. “Aaaaah… Aaaaah… Aaaaaah… haaah” mendengarnya penisku semakin mengeras, semakin menegang. Ku buka celana jeans dan celana dalamku dengan cepat dan kuturunkan sampai lutut, sehingga penisku kini dapat dilihat olehnya. Dia kaget melihatnya, tapi aku yakin dia bukan kaget melihat ukuran penisku yang agak sedikit besar tapi dia kaget mengenai apa yang akan kulakukan kepadanya. Dia berusaha menahan badanku yang kini telah menindihnya tapi aku tetap tidak menghiraukannya apalagi dia kini sedikit agak lemas karena kenikmatan yang tadi kuberikan kepadanya. Sebenarnya aku ingin dia mengulum penisku tapi itu jelas-jelas tidak mungkin, saat ini dia tidak melakukannya dengan senang hati walaupun kebutuhan biologis telah menyerangnya.
Aku kembali menciumi lehernya dan meremas-remas payudaranya, “Don’t”, katanya lirih. “I love you.. I love you… I love you…”, kataku membalasnya. Kata-kata itu aku ulang semakin cepat, semakin cepat. Nafasku semakin memburu dan aku melepaskan celananya yang tadi hanya dapat kuturunkan sampai paha sehingga membuatnya tidak mengenakan apa-apa lagi saat ini hanya kaos putih yang masih menutupi tubuhnya. Aku lalu membuka jaket dan kaos oblongku dengan cepat sehingga tubuh bagian atasku yang berotot itu dapat terlihat jelas olehnya, kemudian aku kembali menindih tubuhnya dan mencium bibirnya. Kali ini bisa kurasakan penisku menempel dengan kemaluannya, aku pun mulai menggesek-gesekannya perlahan-lahan, lalu semakin cepat, semakin cepat. Saat ini aku hanya bisa mendengar nafas kami yang memburu dan merasakan penisku yang mulai menegang. “Haaaaah… Haaaaaah…”, “Aaaaaah… Aaaaaaah…”. Aku menciumi bibirnya, lalu menganggat kaki kirinya ke bahuku, dia tersentak kaget tapi aku benar-benar sudah tidak tahan lagi. Kali ini penisku sudah benar-benar menegang. Aku melumat bibirnya semakin dalam agar dia tidak menjerit saat aku memasukan penisku ke dalam vaginanya, tangannya mulai meremas-remas, memukul dan mendekap punggungku dengan erat saat aku memulai memasukan penisku tapi aku tidak menhiraukannya tenaganya tidak berarti apa-apa pada tubuhku yang agak atletis itu. Aku masih tetap berusaha terus untuk memasukan penisku ke lubang vaginanya, susah sekali lubang vaginanya terlalu sempit, tidak seperti yang aku bayangkan. Aku semakin mengangkat kaki kirinya lebih tinggi lagi dan membuka kaki kanannya sehingga aku lebih leluasa untuk memasukkannya. “Krek…”, akhirnya penisku berhasil memasuki lubang vaginanya. “Aaaaaargh….” dia berteriak dan terisak seperti mau menangis, aku tidak tahu apakah dia sedang menahan sakit atau mungkin luka dibatinnya karena keperawanannya telah kurenggut. Kurasakan cairan sedikit agak lengket keluar perlahan membasahi penisku dan selangkangannya, aku tahu itu adalah darah keperawanannya.
Aku terdiam sejenak, aku sempat bingung apa yang harus kulakukan, yang kurasakan hanya denyutan-denyutan yang ada di penisku di dalam lubang vaginanya dan rasanya begitu nikmat berjuta-juta kali lebih nikmat dari waktu aku menggesek-gesekan penisku di kemaluannya. Dia masih terisak dan merintih menahan sakit ketika aku berusaha untuk mengayunkan penisku di lubang vaginanya.
“Clak… Clak… Clak….”, Ayunan penisku semakin lama semakin cepat di lubang vaginanya yang benar-benar telah basah, aku serasa berada di puncak kenikmatan saat ini. Dia pun sudah tidak lagi terisak hanya meringis kesakitan bercampur kenikmatan, tangannya semakin memegang erat punggungku, lalu dia mulai mengejang, kurasakan cairan hangat keluar meyentuh batang penisku, dia telah orgasme untuk yang pertama kalinya. Tangannya terkulai lemas, aku memelankan ayunan penisku sesaat sambil melumat bibirnya dan menggulum puting payudaranya, setelah dia kembali mulai terangsang, aku mempercepat kembali ayunan penisku kali ini lebih cepat daripada sebelumnya.
“Aaaaaah…. Aaaaaah…”
“Haaaaaah… Haaaaaah.. Oooh… Oooh…”
Suara kenikmatanku dan dirinya bersahut-sahutan. Aku semakin mempercepat ayunan penisku lagi, kali ini dia pun juga ikut menggoyang-goyangkan pinggulnya naik turun. Ayunan penisku semakin cepat dan kulihat payudaranya bergoyang-goyang dibalik kaos putihnya. Aku mernarik kaos putihnya keatas sehingga payudaranya yang indah dan sedang bergoyang-goyang itu dapat kulihat seutuhnya. Tubuhnya sudah mulai lagi mengejang, dia mau orgasme untuk yang kedua kalinya, tapi aku ingin orgasme berbarengan dengannya, aku menghentikan ayunan penisku sejenak lalu aku menegapkan posisi tubuhkku yang tadinya menindih tubuhnya, aku pegang kedua pinggulnya sehingga sedikit terangkat lalu kudorong masuk lebih dalam penisku ke lubang vaginanya dengan keras sehingga batang penisku telah masuk sampai kepangkalnya ke dalam vaginanya. “Aaaaaaah…” dia pun tersentak, tapi aku langsung kembali mengayunkannya dengan cepat, semakin lama semakin cepat.
“Oooooh…. Ooooh… Oooooh… Yeaaah..”
“Aldi… Aldi…. Aaaaaah”
Erangan kenikmatan kami semakin terdengar kencang. Tangannya kembali meremas-remas bantal dan bad cover yang ada di sekitarnya. Dia telah berada di puncak kenikmatan yang lebih nikmat dari sebelumnya, aku pun melepaskan tangan kiriku dari pinggulnya untuk memilin-milin klistorisnya. “Aaaaaaaah…. Aaaaaah…. Noo…!!” Dia berteriak semakin keras ketika aku semakin cepat memilin klistolisnya dan mengayunkan penisku. Tubuhnya kembali mengejang, kali ini akupun juga, tubuhku mengejang, dan cairan kenikmatan kami keluar berbarengan. Aku merasakan cairan spermaku keluar menyembur ke dalam rahimnya, aku telah membasahi rahimnya dengan spermaku. Rasanya nikmat sekali. Kami berdua pun terkulai lemas, badanku kurebahkan ke badannya lalu kulumat bibirnya pelan-pelan, dia tidak membalasnya, dia hanya terdiam dan memejamkan matanya, kulihat pipinya yang putih mulus itu telah basah oleh air mata, bibirnya yang kemerahan masih basah dan sedikit bengkak karena aku menciuminya dengan ganas, suasana saat itu benar-benar hening, hanya terdengar sayup-sayup suara jangrik dan nafas kami yang masih memburu. “Hans, I love you”, aku berbisik ditelinganya, tapi tidak ada reaksi, matanya masih terpejam sambil mengatur nafasnya yang tersenggal-senggal.
Kami berdua telah banjir keringat padahal suhu malam disini 27 derajat celcius. Sebenarnya aku ingin melakukannya sekali lagi malam ini, oh.. tidak dua kali lagi, mungkin tiga oh.. bukan aku ingin melakukannya lima kali lagi aku ingin melakukannya lagi sampai pagi dan hal itu sepertinya tidak mungkin terjadi. Aku tidak mungkin memintanya melakukan hal itu lagi malam ini walaupun sepertinya aku bisa memaksakannya lagi kepadanya, tapi saat ini perasaan takut kepadanya mulai tumbuh lagi di dalam diriku, entah mengapa perasaan bersalah baru muncul saat ini. Aku sebenarnya ingin sekali memaki diriku sendiri kenapa perasaan itu tidak muncul sejak awal ketika aku mulai menciuminya dengan ganas.
Hal-hal buruk mulai menghantui pikiranku, aku bukannya takut dia akan hamil karena aku memang benar-benar berniat menikahinya. Aku takut apa yang akan terjadi besok, apakah dia akan meninggalkanku setelah ini, apakah dia akan membunuhku besok. Aku terima jika memang dia mau membunuhku, tapi saat ini perasaan takut kehilangannya menjadi semakin menjadi-jadi. Aku jadi kembali teringat waktu aku menciumnya di toko souvenir, saat itu dia sama sekali tidak takut kehilanganku padahal dia telah mendapatkan ciuman dariku. Setelah kejadian itu sepertinya dia benar-benar marah dan membenciku. Jika, aku tidak aktif terus menghubunginya dan meminta maaf padanya, mungkin dia tidak akan menghubungiku lagi selamanya. Padahal mantanku yang pernah aku cium dulu, dia menjadi semakin takut kehilanganku tapi Hanna berbeda dia bukan perempuan seperti itu, akal rasionalnya lebih menguasainya daripada perasaannya kepadaku.
Kali ini dia tidak menamparku seperti waktu itu, tidak juga memukulku, menendangku, meludahiku dan memakiku bahkan tidak ada satupun kata yang diucapkannya kepadaku karena itu aku semakin takut. Hal yang telah aku lakukan padanya saat ini benar-benar kelewat batas, mungkin saja dia tidak akan berbicara lagi padaku selamanya, atau mungkin dia akan menikah dengan lelaki lain karena tidak sudi menikah dengan lelaki sepertiku yang sudah berbuat hal ini padannya. Kalau dia sampai hamil anaku mungkin saja dia lebih memilih menjadi single parent, pergi meninggalkanku tanpa aku bisa menyentuh anaku, jika hal itu sampai terjadi hatiku pasti akan benar-benar hancur. Aku hanya bisa memikirkan hal itu dalam diam, dalam tidurku yang menyambut datangnya pagi, aku ingin malam ini tidaklah berlalu dengan cepat. Jika waktu tidak dapat ku putar kembali aku ingin waktu berhenti saat ini juga, ya.. saat ini juga

Tak Terduga

Category : 0

Ini kisah nyata dimana aku  menggauli sekaligus 4 orang dalam 1 keluarga. Kisah ini terjadi pada pertengahan tahun 2007. Aku pria yang sudah berkeluarga dan waktu itu berusia 43 tahun. Tinggal dan bekerja di Jakarta.
Pada suatu hari ketika sedang sibuk-sibuknya di kantor, datang sepucuk surat lewat perusahaan kurir yang ditujukan kepadaku dari kota asal kelahiran ku di jawa barat. Tanpa alamat pengirim. Dengan perasaan bingung campur penasaran aku buka surat itu. Surat itu ternyata dari mantan pacar (Wati, nama samaran) cinta pertama kami berdua sewaktu SMA tahun 1981. Hampir 26 tahun yang lalu. Isinya menyatakan bahwa dia sudah menikah namun selalu teringat aku,  mempunyai 3 orang anak berikut alamat lengkap dan no handphone.
Singkat cerita akhirnya kami bertelepon ria dan kenangan manispun timbul kembali. Aku berjanji jika ada libur panjang maka aku akan datang berkunjung. Ketika libur panjang datang dengan alasan yang dibuat-buat kepada istri akhirnya aku datang juga ke kota asalku. Aku sengaja tidak nginap di famili, namun di hotel. Dan pada sore itu pula aku datangi rumahnya.
Dengan rasa penasaran karena sudah lama tidak bertemu, aku mencoba mengira-ngira wajahnya saat ini seperti apa, ya?
Perlahan ku ketuk pintu sambil berucap : "permisi...."
" mas anto ,ya? " sesosok wanita cantik muncul di balik pintu
"Iya" sambil aku masih menebak-nebak  " wati ya........"
"Bukan, saya Sri adiknya, masuk mas.... mbak Wati sebentar keluar, lagi di kamar". Kuperhatikan wanita ini mirip Wati namun tampak lebih muda dari perkiraanku. Dulu waktu aku pacaran memang tidak pernah bertemu dengan Sri, karena dia ikut neneknya di Wonosari. Tak lama kemudian keluarlah Wati. Wajahnya tampak tidak sesuai dengan bayanganku, kerana memang saat itu  Wati sudah 42 tahun. Namun sisa kecantikannya masih terlihat jelas begitu pula bodynya masih terawat. Suaminya hari itu sedang mendapat tugas lembur (piket) di sebuah Rumah Sakit. Setelah basa-basi dan bernostalgia akhirnya sekitar jam 8 malam aku pamit, karena badanku letih.
Terus terang aku ingin memeluk dan menciumnya seperti dulu ketika tadi siang bertemu. Tapi karena suasana rumah tidak memungkinkan akhirnya perasaan itu terbawa sampai malam. Tidak lama aku  di Hotel, tiba2 HPku berdering, ternyata Wati yang telphon. Dia memaksa untuk datang mememuiku di hotel. Dengan rasa campur aduk antara senang dan galau aku mengiyakan permintaan itu. Hmmmm...... rupanya Wati memendam keinginan yang sama, pikirku.
Kujemput dia di lobby, turun dari becak Wati kelihatan sudah tidak sabar ingin segera berdua. Dengan segera ku bawa dia ke kamar. Benar saja...... baru juga aku menutup pintu Wati langsung menubruk aku dengan pelukan penuh kerinduan dan air mata. Kami lama berpelukan tanpa kata-kata. Terus terang waktu pacaran dulu kami hanya sebatas berpegangan tangan. Tidak lebih.
Pelan-pelan kehangatan menjalar ditubuhku, entah siapa yang memulai akhirnya  kami saling berciuman. Kurasakan kehausan dan kerakusan ketika bibir dan lidah kami saling terpaut. Lidahnya menjelajah relung mulutku. Lidahku membelai dan mengarahkan lidahnya untuk terus bergerak liar. Bersamaan dengan itu penisku menegang dengan sempurna. Bukannya  menghindar, Wati malah lebih menekankan dan  menggeser-geserkan pinggulnya sehingga penisku smakin mengembang. Dengan penuh nafsu akhirnya kami melanjutkan aksi. Sambil tetap bercium kutelusuri sisi tubuhnya dengan tanganku, sampai akhirnya mendarat di pantat. Kuremas kedua pantatnya dan sedikit semi sedikit kunaikan roknya, sehingga tanganku menyentuh kulit paha dan pantatnya yang halus itu.  Karena aku paham bahwa kami sudah sangat bernapsu, maka tanganku kananku langsung kuselipkan  dibalik celana dalamnya.  Kuremas pantatnya yang masih kenyal. Sementara tangan kiriku sudah bergerak menuju payudaranya. Rupanya Watipun sudah sangat terbakar,tangannya tidak segan-segan mengelus-elus penisku dari luar. Kami tetap berciuman.
Pelan-pelan tangan kananku bergeser dari pantat menuju memeknya. Ketika jariku mulai membelah dan menemukan clirotisnya  maka saat itulah dia melepaskan ciumannya, dia mendesah dan tubuhnya sedikit bergetar. Kuusap pelah-pelan clirotisnya, kujelajahi belahan memeknya dari bawah sampai atas. Basahnya sudah tak terbendung.
Aku merasa dia berusaha membuka resleting celanaku. Akhirnya aku lepas pelukannya, aku lepas memeknya. Dia agak terkejut dengan perbuatanku. Kutatap sambil kupegang kedua bahunya.
" kamu yakin akan melakukan ini.....? tanyaku. Dia cuma mengangguk pelan.
" Aku sudah memimpikan ini dari dulu" lirihnya.
Akhirnya ku bimbing dia ketempat tidur. Kami berciuman kembali. Satu demi satu pakaian terlepas. Kutelusuri tubuhnya yang tidak muda lagi. Sambil tetap berciuman kubuka pahanya dan tanganku kembali menyelinap lembut pada memeknya. Pada saat itulah tangannya mencari-cari penisku. Sambil digenggam diusapnya cairan yang keluar dari penisku dengan ibu jarinya. Rasanya sungguh luar biasa ketika ibu jarinya berputar-putar di ujung penis.
Tak lama aku merasa bahwa penisku di tarik-tarik pelan. Aku tahu dia sudah menginginkan penisku dimasukan. Tapi aku ingin melihat dulu bentuk memeknya. Maka ku lepas ciumanku dan aku turun kebawah. Sambil duduk diantara  kakinya kulebarkan pelah-pelan kedua pahanya. Dan memek itu merekah. Warna merah muncul diantara lebatnya bulu. Penisku makin berdenyut melihatnya.
"aku jilat ya....." pintaku. Dia diam saja. Maka lidahku kubenamkan diantara rimbunnya bulu dan menelusuri setiap lekuk lubang basah, hangat dan beraroma khas. Kujilat dan kuisap  clirotisnya. Desahnya sudah berganti dengan erangan. Kedua tangannya mencengram lembut rambutku. Terus kumainkan lidah menelusuri lembah sampai ke dalamnya. Sementara penisku terus berdenyut. Dan ketika Wati sudah menarik-narik rambutku, maka aku paham dia sudah menginginkan penisku masuk ke dalamnya.
"ah...mas, masukin sekarang mas......." lirihnya
Pelan-pelan aku merayap di atas tubuhnya, sambil tetap menciumi perut, dada dan lehernya. Ketika akhirnya kepala penisku menemukan lubang kenikmatan itu kasabaran Wati sudah hilang. Di dekapnya aku dengan satu tangan dan tangan lain menekan pantatku sambil pantat dia diangkat ke atas. AKhirnya penisku masuk dengan sempurna ke dalam memeknya. Bukan lagi erangan yang aku dengar tapi berubah menjadi  teriakan tanpa suara.
Malam itu kami menemukan kebahagian dan kenikmatan yang luar biasa. Kami saling menjelajahi tubuh dengan mata, bibir dan  lidah.  Saling pijat dengan tangan dan kemaluan kami.
Berminggu-mginggu kemudian kami rutin ke hotel. Baik di kota asalku atau di Jakarta. Dan yang mengherankan aku  adalah suaminya "merestui" hubungan kami. Belakangan aku tahu bahwa suaminya sudah lama tidak berfungsi.
Pada sekitar bulan ke 4 hubungan kami, sesuai dengan janji aku datang lagi ke rumahnya. Ku ketuk pintu seperti biasa.
" silahkan masuk, mas. " kudengar bukan suara Wati, tapi suara Sri.  Aku pun masuk dan duduk di ruang tamu.
" mbak Wati nya lagi arisan mas, tunggu dulu aja ya." kata Sri sambil pergi. Akupun mengiyakan. Tak lama kemudian dia muncul lagi dengan membawa teh hangat.
" minum mas" kata Sri. Aku pikir dia akan masuk kedalam lagi tapi ternyata duduk di hadapanku menemaniku ngobrol.  Kami ngobrol biasa, aku sama sekali tidak menggoda. Dan dari obrolan itulah aku tahu bahwa dia dulu nikah usia muda dan sekarang sudah menjanda selama 4  tahun dengan 2 0rang anak perempuan berusia 22 dan 19 tahun. Tidak berapa lama kami mengobrol basa-basi tiba-tiba Sri bertanya:
" jakartanya di mana mas?"  kusebutkan satu daerah di jakarta selatan.
"kalau sunter di daerah mana  mas? tanya Sri kembali.
"emang ada apa?" balasku bertanya.
"minggu depan saya ada undangan teman dekatku menikahkan anaknya, di sunter" ujarnya.
" oh...ya kalau kamu belum tahu daerahnya nanti saya antar deh, tinggal kasih tahu kapan berangkatnya, nanti saya jemput di statsiun gambir." kataku. Sri tampak ragu-ragu menerima tawaranku.
"aku nggak enak sama mbak Wati" katanya.
"ya jangan kasih tahu mbak Wati" kataku. Akhirnya dengan sedikit ragu Sri mengiyakan tawaranku. Dan untuk memperlancar urusan kami saling bertukar nomor handphone. Tak lama kemudian datanglah 2 cewek cantik menerobos masuk. Sri langsung mengenalkan mereka padaku.
" ini anak-anakku. yang besar Yani dan adiknya Indah"  katanya. Aku hanya terpana melihat kemolekan mereka. Setelah bersalaman merekapun masuk ke dalam.
Tidak lama kemudia Wati datang bersama suaminya.
Singkat cerita malam itu saya dan Wati kembali bertempur di hotel sampai terasa lolos tulang-tulangku.  Besoknya ketika aku pulang menggunakan kereta,  masuk SMS dari Sri berbunyi : " Mas, smalam diapain mbakku? hari ini keliatannya  lemes  banget tapi wajahnya cerah..."
Kubalas SMSnya dengan bahasa yang agak vulgar " Ku jilat dari atas sampai bawah, yang paling lama di tengah2. main 3 ronde, mas juga lemes".  Seketika itu juga datang balasannya " Enak dong".  Lalu ku balas " Mau nggak?". Tak ada balasan lagi.
Terus terang semenjak saat itu yang selalu lebih terkenang di benakku adalah Sri bukan Wati.  Kami lebih sering SMS an, aku sengaja memancing dengan bahasa yang "nyerempet2.", namun Sri  menanggapi dengan dingin saja.
Pada waktu yang telah ditentukan dengan perasaan berbunga dan dengan rencana "jahat" di otakku, aku jemput Sri di Stasiun Gambir. Namun rencanaku terasa berantakan seketika. Ternyata Sri datang dengan anak sulungnya, Yani.  Entah perasaanku saja atau memang nyata demikian, aku melihat kerinduan di mata Sri ketika dia melihatku. Kami bersalaman dan langsung berangkat menuju salah satu daerah di Sunter. Ternyata rumah kerabat Sri berada di daerah padat penduduk. Rumah kecil di gang kecil. Karena suasana mau pesta, maka rumah kecil itu semakin sesak dengan famili dan kerabat yang lain. Aku melihat keraguan di mata Sri  ketika ditawari menginap di situ.
"tidurnya gimana ini?" lirih Yani yang sempat aku dengar.  Akhirnya aku berinisitif menawarkan  hotel yang dekat lokasi itu. Merekapun mau. "Ini kesempatan" pikirku. Selama dalam perjalanan aku menyusun lagi strategi agar malam itu aku bisa menikmati Sri. Peniskuku sudah tegang sejak memikirkan itu.
Ketika di hotel aku pesan 2 kamar. Sri dan Yani terlihat heran.
"Lho, kami satu kamar berdua aja, ga usah masing-masing satu kamar" ujar Sri.
"Ini buat aku, lagi malas pulang" kataku. Menjelang sore kami sudah masuk kamar masing-masing. Selama itu pula aku masih bingung memikirkan rencana "jahat" ku. Namun yang namanya setan sungguh tahu kehendaku. Selepas magrib pintuku di ketuk Yani.
" Om, Yani pamit dulu sebentar, ini teman Yani jemput" katanya sambil mengenalkanku pada seorang cewek sebayanya. Rupanya Yani janjian dengan seseorang.
" kemana?" tanyaku. " Mau ke Salemba, om. kerumah teman" jawabnya. Hatikupun bersorak. " nginap aja sekalian" dalam hati.
Nggak lama aku SMS Sri, " Lagi ngapain nih? aku lagi bengong ga da teman ngobrol" Nggak ada jawaban sampai 30 menit. Cemas aku menduga-duga. Tak lama kemudian pintuku di ketuk. Kulihat Sri berdiri depan pintu dengan menggunakan pakaian santai.  Kaos dan celana selutut. Kupersilahkan dia masuk, dengan ragu-ragu dia melangkah dan duduk di kursi rias. Setelah sedikit berbasa basi aku melancarkan serangan.
" kamu masih cantik dan bodymu juga masih OK, kenapa ga nikah lagi?" tanyaku.
"aku masih senang sendiri, takut nikah nanti cerai lagi....." jawabnya.
"tapi kan kamu masih muda, masih punya bebutuhan khusus yang harus dipenuhi" sambungku. Dia menunduk, paham maksudku. Kutunggu jawabannya beberapa saat. Sebelum dia sempat menjawab aku sudah menyentuh pundaknya dari belakang. Dia nampak terkejut tapi juga tidak menampik. Kugeser perlahan tanganku ke pipinya, saat itulah dia menampik tanganku. Aku bukannya berhenti malah ku genggam pergelangan tangannya, kutarik dia untuk berdiri. Dengan perasaan yang masih bingung ku cium dia di bibirnya. Berontak dia. Kucengkram rambut dan kepalanya agar dia tidak berontak dan melepas ciumanku. Beberapa saat kemudian aku merasa lengannya melinggkar di pinggangku, saat itulah kulepas cengkraman dirambutnya. Dia mulai membalas liarnya lidahku. Tanpa buang waktu tanganku sudah menelusuri dadanya sampai akhirnya berlabuh di memeknya. Dan  malam itu kami sempat bercinta 2 babak sampai pintu di ketuk dari luar. Tok....tok....tok. Kami semua terkejut dan terperangah. Yani sudah pulang. Kulihat jam di dinding 22.20. Dengan terburu-buru Sri mengenakan baju, begitupun aku. Tak lama kemudia Sri keluar.
Besoknya aku melihat perubahan di wajah Yani. Ia yang tadinya ramah mendadak menjadi sangar melihatku. Tak mau bicara baik ke ibunya apalagi ke aku. Rupanya ia tahu apa yang sudah kami perbuat. Sekitar jam 9 saya antar mereka menuju tempat pesta dan siangnya saya antar kembali mereka ke Stasiun Gambir, pulang ke kota asal.
Satu minggu kemudian aku kembali datang ke kota kecil itu. Terus terang aku lebih menginginkan Sri daripada Wati. Maka yang pertama aku hubungi adalah SRi. Dan malam itu saya menghabiskan waktu di hotel dengan Sri. Besoknya di hotel lain saya berduaan dengan Wati. Begitu terus setiap 2 minggu sampai kurang lebih 3 bulan aku menikmati pelayanan dengan 2 gaya dari kakak-adik.
Pada suatu saat ketika saya sedang di kantor di Jakarta, masuk no telphon yang tidak aku kenal.
" hallo...." jawabku. "Om....." ku dengar suara ragu-ragu. Aku kemudian sadar bahwa ini suara Yani.
" ada apa Yan?" tanyaku setelah berbasa basi.
" tolong Yani, Om. Yani ada di jakarta tapi Yani kena razia narkoba. Sekarang ada di Polsek Jakarta ........." jawabnya  sambil menyebutkan satu wilayah jakarta. Sorenya aku kunjungi Yani. Dia nampak lelah namun tidak terlihat cemas. 3 hari Yani di tahan. Dan selama itu pula aku yang mensuplai makanan dan baju-baju. Pada hari ke 4 Yani di bebaskan karena tidak terbukti.  Sedangkan temannya terus ditahan karena terbukti. Aku bingung Yani mau dibawa ke mana. Ke rumahku jelas ga mungkin. Akhirnya aku cari hotel dekat rumah. Setelah aku ajak makan di hotel itu aku terus pulang, sedangkan Yani langsung masuk kamar.
Jam 8 malam itu aku coba telphon Yani untuk sekedar menanyakan kabar.
"Om, Yani perlu obat maag sama sikat gigi" katanya. " Oke, ntar Om antar" jawabku. Dalam perjalanan ke hotel itulah pikiran kotorku muncul.  Ketika aku mengetuk pintu Yani hanya melongokan kepalanya di pintu. Dia nampak ragu-ragu mempersilahkan aku masuk ke dalam. " Boleh Om masuk?. Om mau ngobrol sebentar ngomongin soal hubungan om dan mamahmu". Akhirnya aku dipersilahkan masuk. Dan saat itulah aku dihadapkan pada pemandangan yang luar biasa. Yani hanya mengenakan tangtop tanpa BH dan celana jins pendek sekali hampir pangkal paha. Payudaranya menggelembung dengan sehat, pentilnya samar-samar menonjol keluar. Rupanya dia sadar aku memperhatikan dan cepat-cepat menutupnya dengan selimut.
" Yani.....om mohon  jangan di tutupi. Kamu punya tubuh luar biasa indah sayang kalo tidak ada yang menkmati" kataku langsung. Merah padam mukanya mendengarku berkata begitu. Antara malu dan marah menjadi satu. Tapi setan sudah terlanjur menguasaiku. Dengan segala rayuan dan bujukan akhirnya Yani mau melepaskan selimutnya. " Boleh aku sentuh Yan? di luarnya aja......." pintaku. Yani langsung menolak sambil menyilangkan tangannnya di dada. Juga dengan rayuan dan bujukan akhirnya aku di ijinkan memegang putingnya dari luar.
Sambil kami duduk di sisi tempat tidur,  aku mulai menyentuh putingnya. Dia tidak bereaksi dengan wajah menoleh jauh. Ku sentuh lagi putingnya yang sebelah kanan. Masih belum bereaksi juga. Ketika aku pilin putingnya dengan kedua jariku, mulailah ia sedikit menggelinjang dan kulihat putingnya mulai tegang. Kuputar jariku di kedua putingnya, semakin jelaslah tonjolan di kaosnya. Aku sudah tak tahan ini menyelusupkan tanganku ke balik tangtopnya. Namun tanganku di cegah ketika baru sampai perut. sementara tangan kiriku masih bergerilya di luar kaos tangan kananku mulai naik perlahan dari perut. Aku merasakan pegangan tangan dia mengendur, akhirnya sampailah tanganku kepuncak bukit kenikmatan dengan bebas. Ketika kudengar suara rintihan halus,  pada saat itulah aku yakin bahwa permainan ini bisa sampai tuntas. Maka mulaikah aku meremas, menjilat dan meghisap putingnya, perutnya, clirotisnya dengan lembut. Dan malam itu aku mendapatkan segalanya. Walaupun Yani sudah tidak perawan, namun dia masih merasa sakit ketika penisku masuk ke memeknya. Karena penisku adalah yang kedua kalinya  masuk memeknya setelah dia melakukan yang pertama dengan pacarnya 2 tahun yang lalu. Malam itu kami tidak tidur, aku mengajari teori dan praktek bercinta pada Yani. Selain memberikan pengertian bahwa hubunganku dengan ibunya adalah sebatas memenuhi kebutuhan sex.
Singkat cerita hari-hari selanjutnya aku disibukan oleh SMS dan deringan HP dari mereka bertiga Wati,  Sri dan Yani. Ketika aku pulang ke kotaku, maka ku gauli ketiganya dengan cara digilir dengan jadwal yang tersusun rapi sehinga tidak terjadi "tabrakan".
Orang ke empat yang aku gauli sebenarnya bukan anggota keluarga Wati, tapi calon anggota keluarga. Sebut saja namanya Nancy.  Ia adalah pacar dari anaknya Wati yang bernama Roy. Kisahnya bermula dari kunjunganku ke rumah Wati. Pada saat itu tiba-tiba aku mendapatkan telephon dari kantor di Jakarta. Dikatakan aku harus menghubungi Mr.X.  No HP Mr.X ini ternyata CDMA. Karena perkiraanku pembicaraan akan panjang maka aku meminjam HP anaknya Wati (bernama Roy) yang kebetulan juga CDMA. Maka sore itu atas ijin Roy aku pinjam sampai besok CDMA nya.
Malam hari ketika aku sedang makan di luar, tiba-tiba HP Roy berbunyi.
" Hallo" Jawabku. Aku sudah siap-siap mendengar suara Mr. X. Namun ternyata yang kudengar suara merdu seorang perempuan.
" Hallo juga, ini siapa?" jawabnya ragu-ragu.  Setelah saling bertanya baru aku tahu kalau yang telephon itu adalah tunangan Roy. Aku menjelaskan bahwa malam itu HP Roy aku pinjam. Dengan segala caraku akhirnya kami berkenalan, bahkan ngobrol sampai panjang lebar. Rupanya obrolan kami nyambung sehingga kami berjanji akan saling menelephon lagi.
Singkat kata Nancy rupanya tipe orang yang penasaran akan sex namun takut untuk melakukannya.  Dengan Roy hanya sebatas bercumbu tidak mau lebih dari itu. Karena dia sadar bahwa dia mudah "panas" maka bercumbu dengan Roy hanya sebatas dada. Dia ingin lebih dari itu tapi takut kebablasan, katanya.
Nancy banyak bertanya kepadaku soal Sex, sampai akhirnya kami ber Phone sex. Namun lama-lama kami berdua penasaran juga. Akhirnya dengan suatu perjanjian aku bisa membawa Nancy ke hotel. Perjanjian itu adalah: aku boleh mengeksplorasi tubuh dia dan saling memberi kenikmatan namun aku tidak boleh memasukan penisku ke memeknya. Dia masih perawan!!. Ketika kutanyakan mengapa dengan aku, bukan dengan Roy?. Jawabnya adalah : Dia tidak yakin Roy mampu menahan penisnya masuk ke memeknya. Komitmen itu aku pegang teguh.
Ternyata dugaanku dan dugaan dia benar. Nancy sangat mudah terbakar. Ketika aku cium, bibirnya seolah magnet. langsung terpaut dengan bibirku, Tak mau lepas. Seolah kami  sudah mengenal  sejak lama, kami langsung melepaskan seluruh pakaian . Ketika aku akan melepaskan CDnya, kulihat bulatan basah sudah terpampang diCDnya. Kujilati seluruh tubuhnya, dia hanya bisa mendesah dan merintih. Kujilati pula clirotisnya, kujelajahi seluruh lekukan memeknya dengan lidahku. Kutempelkan kepala penis ku ke lubang memeknya, ke clirotisnya. Ku usap-usap clirotisnya dengan kepala penisku. Ku lihat ia beberapa kali orgasme. Hari itu aku berpesta dengan tubuhnya. Tapi aku tidak memasukan penisku ke memeknya!!!. Spermaku keluar dengan cara di kocok dengan tangan atau payudaranya. Bulan Maret 2010 kemarin Nancy sudah berani mengeluarkan spermaku di dalam mulutnya. Dia berjanji jika sudah menikah, kami akan selalu bertemu untuk menuntaskan rasa yang tertunda.

Diberdayakan oleh Blogger.
Feed facebook twitter friendfeed G+ Submit